Misteri Heli AW101 Seharga Rp 761 M yang Ditolak Jokowi, Ternyata Sudah Tiba di Halim

Misteri Heli AW101 Seharga Rp 761 M yang Ditolak Jokowi, Ternyata Sudah Tiba di Halim

Helikopter AW 101 milik TNI AU saat menjalani tes awal penerbangan di divisi helikopter Leonardo-Finmecanicca di Yeovil, Inggris, pekan lalu. (foto: istimewa)

BATAMNEWS.CO.ID, Jakarta - Presiden Jokowi pernah menolak pembelian heli kepresidenan tahun lalu. Setelah lama tak terdengar kabarnya, tiba-tiba pembelian Heli AW101 ini mencuat kembali. Puncaknya saat Kepala Staf Angkatan Udara (KASAU) Marsekal TNI Hadi Tjahjanto mengaku mendapat laporan kedatangan heli tersebut sekitar 5 hari lalu.

Helikopter buatan Inggris-Italia itu kini sudah berada di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta.

Komisi I DPR menanyakan masalah ini saat rapat dengan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo dan Menhan Ryamizard Ryacudu.

Jawaban Panglima TNI cukup mengejutkan. Gatot mengaku tidak tahu menahu soal pengadaan helikopter ini. Dia malah mengungkap soal peraturan Menhan No 28 tahun 2015 yang membatasi kewenangan Panglima TNI.

Aturan ini menghapus kewenangan Panglima TNI untuk memantau alur perencanaan pembelanjaan alutsista di masing-masing matra. Saat ini TNI AD, TNI AL, TNI AU langsung berkordinasi di bawah Kemhan.

"Kita pernah mengalami bagaimana (masalah pembelian) Helikopter AW-101. Sama sekali TNI tidak tahu. Mohon maaf bila ini kurang berkenan," kata Gatot.

Namun, Menhan Ryamizard juga membantah tahu soal pengadaan alutsista baru ini. Dia berkilah, awalnya rencana pengajuan pembelian pesawat AW 101 berasal dari Sekretaris Negara. Pesawat AW 101 ini diperuntukkan untuk pesawat Kepresidenan. Setelah ditolak, kini datang helikopter ke TNI AU dengan peruntukan sebagai helikopter angkut berat.

Menurut Ryamizard, anggaran pembelian pesawat itu telah dibayarkan oleh Kemenkeu untuk memfasilitasi rencana pengadaan pesawat VVIP Kepresidenan dari Setneg. Untuk itu, Ryamizard membantah anggaran yang dikeluarkan Kemenkeu atas nama Kementerian Pertahanan.

Kepala Staf Angkatan Udara (Kasau) Marsekal TNI Hadi Tjahjanto mengaku telah membentuk tim investigasi pengadaan helikopter AgustaWestland 101.  

"Saya melaporkan bahwa saya akan melaksanakan investigasi yang sudah saya bentuk terhadap pengadaan AW-101. Itu pun saya seizin Panglima TNI," kata Hadi di Kantor Sekretaris Negara, Jakarta, Selasa (7/2).
 
Presiden Jokowi sebelumnya menolak pembelian heli angkut VVIP AW101 buatan Inggris dan Italia seharga 55 juta dolar Amerika Serikat atau setara Rp 761,2 miliar per unit itu karena dinilai terlalu mahal dan tak sesuai kondisi keuangan negara.

Heli PT DI

Rencana TNI AU tersebut menimbulkan polemik. Sejumlah pihak menanyakan kenapa tidak menggunakan helikopter buatan PT Dirgantara Indonesia (DI) saja? Toh, PT DI punya Helikopter EC-725 yang antipeluru dan bisa dimodif untuk mengangkut VVIP.

Direktur Produksi PT DI Arie Wibowo mengatakan, pembelian helikopter AW-101 membutuhkan investasi tambahan, berupa pengadaan bengkel, fasilitas penunjang dan pelatihan pilot serta teknisi yang memakan waktu.

Heli EC-725 buatan PT DI.

Sedangkan pembelian EC-725 dipercaya tidak akan membutuhkan investasi tambahan, karena EC-725 merupakan pengembangan dari helikopter Super Puma yang selama ini digunakan Presiden dan Wakil Presiden RI.

"PT DI sudah mengembangkan Super Puma menjadi EC-725, yang teknologinya tidak berbeda jauh dengan AW-101. Dengan EC-725, artinya bisa menggunakan pilot Super Puma, penguasaan teknologinya lebih mudah," tuturnya.

Arie menekankan fitur-fitur yang ada pada helikopter EC-725 juga sudah sangat layak untuk VVIP sekelas kepala negara. Helikopter jenis ini sudah digunakan oleh sedikitnya 32 kepala negara di seluruh dunia.

"Di setiap unit helikopter EC-725 PT DI terlibat dalam pembuatan fuselage (badan) dan tailboom (buntut) serta melakukan kustomisasi sendiri," jelasnya.

Menurut Arie, helikopter untuk kepala negara seyogyanya dibuat dan dirakit di negara asal, dalam hal ini Indonesia sendiri, agar menjamin keamanan kepala negara.

Anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin, mengatakan bahwa demi keamanan memang sudah selayaknya heli kepresidenan diganti. Namun sebaiknya Jokowi membeli heli buatan PT DI yang seharga 35 juta dolar AS (sekitar Rp 490 miliar).

Bahkan, Super Puma bisa dilengkapi seperti AW 101 Agusta,dengan menambah sejumlah peralatan. Semua alat tersebut diperkirakan seharga 5 juta dolar AS, sehingga harga satu unit Super Puma maksimal sekitar 40 juta dolar AS (Rp 560 miliar),” kata TB Hasanuddin.

Negara juga jadi untung 30 persen dari harga dasar AW-101. Selain itu, pengerjaan helikopter EC-725 melibatkan minimal 700 orang selama setahun, dengan investasi skill untuk anak bangsa yang terus berkembang.

“Selain itu, layanan purna jual seperti perawatan dan pengadaan suku cadangnya pun akan lebih murah dan terjamin,” ujar TB Hasanuddin.

Sementara untuk suku cadang AW-101 pasti akan lebih mahal, diimpor dan tak ada jaminan tidak diembargo.

(ind/merdeka)

 


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews