Ironi Kenaikan Harga BBM Saat Minyak Dunia turun

Ironi Kenaikan Harga BBM Saat Minyak Dunia turun

ilustrasi

Batam - Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR-RI menolak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi yang dilakukan pemerintah pada 3 September 2022 lalu. Kenaikan harga energi tersebut dinilai tidak wajar lantaran saat ini harga minyak dunia (ICP) tengah mengalami tren penurunan.

"Sekarang harga minyak dunia sejak Juni ini mengalami tren penurunan dari yang sebelumnya naik hingga USD 120 per barel, sekarang menuju ke USD 89 dan kemarin USD 86 per barel," kata Anggota Fraksi PKS, Mulyanto dalam talkshow bertajuk Antisipasi Dampak Kenaikan Harga BBM, Jakarta, Senin (5/9/2022).

Di dunia, kata Mulyanto harga energi tengah mengalami penurunan. Tak heran sejumlah negara seperti Amerika Serikat menurunkan harga energinya. Per 1 September 2022, Pertamina menurunkan harga BBM non subsidi.

Baca juga: Harga Pertalite Belum Naik, Pertamina Malah Turunkan Harga BBM Non-Subsidi

Langkah yang sama juga diikuti operator BBM swasta lainnya seperti Shell dan Vivo yang beroperasi di Tanah Air. "Sebelum kenaikan BBM subsidi, harga minyak dunia turun. Pertamina juga menurunkan harga BBM-nya, Shell turunkan dan Vivo juga turunkan harganya," kata dia.

Bahkan, Vivo menjual BBM jenis Revo yang memiliki Ron 89 atau setara Pertaliter menjadi Rp 8.500 per liter. Harganya pun lebih tinggi dari harga Pertalite yang disubsidi pemerintah.

"Di Vivo, Revo 89 ini Rp 8.500 lebih murah dari Pertalite yang masih subsidi ini Rp 10.000. Makanya pemerintah minta Vivo menaikkan harganya dari harga jual BBM Pemerintah," tuturnya.

Baca juga: Harga Pertalite dan Solar Dikabarkan Naik per 1 September

Selain itu, Mulyanto menilai migrasi pengguna Pertamax ke Pertalite masih akan berlangsung. Sebab, harga Pertamax juga kembali naik menjadi Rp 16.500 per liter dari sebelumnya Rp 14.500. Kenaikan harga Pertamax pun menjadi yang kedua kalinya di tahun ini.

"Jadi sebenarnya peningkatan demain ini masih ada dan ketidaktepatan tadi. Mobil mewah masih mungkin akan menggunakan Solar atau Pertalite. Belum lagi yang rembes ke sektor tambang, perkebunan hingga ekspor energi ilegal," kata dia.


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews