Akankah Jabat Tangan Kembali Dilakukan Usai Pandemi?

Akankah Jabat Tangan Kembali Dilakukan Usai Pandemi?

ilustrasi

Batam, Batamnews - Sederet upaya yang dilaksanakan dalam menekan penyebaran Covid-19. Salah satu hal yang paling diimbau adalah tidak kontak fisik, seperti jabat tangan. 

Namun yang menarik perhatian, ketika Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden berjabat tangan di depan kamera saat KTT G7 di Jenewa pekan lalu.

Dilansir dari Japan Today, Senin (21/6/2021), beberapa hari sebelumnya di KTT G7 Cornwall, Biden dan para pemimpin dunia saling berhadapan di acara luar ruangan dan menjaga jarak enam kaki atau 1,8 meter. Sementara di Amerika Serikat, sebagian besar pembatasan Covid-19 telah dicabut.

Baca juga: Ini Rekomendasi WHO untuk Kehamilan saat Pandemi

Warga yang sudah divaksin Covid-19 tak lagi diwajibkan mengenakan masker, sekalipun berada di dalam ruangan. Perjalanan domestik tanpa batas dimulai kembali.

Namun, banyak orang Amerika masih bertindak hati-hati. Tak sedikit dari mereka yang tetap memakai masker di toko, kantor, saling menyapa hanya dengan lambaian singkat.

Teknisi telepon New York, Jesse Green menolak untuk berjabat tangan dengan pelanggan. Namun, ia berjabat tangan dengan orang yang ia kenal dan yang telah divaksinasi. "Karena pandemi, orang lebih sadar tentang cara menggunakan tangan," katanya.

Pengacara bernama William Martin menyebut, ia tidak berjabat tangan, baik dengan orang yang belum atau sudah divaksin. Ia tak akan jabat tangan hingga kondisi aman. Ia menambahkan 'aman' tidak akan ditentukan oleh otoritas pemerintah.

 

Beberapa perusahaan dan organisasi AS menggunakan gelang berwarna untuk memungkinkan karyawan, pelanggan, atau pengunjung memberi sinyal keterbukaan mereka untuk dihubungi, yakni merah, kuning atau hijau, dari yang paling hati-hati hingga yang paling nyaman.

"Covid-19 ditransmisikan dengan buruk melalui kontak permukaan dan pada dasarnya adalah virus yang ditularkan melalui udara, (jadi) dasar ilmiah untuk tidak ada kontak kulit diperdebatkan," kata Jack Caravanos, seorang profesor NYU School of Global Public Health.

"Namun, flu biasa, influenza, dan sejumlah penyakit menular lainnya juga ditularkan melalui sentuhan. Oleh karena itu, menghilangkan jabat tangan secara keseluruhan akan berdampak positif bagi kesehatan masyarakat," tambahnya.

Penasihat pandemi Gedung Putih Anthony Fauci menyampaikan pandangannya. "Saya tidak berpikir kita harus berjabat tangan lagi, saya jujur ​​​​dengan Anda," kata Anthony Fauci tahun lalu saat virus itu menyebar ke seluruh dunia.

Baca juga: Bank Dunia Pinjamkan Rp7,18 Triliun untuk RI Tangani Pandemi

Allen Furr, profesor sosiologi di Auburn University, mengatakan, "kami selalu memiliki germophobia, orang yang tidak suka menyentuh orang karena mereka melihat segala sesuatu sebagai penyakit menular."

"Kita mungkin memiliki lebih dari itu, karena efek psikologis bahwa keselamatan disamakan dengan tidak mendekati orang, yang mungkin melekat di benak beberapa orang," jelasnya.

Alternatif Jabat Tangan

Berjabat tangan adalah ritual yang diajarkan kepada anak-anak oleh orang dewasa. Tetapi setelah 16 bulan traumatis, kebiasaan itu adalah salah satu yang bisa melemah jika tidak diturunkan ke generasi berikutnya, kata Furr. Bentuk sapaan lain seperti lambaian tangan atau alternatif seperti "namaste" gaya India bisa menjadi semakin populer dibandingkan dengan jabat tangan yang hangat.

"Begitu banyak yang akan hilang jika kita tidak berjabat tangan," kata Patricia Napier-Fitzpatrick, pendiri The Etiquette School of New York.

 

"Anda dapat mengetahui banyak hal tentang seseorang dengan jabat tangan mereka. Itu bagian dari bahasa tubuh, orang-orang kehilangan pekerjaan di masa lalu karena jabat tangan yang buruk. Ketika menyentuh seseorang, Anda menunjukkan bahwa Anda memercayai mereka, Anda mengatakan 'Aku tidak akan menyakitimu.'"

Pandemi telah mengubah banyak hal tentang kehidupan sehari-hari, dan jabat tangan hanyalah salah satunya. Ujiannya adalah untuk melihat apakah manusia membutuhkannya kembali.

Furr mengharapkan jabat tangan untuk bertahan. "Ini semacam ritual yang terlalu penting dalam budaya kita," katanya.


Komentar Via Facebook :

Berita Terkait

close

Aplikasi Android Batamnews