Produksi Energi Terbarukan di Batam Harus Utamakan Kebutuhan Domestik

Produksi Energi Terbarukan di Batam Harus Utamakan Kebutuhan Domestik

ilustrasi

Batam, Batamnews - Kota Batam mulai bertransisi untuk menggunakan energi terbarukan, hal ini dilihat dari kedatangan dua investor yang telah berkomitmen untuk membangun Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Batam.

Dua investor tersebut yaitu SunSeap Group yang merupakan perusahaan penyedia energi terbarukan terbesar di Singapura, dan PT TBS Energi Utama tbk (TOBA).

Sebagai bentuk komitmen, Sunseap Group telah meneken Nota Kesepahaman (Memorandom Of Understanding/MoU) dengan Badan Pengusahaan (BP) Batam pada 19 Juli 2021, setelah itu disusul oleh PT TBS Energi Utama tbk (TOBA) pada 12 Agustus 2021.

Dalam MoU tersebut, SunSeap Group bekerja sama dalam pembangunan Floating Photovoltaic System (FPV) yang terbesar di dunia, dan juga sistem penyimpanan energi, Energy Storage System (ESS) di atas waduk Duriangkang. Dengan nilai proyek mencapai Rp 29 triliun.

Proyek tersebut akan mengembangkan FPV berkapasitas 2,2 GWp di atas area waduk seluas 1.600 hektar, dan kapasitas ESS mencapai 4000 MWhr.

Co-founder and CEO, SunSeap Group Pte. Ltd., Frank Phuan, mengatakan, pihaknya berterima kasih kepada BP Batam, Kementerian Koordinasi Bidang Perekonomian dan Kedutaan Besar Republik Indonesia untuk Singapura atas dukungan yang terus berlanjut untuk proyek ini.

Ia menyebut proyek ini sangat penting karena merupakan bukti komitmen tegas Indonesia untuk melawan perubahan iklim dan pengurangan jejak karbon melalui pembangkit energi terbarukan.

"Saya sangat menghargai komitmen dan upaya yang dilakukan dari BP Batam, dan kami di SunSeap berkomitmen menjadi mitra dalam membangun FPV dan ESS terbesar di dunia,” kata Frank.

Sementara itu, PT Tbs Energi Utama tbk (TOBA) akan membangun panel tenaga surya terapung di waduk Tembesi. Nilai proyek ini mencapai 470 USD atau Rp 7 triliun.

Diperkirakan daya listrik yang dihasilkan mencapai 333 MW. Tahap pertama sesuai peraturan, pembangunan hanya akan dilakukan pada 5 persen wilayah waduk Tembesi selama satu tahun ke depan. Sedangkan untuk tahap berikutnya akan dilakukan ekspansi di area waduk yang akan lebih luas.

Deputi III BP Batam, secara gamblang mengatakan pembangunan PLTS menjadi tren di Batam karena dipicu kebutuhan energi listrik Singapura.

Sementara itu kebutuhan energi terbarukan untuk dikembangkan Singapura kurang lebih mencapai 20 GW, dan angka itu cukup besar, sedangkan wilayah negara tersebut tidak memadai untuk membangun PLTS.

Oleh karena itu, Singapura memilih untuk mengimpor energi agar kebutuhan energi terbarukan dapat tercapai. Seperti diketahui Singapura merupakan kontributor terbesar menghasilkan gas rumah kaca di Asia Tenggara.

“Sebagai negara jasa, kalau tidak segera shifting ke green energy, maka ke depan bisa berabe, apalagi ada karbon trading sekarang, kalau Singapura tidak memenuhi standard, diberikan opsi beli karbon dari negara tetangga, daripada beli karbon, maka mereka memilih untuk beli energi terbarukan,” ujar Sudirman saat ditemui di Kantor BP Batam, Selasa (19/10/2021).

Oleh karena itu, melalui PLTS terapung yang dibangun di waduk Duriangkang oleh SunSeap Group maka direncanakan energi listrik yang dihasilkan akan diekspor ke negara Singapura.

Sudirman menyampaikan proses ekspor listrik tidak sederhana, pihaknya melibatkan otoritas Bright PLN Batam dan Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (SDM).

“Paling tidak melibatkan 3 pihak, setelah itu melibatkan kedutaan besar Indonesia di Singapura,” katanya.

Walaupun target dari proyek PLTS untuk ekspor listrik, namun Sudriman menyampaikan bahwa pemerintah mengutamakan energi terbarukan tersebut diprioritaskan untuk diserap oleh domestik. Jika energi yang dihasilkan mengalami surplus, baru kemudian diekspor ke Singapura.

“Kalau terlanjur kita memproduksi banyak, tetapi kebutuhan lokal masih terbatas itu kan namanya surplus, misalnya diproduksi 2 giga watt, tapi ternyata yang diserap di Batam hanya 100 mega watt, maka surplus 1,9 giga watt,” jelasnya.

Ia juga menambahkan, Kota Batam telah memenuhi persyaratan untuk mengekspor energi listrik, adapun syarat yang dimaksud yaitu listrik yang diproduksi di Batam tidak ada subsidi dan selama ini produksi listrik sudah surplus sehingga dapat mengekspor ke Tanjungpinang.

“Itu yang menjadi syarat sehingga diperbolehkan untuk ekspor, kami juga intensi komunikasi dengan Kementrian ESDM,” ucapnya.

Rencana ekspor listrik tersebut rupanya berlanjut dengan adanya Joint Developent Agreemen (JDA) atau perjanjian pengembangan bersama antara Bright PLN Batam dan PT Trisurya Mitra Bersama (Suryagen) dan perusahaan pengembangan energi baru terbarukan Singapura, Sembcorp Industries.

Bright PLN Batam akan mengembangkan pilot project ekspor listrik tenaga Surya dari Indonesia ke Singapura. Projek tersebut dilakukan setelah menerima izin prinsip dari Energy Market Authority (EMA) Singapura.

Wilayah pengembangan meliputi Kota Batam, Bintan dan Karimun (BBK).
Rencananya, proyek ini akan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dengan daya mampu sekitar 1GWp.

Ditambah lagi didukung dengan sistem penyimpanan tenaga berupa energi baru terbarukan untuk meningkatkan pasokan energi di Batam dan skala besar akan di ekspor melalui kabel bawah laut ke Singapura.

Direktur Utama Bright PLN Batam, Nyoman S Astawa mengatakan bahwa pihaknya sebagai penyedia tenaga listrik utama akan berkomitmen pada peningkatan penggunaan energi bersih dan energi baru terbarukan.

“Saat ini, Bright PLN Batam terus bertransformasi ke arah yang lebih baik. Kami yakin dengan adanya pengembangan bersama ini akan memberikan kesempatan bagus untuk Batam dan terus meningkatkan pengetahuan dalam mengembangkan energi baru terbarukan dengan skala besar. Semoga dapat memberikan kontribusi untuk pengembangan energi bersih di Indonesia,” kata Nyoman di Singapura, Senin (25/10/2021).

Dengan adanya proyek PLTS ini, disampaikan Nyoman bahwa pembangkit listrik dengan bahan bakar fosil masih tetap dipertahankan. Nyoman mengatakan pihaknya masih memelihara pembangkit listrik yang ada dengan sebaik-baiknya.

“Tetap kami operasikan sebaik-baiknya agar gas bungan masih dalam ambang batas polusi yang ditetapkan KLH (Kementrian Lingkungan Hidup). Sedangkan untuk memenuhi pertumbuhan listrik kedepannya sudah memulai untuk mengembangkan pembangkit listrik menggunakan energi terbarukan,” katanya.

Berdasarkan laman resmi PLN Batam, diketahui sarana produksi pembangkit listrik di Batam baik itu milik PLN Batam maupun mitra berjumlah 71 pembangkit dengan daya yang terpasang mencapai 379.930 kW sedangkan daya mampu netto rata-rata mencapai 306.220 kw, namun data itu masih data tahun 2016.

Terbaru, Nyoman menyebut kapasitas pembangkit listrik di Batam mencapai 595 MW dan perkiraan beban puncak kurang lebih 456 MW.

“Sehingga ada cadangan daya sekitar 96 MW," kata Nyoman dalam keterangannya, seperti dikutip di detik finance, Minggu (9/5/2021).

Jika pembangkit listrik berbahan bakar fosil masih dioperasikan, membuat warga Teluk Nipah, Kabil, Nongsa yang berada berdekatan dengan PLTU Tanjung Kasam masih harus berhadapan dengan debu hitam yang bersumber dari bongkar muat batubara.

Ismail (51), warga Teluk Nipah mengatakan debu hitam akan mulai bertebaran pada bulan Februari saat angin musim utara.

“Kan angin kencang, itu pas mereka lagi pembongkaran, debu hitam pasti berterbangan ke sini, ke rumah-rumah warga, ke jalanan, sampai ke daun-daun pohon,” ujar Ismail, Rabu (27/10/2021).

Karena ketidaknyamanan itu, warga sempat melakukan protes kepada PT TJK Power sebagai pengelola PLTU Tanjung Kasam, perusahaan kemudian memberikan uang senilai Rp1,1 juta untuk setiap Kepala Keluarga (KK) per tahun sebagai kompensasi.

Ismail menyampaikan uang kompensasi itu diterima mereka sejak PLTU Tanjung Kasam berdiri pada tahun 2011.

Senada dengan Ismail, warga Teluk Nipah lainnya, Ali (50) menyampaikan uang kompensasi itu diberikan selama 25 tahun. Selain debu hitam bertebaran, Ia mengingat pernah ada limbah berupa oli hitam di pinggir laut, waktu itu, Ia masih tinggal di rumah pelantar dekat laut.

“Tapi sekarang limbahnya sudah tidak ada lagi, kalau debu masih ada, dua kali setahun, kalau ada angin musim utara,” ujarnya.

Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI), Surya Darma menyayangkan sikap pemerintah yang berencana mengekspor listrik dari energi terbarukan berupa tenaga surya ke Singapura dari Batam. Sementara itu produksi listrik dari bahan bakar fosil masih dipakai di Kota Batam.

“Negara ini kadang aneh-aneh, energi bersih diekspor, sedangkan energi kotor dipakai diri sendiri,” katanya.

Menurutnya ekpor energi merupakan hal yang lumrah. Akan tetapi jika konteksnya berbanding terbalik jika Batam masih menggunakan bahan bakar fosil untuk pembangkit listrik.

Surya menjelaskan saat ini eranya sedang transisi energi, sehingga kalau tidak disiapkan dengan baik, maka Batam maupun Indonesia akan ketinggalan. Namun saat ini justru pemerintah memprioritaskan kebutuhan listrik negara lain.

“Karena di Batam sudah ada sumber energinya sendiri, jika tidak menggunakan energi terbarukan itu , ya sayang, makin terlambat kita pakai energi terbarukan kita pakai, maka makin rugi,” kata dia.

Ia menilai jika Batam menggunakan energi terbarukan maka memberikan manfaat yang sangat baik, karena tidak perlu lagi memikirkan transportasi untuk membawa bahan bakar fosil berupa batu bara. Kemudian jika pembangkit listriknya menggunakan diesel, maka akan bergantung dari impor minyak.

“Jadi faktor ketahanan kita sangat rapuh, karena bergantung kepada situasi internasional, seperti sekarang harga batu bara tinggi pasti kita akan terancam, tapi kalau energi terbarukan kan tidak tergantung pada situasi tersebut, jadi itu aja lebih banyak ruginya,” kata dia.

Selain itu, batu bara merupakan sumber energi yang paling besar menghasilkan emisi sangat berdampak signifikann bagi kualitas udara. Dalam jangka panjang, emisi karbon itu berpengaruh pada sisi kesehatan. Saat ini mungkin warga Batam atau warga sekitar PLTU Tanjung Kasam tidak menyadari dampak dari pembakaran batu bara tersebut.

“Orang-orang tidak dapat melihat ini dampak dari emisi yang dihasilkan, mungkin mereka menilai kondisi kesehatan menurut karena cuaca sedang tidak bagus, padahal dai berbagai studi dan pendapat para ahli bahwa emisi karbong sangat berdampak bagi kesehatan dan lingkungan,” katanya.

Sementara itu, Anggota Komisi II DPRD Kota Batam, Udin P Sihaloho meminta pemerintah untuk lebih memprioritaskan kebutuhan listrik Batam dari energi terbarukan, baru kemudian dapat melekukan ekspor ke luar negeri.

Ia juga tetap mendukung program pemerintah pusat untuk menghasilkan energi bersih melalui pembangunan berbagai PLTS terapung di Batam.

“Kita juga berharap untuk menyangkut energi bersih tidak hanya dimiliki negara tetangga,” ujar Udin.


Liputan ini hasil Fellowship Transisi Energi diselenggarakan oleh SIEJ dan IESR


Komentar Via Facebook :

Berita Terkait

close

Aplikasi Android Batamnews