6 Periode Perkembangan Batam Menuju FTZ

6 Periode Perkembangan Batam Menuju FTZ

Penampakan kawasan Pelita, Batam, pada Jumat (25/5/2018). (Foto: Johannes/Batamnews)

BATAMNEWS.CO.ID, Batam - Batam mulai dikembangkan sejak awal tahun 1970-an. Pada awalnya, pulau ini dikembangkan sedemikian rupa sebagai basis logistik dan operasional untuk industri minyak dan gas bumi oleh pertamina.

Ketika itu, pembangunan Batam dipercayakan kepada lembaga pemerintah yang bernama Otorita Pengembangan Industri Pulau Batam atau lebih dikenal dengan Otorita Batam. Hal ini diputuskan melalui Kepres No. 41 tahun 1973.

Lantas seperti apa perjalanan Batam dari waktu ke waktu hingga menjadi kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas (FTZ). Dan sekarang diwacanakan bakal jadi KEK?

1. Batam sebagai Pangkalan Logistik Pertamina

Pada Tahun1968 PN Pertamina menjadikan Pulau Batam sebagai pangkalan logistik dan operasional yang berhubungan dengan eksplorasi dan eksploitasi minyak lepas pantai. Pemilihan lokasi tersebut mengingat lokasi ini sangat berdekatan dengan Singapura (kurang lebih 20 Km).

2. Periode Persiapan

Periode pertama yaitu tahun 1971-1976  dikenal dengan nama  Periode Persiapan. Otorita Batam pertama kali dipimpin oleh Dr. Ibnu Sutowo.

Pada periode tersebut Ibnu Sutowo yang ditunjuk Presiden Soeharto ditugaskan mempersiapkan Batam sebagai Kota Industri.

Pada periode ini, keluar beberapa Keputusan Presiden antara lain:
a. Kepres No. 65 Tahun 1970 tanggal 19 Oktober 1970; Tentang Proyek Pengembangan Pulau Batam.
b. Kepres No. 74 Tahun 1971 tanggal 26 Oktober 1971; Tentang Pembangunan Pulau Batam dengan membentuk Badan Pimpinan Daerah Industri (Badan Penguasa) dan bertanggung jawab kepada Presiden.
c. Kepres No. 41 tahun 1973 tanggal 22 November 1973; Tentang seluruh Pulau Batam dinyatakan sebagai daerah industri.

Pada tanggal 26 Agustus 1974 pemerintah menunjuk beberapa lokasi di Sekupang, Batu Ampar dan Kabil di Pulau Batam sebagai Bonded Ware House. Pemerintah juga menunjuk PT. Persero Batam sebagai penguasa Bonded Ware House.

3. Periode Konsolidasi
Periode kedua adalah  Periode Konsolidasi (1976-1978) dipimpin oleh
Prof. Dr. JB. Sumarlin.

Dalam periode ini dititikberatkan untuk konsulidasi dan pemeliharaan prasarana-prasarana dan aset-aset yang ada. Hal ini karena adanya krisis Pertamina dengan ketua Otorita Batam Prof. Dr. Soemarlin.

Dalam periode ini telah keluar beberapa surat keputusan sebagai berikut:
a. Pada tahun 1975, karena adanya resesi dalam tubuh Pertamina, maka terjadilah pengalihan tanggung jawab pembangunan Daerah Industri Pulau Batam dari Pertamina ke tangan Pemerintah.

b. Keputusan Menteri Dalam Negeri No.43 tahun 1977 tanggal 19 Februari 1977 tentang Pengolahan dan Penggunaan Tanah di Pulau Batam.

c. Pada tanggal 14 Mei 1977 dikeluarkan Surat Keputusan Menteri Perdagangan No. 147/Kpb/V/1977, Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 150/LML/1977 dan Surat Keputusan Menteri Perhubungan No. KM.119/0/Phb/1977 tentang Pengembangan Lalu lintas Perdagangan sesuai kebijaksanaan pemerintah yang dilaksanakan Oleh Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam.

d. Surat Keputusan Ketua BKPM No. 1 Tahun 1978 tanggal 7 Februari 1978 tentang Pemberian Perlimpahan Wewenang Pengurusan dan Penilaian Pemohonan Penanaman Modal di Pulau Batam.

e. Pada tanggal 24 November 1978 pemerintah menetapkan seluruh wilayah Pulau Batam menjadi wilayah Bonded Ware House.

4. Peride Pembangunan Sarana Prasarana dan Penanaman Modal

Periode ini diketuai Prof. Dr. BJ. Habibie. Periode ini berlangsung 20 tahun.

Pada periode ini, dilakukan pemantapan rencana dan lanjutan pembangunan prasarana utama. Rencana pengembangan disesuaikan dengan rencana strategi pengembangan, strategi pembangunan nasional dan situasi ekonomi dunia yang sedang mengalami resesi.

Beberapa surat keputusan yang dikeluarkan dalam periode ini antara lain:

a. Kepres No. 194/M/1978 tanggal 29 Agustus 1978 tentang pengangkatan Prof. DR.Ing. B J. Habibie sebagai ketua Otorita Batam dan Mayjend. TNI Soedarsono D. sebagai ketua Badan Pelaksana.

b. Keputusan Menteri Kehakiman RI No. M. 01-PW-10-01-83 tanggal 7 Juni 1980 tentang penetapan Pulau Batam sebagai daerah berstatus khusus di bidang keimigrasian.

c. Keputusan Menteri Perdagangan dan koperasi No.70/KP/I/1983 tanggal 19 Januari 1983 tentang pelimpahan wewenang di bidang perdagangan dan koperasi. d. KEPRES No. 15 tahun 1983 tanggal 9 Maret 1983 tentang kebijaksanaan pengembangan pariwisata, dalam hal ini pelabuhan laut dan udara di Pulau Batam ditetapkan sebagai pintu masuk wisatawan dari luar negeri.
 
5. Pembangunan Prasarana dan Penanaman Modal Lanjutan

Kepemimpinan berikutnya dipegang oleh J.E. Habibie yaitu bulan maret s/d juli 1998. Periode ini dikenal dengan nama Pembangunan Prasarana dan Penanaman Modal Lanjutan

J.E. Habibie diangkat menjadi ketua Otorita Batam taktala B.J. Habibie terpilih menjadi Wakil Kepala Presiden tahun 1998. Namun, tak lama J.E. Habibie menjabat, ia mengundurkan diri karena kakaknya, B.J. Habibie, diangkat menjadi Presiden Republik Indonesia.

Pengunduran itu tak lain untuk melindungi sang kakak agar bersih dari isu KKN yang sedang marak didengungkan saat itu. JE Habibie hanya menjabat selama 3,5 bulan.

J.E. Habibie disebut telah membantu pemberantasan KKN, reformasi tambang pasir laut, wacana pemindahan Kantor Pusat Otorita Batam dari Jakarta ke Batam, serta restrukturisasi organisasi.

6. Periode Pengembangan Pembangunan Prasarana dan Penanaman Modal Lanjutan

Kepemimpinan JE Habibie dilanjutkan Ismeth Abdullah sejak tahun 1998. Periode ini dinamakan Periode Pengembangan Pembangunan Prasarana dan Penanaman Modal  Lanjutan.

Sejak periode Ismeth, perhatian lebih besar pada kesejahteraan rakyat dan perbaikan iklim investasi.

Mulai tahun 2000, Batam menjadi daerah otonom. Hal ini berdasarkan implementasi Undang-Undang No.53 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No 13 Tahun 2000.

Perkembangan pembangunan yang semakin pesat di Kota Batam telah menjadi daya tarik tersendiri bagi pendatang untuk mengembangkan usaha. Hal ini menyebabkan peningkatan jumlah penduduk yang berimpilkasi pada timbulnya permasalahan dalam meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.

Perubahan Batam menjadi Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas  dimulai tahun 2007. Periode ini ditandai dengan keluarnya PP Nomor 46 Tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam meliputi pulau Batam, Tonton, Setokok, Rempang, Galang, Galang Baru dan Nipah.

(deb)

 


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews