Pakar: Gunung Semeru 8 Tahun Kumpulkan Energi Sebelum Meletus

Pakar: Gunung Semeru 8 Tahun Kumpulkan Energi Sebelum Meletus

Warga di sebuah desa Kabupaten Lumajang berlarian dengan latar belakang Gunung Semeru yang meletus. (Foto: Twitter)

Yogyakarta - Gunung Semeru di Jawa Timur meletus pada Sabtu (4/12/2021) lalu. Tercatat ada 15 korban jiwa dan 27 orang masih dalam pencarian.

Meletusnya gunung tertinggi di Jawa itu memang cukup mengagetkan. Pasalnya, sejumlah pihak menyebut tak ada tanda-tanda menunjukkan Semeru akan erupsi.

Pakar Vulkanologi UGM Dr Wahyudi mengatakan Gunung Semeru telah masuk status Waspada atau level 2 sejak tahun 2012. 

Baru pada bulan September 2020 aktivitas gunung tersebut mengalami kenaikan ditandai kepulan putih dan abu-abu setinggi 200 meter hingga 700 meter.

"2012 Sampai 2020, selama 8 tahun ini sebenarnya suatu massa yang cukup lama untuk gunung api aktif untuk beristirahat. Ini yang diwaspadai ketika gunung api yang aktif ketika dia tidak aktif itu fasenya mengumpulkan energi," kata Wahyudi dilansir kumparan, Senin (6/12/2021).

"Boleh dikatakan letusan gunung api susah diprediksi tapi bisa diperkirakan potensinya. Waktu lama tidak meletus itu bisa diwaspadai letusan berikutnya cukup besar," jelasnya.

Baca: Gunung Semeru Meletus Luncurkan Awan Panas, Lumajang Gelap Gulita

Hal ini berbeda dengan Gunung Merapi yang setiap 2 tahun mengalami letusan kecil-kecil dan tidak terlalu berbahaya.

Aktivitas Semeru ini berupa keluarnya kepulan putih dan abu-abu kembali terjadi pada Oktober 2020 setinggi 200 meter hingga 1.000 meter. 

Pada 1 Desember 2020, disebutkan Wahyudi, Gunung Semeru juga sempat mengeluarkan awan panas yang diperkirakan sepanjang 2 kilometer hingga 11 kilometer.

Selanjutnya, pada 4 Desember lalu terjadilah erupsi dengan jarak luncur awan panas mencapai 11 kilometer. Erupsi ini diduga disebabkan oleh tingginya curah hujan dan memicu guguran kubah lava.

Baca: Gunung Semeru Meletus, Luncurkan Awan Panas Capai 3 Ribu Meter

"Menyebabkan terjadinya luncuran awan panas. Interpretasi kita mengarah ke situ adanya trigger dari curah hujan yang tinggi. Kubah lava yang sudah tidak stabil dipicu hadirnya curah hujan menyebabkan adanya longsor yang menyebabkan terjadinya awan panas tadi," katanya.

Jangkauan awan panas sejauh 11 kilometer ini jauh lebih panjang dari pada jarak aman yang direkomendasikan pemerintah yaitu 5 kilometer di sisi tenggara dan 1 kilometer di segala arah.

Soal curah hujan tinggi yang menjadi penyebab ketidakstabilan lava, Wahyudi mengatakan bahwa kasus faktor eksternal curah hujan ini memang bisa menyebabkan adanya thermal stres.
"Kalau di dalam panas kemudian terisi air hujan maka akan terjadi steam yang kuat menyebabkan tekanan tinggi nah ini memicu kejadian longsor," katanya.

Kini bahaya lain yang mungkin saja terjadi adalah bahaya sekunder seperti banjir bandang. Material yang lepas dari hulu jika terjadi hujan maka menyebabkan banjir bandang.

"Rekomendasi kami kita perlu melakukan analisis data yang terintegrasi mencakup data-data gempa yang ada di sana. Deformasi juga penting gunung sebelum meletus itu juga membengkak," katanya.

Baca: 45 Orang Alami Luka Bakar Akibat Erupsi Gunung Semeru

"Data gas juga penting. Ada HCL ada CO2 ini juga sangat berkontribusi untuk sebagai indikator gunung api. Juga curah hujan san pengamatan visual. Kita merekomendasikan untuk menganalisis data itu. Ke depan bisa lebih baik dalam memprediksi," pungkasnya.
 


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews