Mengenal 9 Garis Putus-putus Tiongkok dan Klaim Laut China Selatan

Mengenal 9 Garis Putus-putus Tiongkok dan Klaim Laut China Selatan

Sembilan garis putus-putus yang dibuat China di Laut China Selatan. (foto: ist/net)

BATAMNEWS.CO.ID, Batam - Tiongkok mengklaim bahwa mereka yang berhak atas sebagian besar Laut China Selatan. Klaim itu berdasarkan sejumlah catatan kuno sejarah dinasti-dinasti yang berkuasa di China daratan.

China mengklaim wilayah Laut China Selatan berdasarkan fakta sejarah dimulai era Dinasti Han 110 sebelum masehi. Selanjutnya, China menyebutkan Kepulauan Spratly dan Paracel ditemukan oleh seorang petualang Cina pada masa Dinasti Song. Kesimpulan tersebut diambil karena mereka yakin ada peninggalan kebudayaan dari wilayah Tang di pulau Spratly saat Dinasti Song.

Wujung Zongyao, sebuah literatur militer Cina kuno, mencatatkan kepulauan Paracel ke dalam wilayah kedaulatan kerajaan China. Di buku itu disebutkan bahwa Kepulauan Paracel sebagai Kepulauan Changsa, namun kelanjutan nasib pulau ini tidak jelas setelah Dinasti Song jatuh.

Pada saat Dinasti Ming berkuasa, Pulau Paracel kembali diteliti dan kemudian menambahkan Kepulauan Spratly atau Pulau Shintang ke dalam kedaulatannya. Pada Dinasti Qing, Kepulauan Spratly dan Paracel dimasukkan ke dalam administratif Pulau Hainan.

Setelah Perang Dunia II, tepatnya tahun 1947, pemerintah China membuat peta resmi wilayah kedaulatan Cina. Dalam peta tersebut Cina memberi sebelas garis putus-putus di sekitar Laut Cina Selatan. Termasuk di dalamnya Pulau Spratly dan Paracel. Karena faktor masa lalu inilah, China akhirnya merasa bahwa secara administratif wilayah Spratly dan Paracel (Changsa dan Shitang) masuk ke dalam wilayah kedaulatan mereka.

Tiongkok selalu menegaskan klaim mereka atas Laut China Selatan menggunakan sembilan garis putus (nine dash line). Dengan sembilan garis putus itu, meski klaim Tiongkok tidak menjorok ke laut teritorial Indonesia, akan tetapi berdempet dengan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, yang digunakan para nelayan Indonesia untuk memperoleh penghasilan.

Luas klaim sembilan garis putus, menurut laporan US Department of State, setara dengan 22 persen dari total wilayah darat Tiongkok, atau seluas 2.000.000 km persegi.

Sembilan garis putus itu meliputi wilayah-wilayah yang disengketakan dengan negara lain. Semisal, kepulauan Spratly dan Paracel yang disengketakan oleh Vietnam, kemudian Scarborough Reef yang disengketakan dengan Filipina, dan juga berada di dalamnya Laut Natuna milik Indonesia.

Dalam sembilan garis putus (dash) tersebut, dalam dash 3, laut yang berjarak 75 nm (1 nautical mile= 1,852 km) dari Pulau Sekatung diklaim menjadi wilayah kedaulatan Tiongkok, termasuk laut Natuna.

Menurut Li Guoqiang, Deputi Direktur Studi Perbatasan China di Akademi Ilmu Sosial China, 50.000 km persegi wilayah Indonesia ada yang tumpang tindih dengan wilayah klaim China. "Anda bertanya soal Indonesia? Ada seluas 50 ribu kilometer persegi wilayah tumpang tindih antara klaim China melalui Sembilan Garis Putus-Putus dengan ZEE Indonesia," kata Li Guoqiang, di Beijing.

(ind/bbs)

 


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews