Suprianto

Wong Jowo Sang Lokomotif Arsitektur Melayu Kota Batam

Wong Jowo Sang Lokomotif Arsitektur Melayu Kota Batam

Suprianto. (Foto: Yogi/Batamnews)

Supriyanto (50) terlihat mondar mandir di kantornya. Beberapa tamu tampak menunggu di ruanggan kerja yang berukuran 4x3 meter itu. 

"Bentar ya mas, lagi ada tamu," ujar pakar Tata Ruang Kota Batam itu menyambut kedatangan Batamnews.co.id, belum lama ini. Kantor Supri tepatnya berada di perumahan Tiban Koperasi, Batam.

Tampak kesibukannya sebagai Direktur CV Almatra Buana, perusahaan konsultan arsitektur ternama di Batam.  

Ruangan kerjanya terlihat sesak oleh buku-buku yang tersusun rapi di dinding. Begitu juga dengan beberapa berkas dalam lemari. 

Kebanyakan buku-buku tentang arsitektur. Menariknya, koleksi-koleksinya ini bertemakan arsitektur Melayu. Diantaranya berjudul Warisan Seni Bina Dunia Melayu, Rumah-Rumah Tradisional, Tunjuk Ajar Melayu, Tenun Melayu Riau dan ratusan buku lainnya. 

Begitu juga di beberapa dinding kerjanya. Master plan bangunan yang dirancang terlihat memiliki desain arsitektur Melayu. 

Di bagian sisi lain ruangan kerja Supri, terpajang miniatur wayang kulit berukuran besar. Pria kelahiran 1966 itu memang berasal dari Sragen, Jawa Tengah.

Supariyanto pun bercerita bagaimana bisa mencintai budaya Melayu.


Proyek awal arsitektur melayu 

Kesukaan Supri di dunia arsitek sudah terlihat sejak SMA. Ia sejak lama menyukai desain bangunan gedung. Ketika masuk bangku kuliah, Supri memilih jurusan Teknik Arsitektur, Universitas Diponegoro, Semarang. 

Begitu juga S2 jurusan Teknik Pembangunan Wilayah dan Kota di kampus yang sama. Tahun 2001 awal Supri datang ke Batam. Ia mendapatkan proyek pembangunan gedung pemerintahan. 

Mulai saat itu bangunan-bangunan kantor pemerintahan di Batam didesainnya memiliki khas Melayu.

Setiap perkantoran yang ia bangun mengunakan ukiran melayu. Seperti memasukan desain kolom dengan corak ukiran Melayu, listplank dg arsitektur

"lebah begayut" serta lancip atap yang disebut "tunjuk langit". Semua itu khasnya arsitektur bangunan melayu.

Bagi Supri, pembangunan yang dilaksanakan tidak proyek semata. Tetapi ada identitas yang harus  dimiliki. Hari demi hari dilaluinya. Ia pun semakin paham beberapa filosofi bangunan Melayu. 

Ketika itu Supri memutuskan menetap di Batam. Ia yakin pembangunan Batam akan tumbuh lebih  baik kedepannya. Terutama di sisi pembangunan gedung.

"Saat itu, saya lihat jasa kontruksi tumbuh berada di angka 10 persen, selain itu menjadi arsitek disini  (Batam) cukup menantang," katanya dengan logat Jawa. 

Supri memahami tugas arsitek, bahwa tidak melihat asal arsitek itu darimana. Tetapi melihat tempat mereka di mana. "Di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung, sebagai arsitek," ujar Supri dengan tegas.

Ketika itu ia terus memahami elemen bangunan yang ada di Melayu. Melakukan beberapa riset  termasuk menemui pakar-pakar arsitektur Melayu, salah satunya pakar Melayu ternama Tenas Efendi Riau.


Pencetus watermark ikon nama daerah di Batam

Kota Batam saat ini sudah mulai tertata rapi. Termasuk beberapa ornamen arsitektur jalan ditambah agar lebih bagus. 

Salah satunya bangunan watermark nama-nama daerah di Nagoya seperti nama Lubuk Baja dan Sei Jodoh. Watermark tersebut didesain semenarik mungkin, sehingga menjadi daya tarik bagi wisatawan yang datang.

Suprilah orang di balik ide itu semua. Mulai dari perancangan hingga pengerjaan. Supri bercerita, menurutnya Batam harus memiliki ciri khas. Salah satunya melalui icon-icon tersebut.  "Ide saya langsung saya ajukan dan diterima pemerintah waktu itu," katanya 

Begitu juga beberapa karya lainnya seperti monumen tepak sirih, gerbang kampung tua, gedung Lembaga Adat Melayu (LAM), gerbang "tanjak" di Kawasan Wisata Jembatan Barelang, beberapa gedung sekolah dan lainnya. Semua bangunan tersebut memiliki ciri khas ornamen Melayu dari tangan pria bekas Ketua Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Kepri itu.


Sukses terbitkan buku Rekam Jejak Arsitektur Melayu

Kegigihannya menyelami sejarah bangunan-bangunan melayu membuahkan hasil. Pria yang pernah merangkap 12 jabatan organisasi sekaligus itu berhasil menerbitkan buku. Bukunya yang berjudul  "Rekam Jejak Arsitektur Melayu" diterbitkan 2015 lalu. 

Buku tersebut menjadikan referensi banyak orang. Di dalam buku terdapat sejarah bangunan Melayu. 

Tidak mudah menemukan bangunan peninggalan Melayu. Ia  bahkan harus ke Penyengat, Lingga, Johor, Serdang Bedagai, Sambas, dan Mempawah.

Proses pembuatan buku tersebut membuat Supri memahami betul sejarah bangunan Melayu. 

Ia pun mememiliki kontribusi dan dipercaya berbagai instansi. Seperti menjadi Kepala prodi Arsitektur Unrika Batuaji, Kota Batam. Ini satu-satunya prodi arsitektur untuk S1 di Provinsi Kepulauan Riau dengan akreditasi B.

Tidak hanya itu Supri juga terlibat dalam penyusunan peraturan daerah (Perda) pembangunan di Kota Batam. Sekarang baginya budaya Melayu menjadi kehidupan baru. 

 

(Yogi Eka Sahputra)


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews