Ternyata Vietnam Lawan Berat Pabrik Sepatu RI, Ini Sebabnya

Ternyata Vietnam Lawan Berat Pabrik Sepatu RI, Ini Sebabnya

Ilustrasi.

Jakarta - Industri sepatu Indonesia menghadapi kenaikan biaya produksi di tengah persaingan dengan negara-negara lain terutama Vietnam. Naiknya biaya produksi mulai dari fasilitas publik seperti tarif tol hingga kenaikan upah minimum kota (UMK) membuat pabrikan sepatu harus berputar otak untuk bertahan, salah satunya perluasan investasi ke wilayah dengan UMK rendah.

"Kemungkinan ada perluasan industri di daerah yang kompetitif, yang kemarin sudah investasi di daerah baru, di 2021 expand kapasitas di daerah baru. Investasi baru ini bukan benar-benar baru, lebih ke perluasan kapasitas atau existing industri yang ada di Jateng atau Jabar pinggiran seperti Majalengka dan Cirebon," kata Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Firman Bakrie via CNBC Indonesia, Kamis (27/1/2021).

Meski terkesan pindah pabrik, namun bukan berarti pabrik tersebut pindah seluruhnya ke tempat baru, melainkan penambahan pabrik baru di lokasi yang kompetitif. Hal ini seperti yang dilakukan banyak pabrikan sepatu tahun lalu, dimana tetap memiliki pabrik di Banten atau Jawa Barat sekitar Bekasi, juga menambah pabrik lain di Jateng.

"Lebih ke perluasan, karena ternyata biaya produksi meningkat, dari logistik bahan baku lebih mahal, bea masuk bahan baku lebih mahal. Ternyata di masa pandemi UMK naik. Fasilitas publik seperti tol itu juga cost logistic, premium kan bisa dikatakan hilang walau ada tapi tertentu aja, itu bagian dari cost logistik. Jadi komponen-komponen tadi naik semua tapi daya beli turun," sebut Firman.

Keputusan untuk memilih tempat yang lebih kompetitif memang bukan tanpa alasan. Jika tidak, maka produk sepatu Indonesia sulit bersaing dengan meningkatnya produksi.

Di sisi lain, Vietnam yang menjadi saingan utama Indonesia memiliki kesepakatan perdagangan bebas dengan Uni Eropa dan tergabung dalam Trans-Pacific Partnership, kesepakatan perdagangan regional yang sempat diikuti Amerika Serikat.

"Bea masuk mereka lebih rendah dibanding dengan Indonesia. Dan jangan lupa kita juga sekarang kita berkompetisi dengan kebutuhan lain. Di seluruh dunia pasti ada penurunan daya beli, sekarang kompetisi nggak hanya produk sejenis, tapi dengan kebutuhan pokok. Harga jadi elemen penting untuk bisa survive di masa pandemi," sebutnya.


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews