Trump Kesal, Belanja Militer AS Banyak untuk Beli Viagra

Trump Kesal, Belanja Militer AS Banyak untuk Beli Viagra

Ilustrasi tentara AS. (foto: ist/net)

BATAMNEWS.CO.ID, Washington - Biaya perawatan kesehatan untuk personel militer Amerika Serikat membengkak. Departemen Pertahanan Amerika Serikat (AS) menghabiskan puluhan miliar dolar termasuk untuk pembelian Viagra yang begitu banyak.

“Aib” Pentagon itu sejatinya sudah muncul sejak setahun lalu. Namun kembali jadi sorotan publik setelah Presiden Donald Trump melalui Twitter mengumumkan larangan bagi kaum transgender untuk melayani militer AS. Dalam tweet-nya, Trump mempersoalkan biaya perawatan kesehatan militer, terutama untuk kalangan transgender.

Sebuah data dari surat kabar Military Times mengungkap bahwa Pentagon membelanjakan dana sekitar USD84 juta untuk pengobatan disfungsi ereksi personel militernya setiap tahun.

Data lain dari perkiraan lembaga studi Rand Corporation pada tahun lalu menyebut bahwa biaya perawatan kesehatan kaum transgender telah meningkatkan anggaran kesehatan militer AS sebesar USD8,4 juta per tahun.

Pentagon tidak merinci secara resmi alasan menghabiskan banyak dana untuk membeli obat disfungsi ereksi bagi personel militer aktif dan pensiunan tentara.

Data Military Times itu sebenarnya mengacu pada data Defense Health Agency (Layanan Kesehatan Pertahanan) pada data 2014. Dalam data itu terungkap bahwa Pentagon mengeluarkan dana USD84,2 juta untuk pengobatan disfungsi ereksi personel militer AS pada tahun itu.

Tapi, surat kabar itu juga memiliki data lain yang menyebut bahwa Pentagon mengabiskan dana USD294 juta untuk membeli Viagra, Cialis dan obat-obatan lainnya sejak tahun 2011. Besaran dana itu dianggap setara dengan biaya pembelian beberapa pesawat jet tempur.

Pada tahun 2014, sekitar 1,18 juta resep diisi sejumlah obat yang sebagian besar tertulis Viagra. 

Meski Pentagon tidak merinci alasannya, namun laporan BBC mengungkap bahwa disfungsi ereksi dialami para personel militer AS. Kondisi itu semakin meningkat sejak perang di Irak dan Afghanistan dimulai. Namun, gangguan itu juga dialami para tentara AS yang tidak pernah dikerahkan di medan tempur karena faktor psikologis. 

(ind)
 


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews