Ini Bukti China Klaim Wilayah Perairan Natuna Melalui 9 Garis Putus-putus

 Ini Bukti China Klaim Wilayah Perairan Natuna Melalui 9 Garis Putus-putus

Sembilan garis putus-putus yang dibuat China di Laut China Selatan. (foto: ist/net)

BATAMNEWS.CO.ID, Jakarta - Insiden penangkapan dan penembakan kapal nelayan China di wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia di perairan Natuna pada Jumat, 17 Juni 2016, mendapat protes dari pemerintah China.

Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia menganggap kejadian-kejadian ini berawal dari tindakan nelayan-nelayan China yang memasuki ZEE Indonesia secara sengaja.

Nelayan-nelayan China menganggap wilayah ZEE Indonesia sebagai tradisional fishing ground atau lokasi penangkapan tradisional mereka. Anggapan para nelayan ini tidak lepas dari dukungan Pemerintah China yang juga menyebut wilayah ZEE Indonesia sebagai traditional fishing ground China.

"Dalam setiap protes Pemerintah China atas tiga insiden selalu disampaikan bahwa para nelayan asal China memiliki hak melakukan penangkapan ikan atas dasar konsep traditional fishing ground," demikian disampaikan Hikmahanto melalui keterangan pers dilansir Okezone, Selasa (21/6/2016).

Konsep ini jugalah yang digunakan China untuk melakukan klaim berdasarkan Nine Dash Line atau Sembilan Garis Putus-Putus di Laut China Selatan. Konsep ini telah ditolak oleh Presiden Joko Widodo karena dianggap tidak memiliki dasar dalam hukum internasional.

Karenanya, menurut Hikmahanto, kebijakan luar negeri Indonesia harus kembali menegaskan tidak diakuinya klaim Nine Dash Line China dan berharap bahwa putusan Arbitrase Internasional dalam kasus Filipina melawan China akan menyatakan Nine Dash Line sebagai sebuah klaim yang tidak sah berdasarkan United Nation Convention on the Law of the Sea (UNCLOS).

Di lain pihak, kata Hikmahanto, Pemerintah China memosisikan diri untuk menolak ZEE Indonesia di wilayah yang mereka klaim sebagai traditional fishing ground. Untuk itu penangkapan para nelayan China di wilayah tersebut oleh KKP dan TNI-AL di samping ditujukan untuk penegakan hukum juga untuk menegakkan hak kedaulatan Indonesia.

Demikian pula dengan protes yang disampaikan oleh Kementerian Luar Negeri (Kemlu) pada setiap insiden penangkapan nelayan China di wilayah perairan Indonesia adalah dikarenakan Indonesia tidak mengakui klaim Nine Dash Line dan traditional fishing ground China.

“Indonesia sudah sepatutnya memosisikan diri sebagai negara yang berkeberatan secara konsisten atas okupasi China berdasarkan Sembilan Garis Putus. Bila tidak, China akan mendalilkan Sembilan Garis Putus telah diterima sebagai hukum kebiasaan internasional,” jelas Hikmahanto.

(ind/bbs)

 


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews