Pergantian Tahun Baru 1 Muharram 1443 H, Bersama Suku Laut Batam

Pergantian Tahun Baru 1 Muharram 1443 H, Bersama Suku Laut Batam

Suku laut. (Foto: Dok. Imbalo Iman Sakti)

Oleh: Imbalo Imam Sakti

Ya nyambut tahun baru Islam, 01 Muharram 1443 H itu, bermacam macam bisa dibuat lho. 

Seperti Ali misalnya. Petang itu bersama Arif Fadilah, pemuda lajang usia 24 tahun yang akrab disapa Ali ini, kami menuju Tanjung Gundap. Pemukiman Suku Laut di sekitaran Batam. 

Tak banyak orang muslim disitu, sementara puluhan keluarga sejak tahun 1985, mereka telah menjadi non muslim. 

"Waktu di pulau Ketumbar kami masih Islam," ujar Pak Jantan menjelaskan. 

Kami datangi satu persatu rumah keluarga muslim di kampung itu. 

Pak Bakar, Bakri dan Bilal, sedang ke laut, nebang kayu agak petang dah balik ujar istri Bakri menjelaskan. 

Marahari di ufuk barat. Kami susuri pinggiran Pantai Tanjung Gundap itu menuju rumah Agus. Agus seorang saja yang Islam. Emak bapak, adik beradiknya non muslim.

Agus ke ujung Tanjung Bantu kawannya pasang mesin pompong ujar ayah Agus yang sedang buat Jung sampan kecil untuk dibuat pertandingan. 

"Dah dekat empat puluh tahun saya ikut pendeta, dah tuah tak enak pula sama pendeta, biarlah saya tetap seperti ini," ujar pak Salimi, sambil tersenyum terlihat pipinya keriput, dia hanya bercelana kolor saja tanpa baju terus merapikan Jung yang hendak dibuat perlombaan nanti. 

Bisa dapat 200 ribu rupiah sekali menang lomba. ujarnya lagi. 

Persis di samping rumahnya, adalah rumah Susanto. Kami temui lelaki asal Berakit ini, sedang rebahan. "Baru balik laut, baring kejap. Belum mandi lagi," ujarnya. 

Alhasil, hanya kami berdua sholat Ashar di surau kecil itu. Tak lama dua orang anak lelaki usia delapan tahun datang berlari kecil. Menuju surau. Disambut Ali. 

Sudah sampai bacanya, yang satu belum bisa baca buku iqro yang satu sudah sama "Ja". 

Kami pasang white board diatas kursi, dan membagikan buku iqro kecil kepada mereka. 

Alhamdulillah berganti ganti diajari hingga huruf "Ro". Setelah itu Ali mengajari mereka bacaan Al-Fatihah. 

Matahari sudah benar-benar tenggelam. Masuk pula bulan baru dan tahun baru, hitungan satu Muharram 1443 Hijriyah.

 

Lepas magrib, tak seorangpun lelaki dewasa yang enam orang itu datang ke surau. Istri Bakri seorang saja perempuan dewasa yang ikut bersama dua orang anaknya ikut berjamaah. 

Setelah itu kami belajar ulang membaca buku iqro dan anak anak diajari oleh Ali, guru olahraga SMP 34 Batam ini bacaan Fatihah. 

Sebenarnya Sunil kami ajak. 

Sunil yang baru muallaf, tak dibenarkan emaknya menijak tanah, sedang diobati oleh seorang dukun katanya. 

"Kok enggak boleh mijak tanah tulang?" tanya Ali, kan rumah mereka diatas tanah. Aku tersenyum, begitulah kepercayaan pemukim suku laut disana. 

Seperti kata pak Salimi tadi saat kutanya, ilmu apa pulak yang dimilikinya. "Tak adelah yang biasa saja, minta dapat ikan tangkapan," ujarnya.

 Imbalannya apa? Kita kasih ikan lagi katanya. 

Kalau ilmu untuk memikat ada pak. Tanyaku lagi. Pak Salimi tersenyum agak lebar.

Kita minta rezeki saja pak katanya. Ya rezeki itu yang membuat mereka bertukar keyakinan. 

Belakangan ini, sejak Covid melanda bantuan rezeki yang biasa dari luar mengalir ke mereka, nyaris putus tersendat sendat. Bahkan putus sama sekali.

Ada beras lebih, bagi kami lah, pinta emak Agus. Begitulah kehidupan nelayan di pantai tanjung gundap itu. 

Semoga tahun baru 1443 H ini Covid segera berlalu, kehidupan normal kembali. Dan keimanan merekapun terhadap Allah Subhanahuwataala bertambah. Semoga....


*Penulis merupakan pemerhati sosial di Kota Batam dan pendiri Yayasan Hang Tuah.
 


Komentar Via Facebook :

Berita Terkait

close

Aplikasi Android Batamnews