Rombongan Kapal Induk Kedua AS Mendadak Bergerak ke Korea Utara

 Rombongan Kapal Induk Kedua AS Mendadak Bergerak ke Korea Utara

Armada USS Carl Vinson (CVN-70) dan grup bergerak menuju Semenanjung Korea. (foto: ist/net)


BATAMNEWS.CO.ID, Jakarta – Rombongan kapal induk Amerika Serikat, Carl Vinson (CVN-70) melewati Selat Sunda, Indonesia menuju Semenanjung Korea. Sejatinya, mereka berlayar ke Australia, namun berbelok arah dari Singapura kemudian ke Pasifik Barat.

Carl Vinson dikawal oleh dua kapal perusak, USS Wayne E. Meyer dan USS Michael Murphy, dua kapal selam, serta kapal penjelajah USS Lake Champlain. Kapal induk itu sedikitnya membawa 100 pesawat tempur dan sekitar 6.500 pelaut.

Kapal induk yang berada di bawah Komando Armada Pasifik AS (USPACOM) ini berjarak 3.500 mil dari wilayah perairan Indonesia pada Sabtu lalu, 15 April 2017, dan akan melakukan perjalanan empat sampai lima hari untuk mencapai semenanjung.

Rencana gugus tempur kapal induk USS Carl Vinson yang akan melakukan muhibah (port visit) ke Australia mendadak dibatalkan. Seluruh kapal diperintahkan berlayar ke Semenanjung Korea.

Perintah yang dikeluarkan oleh Laksamana Harry Harris selaku Panglima US PACOM (Pacific Command) ini memang tidak biasa karena diumumkan kepada pers.

Pengumuman mengenai pergerakan gugus tempur kapal induk ini jelas dimaksudkan untuk mengirimkan pesan yang tegas dan jelas terhadap Korea Utara (Korut).

Saat ini sudah ada kelompok tempur kapal Induk USS Ronald Reagen yang dikirim ke Korea Selatan. Kapal induk ini bergabung dalam latihan tahunan bersama dengan Korea Selatan. USS Ronald Reagen juga membawa pasukan elite Seal Tim 6 serta Delta Force yang akan membangun skenario untuk melakukan serangan cepat guna membunuh pemimpin Korea Utara, Kim Jong un.

Menurut Juru Bicara USPACOM, Dave Benham, pengerahan kekuatan tempur ini merupakan langkah yang diperlukan untuk menjaga kesiagaan di wilayah tersebut.

"Korea Utara terus menjadi ancaman nomor satu terkait program uji coba rudal mereka yang gegabah, tidak bertanggung jawab dan mengakibatkan ketidastabilan kawasan. Mereka tetap ngotot mengejar kemampuan senjata nuklir," kata Benham, seperti dikutip situs South China Morning Post, Selasa 18 April 2017.

Ia juga mengungkapkan, Armada Pasifik AS diperintahkan untuk "mengamankan" kepentingan dan sekutu Washington di Pasifik Barat.

Pakar angkatan laut dari China, Li Jie mengatakan, pengerahan gugus tempur armada Carl Vinson, justru semakin menambah ketegangan di Semenanjung Korea.

“Jelas sekali bahwa ini merupakan taktik intimidasi yang diadopsi oleh pemerintahan Trump untuk memaksa Kim Jong-un (pemimpin Korea Utara) melakukan aksi nekat," papar Li.

Sebelumnya, Presiden Donald Trump sudah mengatakan, AS siap bertindak sendiri untuk menghadapi ancaman nuklir Korea Utara.

Sementara, China bersama Rusia tidak diam. Kedua negara yang dekat dengan Korut itu dilaporkan telah mengirimkan kapal mata-mata untuk memantau pergerakan kapal induk Amerika Serikat, USS Carl Vinson, yang tengah bergerak menuju Semenanjung Korea.

Menurut "sejumlah sumber pemerintah Jepang" yang dikutip surat kabar Yomiuri Shimbun, ada sejumlah kapal pengintai yang ditugaskan mengejar armada AS tersebut.

Pengerahan armada ini dikhawatirkan akan dianggap sebagai agresi militer oleh Korea Utara dan kian memperkeruh konflik.

Selama ini, China, sebagai sekutu dekat Korut, dianggap satu-satunya negara yang dapat menekan Pyongyang untuk menghentikan ambisi program nuklirnya.

 

Beijing menekankan seluruh negara untuk menghindari langkah militer dan memperingatkan bahwa konflik Semenanjung Korea bisa pecah kapan saja.

Menteri Luar Negeri China Wang Yi mengatakan, peperangan bisa berdampak buruk bagi seluruh pihak yang terlibat. Menurutnya, krisis di Semenanjung Korea harus diselesaikan melalui proses diplomatik agar dapat mencapai solusi damai.

"Jika perang pecah, semua pihak akan kehilangan banyak. Tidak akan ada pemenang di sini. Bukan orang dengan kekuatan terbesar yang akan menang dalam situasi seperti ini," tutur Wang, seperti dikutip The Independent.

Situasi di Semenanjung Korea kian memanas sejak awal 2017 lalu. Korut terus menjadi sorotan setelah pada awal tahun baru lalu, pemimpin tertinggi mereka, Kim Jong-un, memerintahkan penguatan program rudal balistik antar benua (ICBM) negaranya.

Sepanjang tahun ini, Korut pun sudah meluncurkan beberapa uji coba rudalnya, dua di antaranya mencapai perairan di dekat wilayah Jepang.

Yang terbaru, Korut kembali menguji coba sistem rudalnya pada Minggu (16/4) meski gagal. Peluncuran rudal ini dilakukan sehari setelah Pyongyang menggelar parade militer besar-besaran dengan menampilkan hampir 60 rudal balistik ICBM, di hari ulang tahun ke-105 pendirinya Kim Il-Sung.

(ind/bbs)


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews