8 Fakta Terkini Tentang Varian Omicron Menurut Ilmuwan

8 Fakta Terkini Tentang Varian Omicron Menurut Ilmuwan

ilustrasi

Jakarta, Batamnews - Pemerintah mendeteksi lebih dari 1.000 kasus Covid-19 varian Omicron di Indonesia. Varian ini sudah menginfeksi hampir seluruh negara di dunia, meski baru teridentifikasi pertama kali pada 9 November 2021 di Afrika Selatan.

Baru lebih dari dua bulan merebak, Omicron sudah mendominasi penularan dibandingkan varian sebelumnya seperti Alfa, Beta, dan Delta. Pelbagai peneliti dunia terus mencari tahu karakteristik varian ini.

Baca juga: Mata Gatal Disebut Jadi Gejala Omicron, Begini Kata Ahli

Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito mengungkapkan bahwa delapan fakta ilmiah terkini tentang varian Omicron yang sudah dipublikasikan para ahli. Pertama, Omicron lebih menular sehingga memicu kenaikan kasus yang tinggi dibandingkan varian Delta.

Karakteristik cepat menular ini disebabkan varian Omicron memiliki tingkat mutasi tinggi sehingga mempengaruhi kemampuannya dalam menginfeksi tubuh. Fakta ini disampaikan Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO yang dirangkum dari pelbagai temuan para ahli.

"Mencegah penularan sejak level individu adalah cara terbaik mencegah lonjakan kasus," kata Wiku, Rabu (26/1/2022).

Wiku mengatakan, fakta kedua bahwa masa inkubasi Omicron cenderung lebih cepat daripada varian lain. Temuan ini berdasarkan data penelitian awal dan rilis dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC) Amerika Serikat.

Dia menambahkan, fakta selnjutnya berdasarkan studi terbatas di Norwegia serta rilis dari Inggris menyebutkan gejala pada varian Omicron tidak spesifik. Namun, disinyalir lebih ringan, terutama pada kelompok yang sudah memiliki kekebalan.

"WHO dan CDC merekomendasikan tindakan preventif sebagai upaya kunci sebab pada kelompok rentan masih dapat menyebabkan gejala yang parah bahkan kematian," sambungnya.

Keempat, hasil studi terbaru di Denmark, Afrika Selatan, Inggris, Kanada, dan Amerika Serikat menyebutkan angka rawat inap di rumah sakit akibat Omicron lebih rendah dibandingkan varian Delta.

Menurut Wiku, walaupun kasus konfirmasi Omicron tidak akan banyak memerlukan perawatan intensif di rumah sakit, namun harus tetap diwaspadai. Sebab, jika kenaikan kasus terus menerus tinggi maka sistem kesehatan secara nasional dapat terancam akibat permintaan pelayanan di rumah sakit juga ikut meningkat.

"Terlebih pula, tingginya penularan dapat menempatkan populasi rentan dalam situasi yang lebih berisiko," ujarnya.

Kelima, Omicron dapat menular pada penyintas Covid-19. Maka diprediksi, Omicron dapat menghindari kekebalan yang pernah terbentuk akibat varian lainnya. WHO dalam rilisnya menyebutkan fenomena ini telah teramati dalam studi di Afrika Selatan, Denmark, Israel, dan Inggris.

 

Karena itu, Wiku meminta penyitas Covid-19 tidak boleh abai menerapkan protokol kesehatan dan harus tetap vaksin sesuai prosedur yang telah ditetapkan Kementerian Kesehatan.

Baca juga: Omicron 'Menggila' di Singapura, Ace Minta Travel Bubble Batam Ditunda

Keenam, varian Omicron masih terdeteksi dengan alat diagnostik RT-PCR maupun alat diagnostik cepat rapid antigen. Meski demikian, hingga saat ini sensitifitas rapid antigen masih terus ditelaah.

Ketujuh, berbagai studi yang dirangkum oleh WHO menyebutkan bahwa efektivitas vaksin menurun saat berhadapan dengan Omicron. Namun, vaksin masih banyak berperan dalam mencegah keparahan gejala dan kematian. Bahkan, vaksin booster akan lebih efektif mencegah Covid-19.

"Kedelapan, WHO menyebutkan tidak ada dampak signifikan pada efektivitas pengobatan yang sudah dipakai untuk menangani kasus Covid-19 saat ini. Obat yang dipakai untuk varian sebelumnya, masih efektif digunakan untuk Omicron," tutup Wiku.


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews