Gus Roy: Kebijakan Publik Partisipatif Itu Perlu!

Gus Roy: Kebijakan Publik Partisipatif Itu Perlu!

Roy Murtadho.(Foto: Whiteboard Journal)

Batam, Batamnews - Kebijakan-kebijakan pemerintah yang muncul tak langsung teramati oleh masyarakat. Persoalan itu muncul ketika sebuah kebijakan tak bisa mewakili atau memberikan dampak yang menjadi solusi bagi publik.

Kebijakan yang dimaksud lebih bisa berupa inisiatif dari legislatif ataupun usulan dari eksekutif. Contoh teranyar adalah Undang-Undang Cipta Kerja yang tak semua masyarakat tahu dan paham.

Seperti yang dikatakan oleh Pengajar Pesantren Ekologi Misykat Al Anwar Bogor, Roy Murtadho bahwa kebijakan pemerintah itu selalu terkait dengan nasib warga negara. Kalau ada kebijakan yang salah, yang terimbas juga masyarakat.

Diskusi pendidikan politik terkait kebijakan publik itu menjadi relevan dengan kehidupan masyarakat, terutama lapisan paling bawah dalam struktur sosial. 

"Jadi rakyat berhak tahu apa yang sedang terjadi dalam proses pengambilan keputusan oleh pemerintah," kata Gus Roy, sapaan akrabnya dalam perbincangan dengan Batamnews, Senin (8/11/2021) malam.

Sementara itu, akses untuk mengetahui kebijakan publik menjadi hal yang tak mungkin didapat. Pasalnya hal tersebut berbenturan dengan sistem politik yang berlangsung saat ini.

"Kalau cari yang idealnya susah. Tapi mestinya ini masuk ke struktur politik. Struktur politik atau sistem politik yang terus berlangsung ini membuat apa yang ideal tadi sama sekali tidak mungkin," kata dia.

Oleh karena itu, saluran-saluran politik yang formal tak pernah menjadi saluran rakyat. Sebab saluran tersebut bukan representasi dari masyarakat.
 
"Itu hanyalah representasi dari sedikit atau segelintir orang yang punya modal dan mengintervensi kebijakan negara," ujar Gus Roy.

Kemudian, kebijakan yang diambil juga tidak melibatkan masyarakat. Selama ini, publik dibayangkan sudah terwakili oleh lembaga legislatif saja.

"Kebijakan itu di ruang kedap suara yang tidak melibatkan masyarakat. Sementara Pemilu tidak cukup karena itu demokrasi pura-pura. Tidak substansial," katanya.

Untuk itu, diskusi membahas etika kebijakan publik menjadi relevan. Karena sejak Pemilu masyarakat sudah ditinggalkan, begitu juga dalam konstruksi politik.

Menurut Gus Roy, rakyat dipanggil kembali dalam drama demokrasi elektoral hanya sebatas akumulasi suara untuk kepentingan para elit saja.

Kemudian dia juga menyentil mengenai kebijakan yang diambil oleh pemerintah, dimana itu tak lahir dari ruang hampa, tetapi lebih kepada situasi politik tertentu. 

Jadi, produk perundang-undangan merupakan cerminan dari kondisi politik dan sosial saat ini.

"Semua kebijakan tidak muncul dari langit secara tiba-tiba, tetapi selalu dalam situasi politik tertentu. Contohnya Cipta Kerja yang lahir dari kondisi dan struktur politik yang ada hari ini," ujarnya.

Untuk itu, saluran-saluran alternatif harus selalu dibuka agar kesadaran masyarakat kembali bangkit. Ketika saluran yang dianggap formil itu sudah macet atau buntu, maka terjadilah demokrasi yang cacat.

"Rakyat dengan mudah ditinggalkan karena sejak dari awal sudah tak adil. Jadi sistem demokrasi semacam ini, ya cacat. Tak bisa dikatakan demokratis. Makanya saluran-saluran alternatif itu harus selalu dibuka," kata dia.

Gus Roy akan membahas lebih dalam mengenai hal ini dalam diskusi publik "Etika dan Kebijakan Publik" yang ditaja LSM Gerakan Bersama Rakyat (Gebrak) Batam pada 20 November 2021.

Dalam diskusi ini, Gus Roy akan tampil bersama dengan pengamat kebijakan publik, Rocky Gerung dan anggota Komisi I DPRD Kepulauan Riau, Uba Ingan Sigalingging.

Diskusi ini juga bisa diakses secara virtual melalui akun Facebook LSM Gebrak melalui link https://www.facebook.com/events/413153706964249/ serta aplikasi Zoom dengan Meeting ID: 354 620 2161 dan Passcode: Gebrak2021.


Komentar Via Facebook :

Berita Terkait

close

Aplikasi Android Batamnews