Kisah Putra DN Aidit yang Rumahnya Dijarah Setelah Peristiwa G30S/PKI

Kisah Putra DN Aidit yang Rumahnya Dijarah Setelah Peristiwa G30S/PKI

Anak keempat DN Aidit, Ilham Aidit.

Jakarta - Hari ini pada 1 Oktober bangsa Indonesia memperingati Hari Kesaktian Pancasila. Hari Kesaktian Pancasila sendiri lahir lantaran adanya peristiwa pemberontakan G30S/PKI.

Pemberontakan partai Komunis tersebut dianggap sebagai aksi mengganti dasar negara, Pancasila dengan ideologi komunis. Senin (1/10) pemimpin PKI, Dipa Nusantara/ DN Aidit dianggap sebagai orang yang berada di balik peristiwa berdarah itu.

Sama seperti halnya manusia biasa, DN Aidit juga memiliki keluarga. Namun keluarganya mau tak mau 'menanggung' aib ayahnya sebagai pemgkhianat bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Salah satu anak dari DN Aidit adalah Ilham Aidit. Ia menceritakan detik-detik dirinya melihat sang ayah untuk terakhir kalinya.

Saat itu tanggal 30 September 1965, Ilham masih berusia 6,5 tahun. Kala itu, ia dan keluarganya tinggal di Jalan Pegangsaan Barat 4, Jakarta Pusat, kini menjadi Kantor DPP Partai Golkar.

Ilham sempat melihat sang ayah meninggalkan rumah pada pukul 11 malam pada 30 September 1965. Namun ia tak menyangka bahwa saat itulah untuk terakhir kalinya melihat sang ayah.

Seminggu kemudian ibunya juga pergi dari rumah entah kemana.

"Saya meninggalkan rumah itu kira-kira 10 hari setelah itu. Saya sempat enggak ada bapak dan ibu. Kemudian saya dijemput oleh adik ibu untuk pindah ke tempat mereka," ujar Ilham seperti dikutip dari Tribun Jabar, Minggu (30/9).

Keadaan yang sedang tak menentu memaksa Ilham kecil bersama saudara-saudaranya menurut saja diajak pindah. Saking terburu-burunya, Ilham dan saudaranya tak sempat membawa barang-barang apapun dari rumahnya.

Pikirnya ini hanya sementara dan nanti pasti bisa berkumpul lagi dengan ibu serta ayahandanya.

"Kami meninggalkan rumah itu begitu saja. Ada beberapa pembantu langsung kabur," kata Ilham Aidit.

Barang-barang rumah lantas dijarah oleh orang.

"Saat itu rumah sudah ditinggal begitu saja. Kemudian dijarah. Dan hilang semuanya," tambahnya.

Namun anggapan Ilham salah. Media massa semakin gencar memberitakan G30S/PKI dan dari situlah Ilham tahu jika ayahnya dianggap dalang dari peristiwa berdarah ini.

"Ternyata hari demi hari terus di pengasingan. Kami baca di koran-koran headline-nya itu terus. Pupuslah harapan kami bertemu dengan orang tua," ujar Ilham Aidit.

Lalu tibalah kabar yang paling ditakutkan oleh Ilham dan saudara-saudaranya. Pada 23 November 1965, ia menerima kabar jika ayahnya, DN Aidit sudah ditembak mati di Boyolali, Jawa Tengah.

Setelah militer memberangus antek-antek PKI di seluruh Indonesia, masa kecil Ilham seakan terkena 'kutukan' ayahnya. Ia sering berkelahi dengan teman sebaya yang mengejek ayahnya sebagai seorang pengkhianat negara.

(pkd)


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews