Kepala Daerah Wanita Ini Batalkan 850 Pernikahan di Bawah Umur Demi Pendidikan

Kepala Daerah Wanita Ini Batalkan 850 Pernikahan di Bawah Umur Demi Pendidikan

Theresa Kachindamoto

Jakarta - Pernikahan anak di bawah umur masih sering terjadi hingga kini. Seorang kepala daerah di Malawi pun berusaha untuk memutus kebiasaan tersebut dengan cara yang berani dan menginspirasi. Senior Chief bernama Theresa Kachindamoto tersebut dikatakan telah membubarkan ratusan pernikahan anak dan mengembalikan para gadis ke sekolah.

Theresa Kachindamoto adalah senior chief untuk distrik Malawi Pusat, Afrika Timur. Sebagai pejabat, Theresa berusaha untuk menjadikan daerahnya lebih baik dengan menurunkan angka pernikahan anak yang masih marak di sana. Tak tanggung-tanggung, ia telah memutus 850 pernikahan anak dan mengirim ratusan wanita muda untuk melanjutkan pendidikan dari pada jadi ibu rumah tangga.

"Aku bilang pada mereka, 'entah kamu menyukainya atau tidak, aku ingin pernikahan ini dihapuskan'" ungkapnya dilansir Huffington Post. "Awalnya itu sulit tapi sekarang orang-orang mengerti," tambahnya. 

Aksi Theresa dalam menyelamatkan perempuan muda dari pernikahan dini pun dilakukannya dengan maksimal. Wanita tersebut juga telah membuat langkah untuk menghapus ritual yang mengharuskan anak-anak perempuan muda menghadiri kemah inisiasi seksual. Di Malawi, lebih dari setengah gadis memang menikah sebelum usia 18 tahun.

Theresa Kachindamoto sendiri adalah wanita kelahiran distrik Dedza yang sebelumnya bekerja sebagai sekertaris di daerah lain selama 27 tahun. Beberapa tahun lalu, ia dipanggil untuk menjadi kepala daerah di kampung halamannya. Ketika kembali ke Dedza, Theresa melihat gadis 12 tahun dengan bayi dan suami lalu memutuskan untuk mengambil langkah.

"Aku tidak ingin pernikahan muda. Mereka harus pergi ke sekolah. Tidak ada anak yang seharusnya di rumah atau melakukan pekerjaan rumah tangga ketika waktu sekolah. Aku berbicara dengan para orang tua. Aku mengatakan pada mereka 'jika kalian mengedukasi gadis kalian, kalian akan memiliki segalanya di masa depan'" kata Theresa kepada PBB. 

Ia lalu menaikkan batas minimal usia menikah menjadi 18 tahun. Theresa pun memerintahkan bawahannya untuk menandatangani perjanjian demi mengakhiri pernikahan anak. Saat ada sebagian pria yang tidak setuju, Theresa tak segan-segan untuk memberlakukan suspend.

Demi masa depan para gadis muda yang menjadi korban pernikahan anak, Theresa juga mengirim mereka kembali ke sekolah. Untuk mereka yang tidak punya biaya, ia tak segan-segan untuk membayarkan dengan uangnya sendiri. 

Meski berhasil membatalkan pernikahan anak dan mengembalikan para gadis ke sekolah, usaha Theresa bukan tanpa halangan. Aksinya ini telah menerima oposisi dari orangtua dan komunitas, bahkan ia pernah menerima ancaman pembunuhan. Namun hal tersebut tidak menghentikan kegigihannya untuk menghapus pernikahan anak demi masa depan para wanita. 

(pkd)


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews