Polemik Pasar Induk, Pedagang : Keluar Mulut Harimau Masuk Mulut Buaya

Polemik Pasar Induk, Pedagang : Keluar Mulut Harimau Masuk Mulut Buaya

Puluhan pedagang mendengarkan sosialisasi oleh Disperindag Batam terkait rencana relokasi lahan Pasar Induk, Selasa (2/10/2018). (Foto: Johannes Saragih/Batamnews)

Batam - Penolakan relokasi dilakukan pedagang Pasar Induk, Jodoh, Lubuk Baja. Pemerintah Kota Batam akhirnya menjalin pertemuan dengan pedagang, Selasa (2/10/2018).

Para pedagang sudah berkumpul sejak siang. Mereka berasal dari beberapa elemen seperti Ketua RT, pemuka masyarakat dan juga LSM Gebrak.

Pertemuan tersebut dihadiri langsung Kepala Disperindag dan ESDM Kota Batam, Zarefriadi, Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Yusfa Hendri, dan Asisten Perkenomian dan Pembangunan Pebrialin, serta beberapa pejabat pemerintah lainnya.

Di pertemuan itu juga hadir pejabat BP Batam.

Acara dimulai dengan pemaparan oleh Zarefriadi terkait rencana pemerintah merelokasi atau membangun ulang Pasar Induk. Ia mengatakan, untuk merelokasi tersebut harus ada beberapa syarat diantaranya harus jelas lahan mulai dikosongkan, pemiliknya dan lainnya.

"Makanya pemindahan ini dilakukan untuk memperbaiki kembali Pasar Induk," katanya.

Ia mengatakan, makanya hari ini pertemuan dijalin semuanya diundang agar pedagang dan pemerintah saling memahami apa yang akan kita lakukan.

"Pemerintah menerima semua keluhan pedagang, contonya kemaren minta hentikan pembongkaran, kita laksanakan karena kita menghargai ibu-ibu," katanya.

Zaref mengaku bingung, warga ingin pasar induk diperbaiki tetapi pemerintah bekerja tidak diizinkan. "Kalau mau diperbaiki kembali, kenapa kami tidak boleh masuk," katanya.

Bahkan, Zaref menerima keluhan warga bahwa desain Pasar Induk yang direncakan beberapa tingkat diminta untuk satu tingkat saja. "Kalau satu lantai lahan tidak ada, ini yang bsa kita lakukan," katanya.

Setelah itu beberapa orang perwakilan pedagang diminta untuk memberikan pendapat. Salah seorang perwakilan pedagang yang juga dari Himpinan Perdangan Bersatu (HPB) Jumpa Siregar mengatakan, persolan Pasar Induk ini cukup panjang sejarahnya, bahkan tahun-tahun sebelumnya Pasar Induk terdiri 4,9 hektar. "Tetapi hari ini hanya 1,6 hektar yang akan dibangun," katanya.

Ia juga mengatakan, sudah pernah melakukan pengecekan ke Badan Pertanahan Negara (BPN) terdapat sertifikat. "Jadi itu yang pertama perlu kita pahami, ternyata yang ditentang warga ini memiliki badan hukum yang jelas," katanya.

Jumpa juga berharap, terkait lahan BP Batam bisa melihat kembali sebenarnya berapa lahan Pasar Induk sehingga sekarang sudah menjadi 1,5 hektare saja. "Padahal sejarahnya pedagang disini sampai menjual tanah dikampung untuk mendapatkan, lahan yang 4 hektar lebih itu," katanya.

Begitu juga yang disampaikan Ketua RT Pasar Jodoh, Tengku Abdul Rahman. Menurutnya, pemerintah bisa memindahkan pedagang ke lahan yang ada 4,9 hektar tersebut. "Kalau lahan itu disediakan, kami akan pindah sendiri, tidak perlu dibongkar, tidak perlu modal, kami yang akan dirikan sendiri," katanya.

Jadi menurut Abdul, tidak perlu diperumit lagi. "Permintaan kami sediakan lahan," katanya disambut teriakan pedagang lain.

Salah sorang perwakilan LSM Gebrak Agung Wijaja mengatakan, dari beberapa pedang ia menangkap bahwa pedagang tidak inginkan permasalah masa lalu terjadi lagi. Janji pemerintah membangun Pasar Induk yang hanya omong kosong. Padahal pedagang sudah menjual aset mereka yang dikampung untuk mendapatkan lahan itu.

"Sampai ada yang jual warisan tanah di kampung, tetapi lihat sekarang jadinya pasar induk seperti ini," katanya.

Padahal, saat itu juga sudah ada miliaran dana yang diperuntukan membangun Pasar Induk. "Jadi ketakutan itu juga mucul dari pedagang," katanya.

Makanya menurut Agung, pemerintah harus memberikan kejelasan terkait kepemilikan kedepannya seperti apa. Jangan sampai setelah direlokasi sementara, setelah pembangunan selesai pedagang tidak mendapatkan haknya. "Jadi terlebih dahulu clear kan dahulu, seperti status lahan, kepemilikan," katanya.

Agung mengatakan, memang pengundian sudah dilakukan, namun pedagang hanya mendapatkan kartu kuning. "Sertifikatnya kemana, jangan sampai dimanfaatkan segelintir orang. Kemaren saja cabut undian entah orang datang darimana ngambil juga," ujar Agung.

Ia membenarkan, masa lalunya Pasar Induk memiliki hampir 5 hektar tetapi sekarang hanya tinggal 1,5 hektare saja, ini juga menjadi pertanyaana warga. "Apakah ini  cara menghilangkan masa lalu," katanya.

Sedangkan pihak BP Batam mengatakan, terkait lahan 4,9 hektare akan dibicarakan kembali. "Sedangkan untuk yang 1,5 hektare sudah dilakukan penghibahan aset dari BP ke Pemko sesuai prosedur," kata Dendi Gustinandar Pelaksana Tugas Direktur Pemanfaatan Aset.

Hasil pertemuan semua pihak akan merapatkan kembali langkah ke depannya, termasuk Pemerintah Kota Batam.

(tan)


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews