Tokoh Pejuang HAM-Feminis Mesir, Nawal El Saadawi Meninggal Dunia

Tokoh Pejuang HAM-Feminis Mesir, Nawal El Saadawi Meninggal Dunia

Nawal El Saadawi (Dok The Guardian)

Jakarta, Batamnews - Tokoh pejuang hak asasi manusia perempuan asal Mesir, Nawal El Saadawi, meninggal dunia di usia 89 tahun pada pekan lalu.

Kantor berita pemerintah Mesir, Al-Ahram, mengonfirmasi kabar duka ini melalui pemberitaan yang dirujuk CNN pada Minggu (21/3/2021).

Tak lama setelah kabar ini beredar, sejumlah rekan El Saadawi langsung mengucapkan belasungkawa melalui jejaring sosial, termasuk penulis asal Mesir, Mona Eltahawy.

Melalui kicauan di akun Twitter resminya, Eltahawy mengutip salah satu tulisan di buku karya El Saadawi, Woman at Point Zero.

"Mereka bilang, 'Kalian perempuan kejam dan berbahaya.' 'Saya bicara kebenaran, dan kebenaran memang kejam dan berbahaya,' Nawal El Saadawi, Woman at Point Zero. Feminis Mesir, Nawal El Saadawi, meninggal dunia. Selamat beristirahat, Nawal," tulisnya.

Melalui karya-karyanya, El Saadawi memang terkenal sebagai pejuang hak-hak perempuan Mesir. Ia juga dikenal menentang praktik sunat perempuan.

Akibat pemikiran dan pandangan kerasnya selama hidup, El Saadawi kerap menjadi korban persekusi dan ancaman pemerintah. Ia bahkan sudah bolak-balik dijebloskan ke penjara.

El Saadawi merupakan pendiri sejumlah organisasi HAM, seperti Asosiasi Solidaritas Perempuan Arab dan Asosiasi Hak Asasi Manusia Arab. Pada 1981, ia juga mendirikan majalah feminis bertajuk Al Maowgaha alias The Confrontation.

Selain itu, ia juga menulis sejumlah buku populer, seperti Women and Sex dan Memoirs from a Women's Prison.

Women and Sex sempat dilarang di Mesir hingga nyaris dua dekade. Setelah merilis buku itu, Saadawi juga dipecat dari jabatannya sebagai Direktur Kesehatan Publik di Kementerian Kesehatan Mesir.

Meski demikian, Saadawi tetap memperjuangkan hak-hak perempuan melalui berbagai jalan, termasuk wawancara dengan media-media asing.

"Perempuan tak bisa bebas di dalam kelas sosial atau masyarakat patriarki yang didominasi laki-laki. Inilah alasan kita harus menyingkirkan, melawan opresi kelas, opresi gender, dan opresi keagamaan. Kita tidak bisa bicara soal revolusi tanpa perempuan," kata El Saadawi dalam wawancara dengan CNN pada 2011 silam.


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews