Quo Vadis Batam?

Quo Vadis Batam?

foto:istimewa

Dalam kunjungan bersejarahnya ke Shenzhen pada 19 Januari 1992, Deng Xiaoping terlihat bangga sekali dengan keberhasilan eksperimen sistem ekonomi terbuka yang diterapkan di kawasan itu.

"...we have advantages, and more importanly, we have the political power in our own hands.." tegas Deng dihadapan pejabat pemerintah dan pengurus partai kota Shenzhen dan Provinsi Guangdong. 

Shenzhen Special Economic Zones adalah mahakarya Deng yang menjadi tonggak sejarah reformasi ekonomi China sejak tiga dekade lalu. Shenzhen, Zhuhai, Guangzhou dan Shanghai adalah perkawinan sistem sosialis dan kapitalis tanpa menghilangkan identitas asli China.

Komitmen, konsistensi, dan kekuatan politik yang melindungi pengembangan kawasan tersebut menjadi faktor krusial yang mendorong Shenzhen dan China menjadi kekuatan ekonomi baru dunia.

Tidak mengherankan ada banyak kawasan khusus yang menjiplak konsep di Shenzhen berakhir dengan kegagalan. Selain tanpa perencanaan jelas, dukungan politik dan regulasi yang lemah juga menjadi faktor penyebab.

Di sini, kawasan perdagangan bebas Batam juga menunjukkan sinyal yang kurang bagus. Perdebatan soal status apa yang akan dipilih dalam program transformasi Batam masih terus bergulir, ada kelompok yang mendukung Batam tetap sebagai kawasan perdagangan bebas (FTZ).

Begitu juga ada kelompok yang berharap transformasi menjadi kawasan ekonomi khusus (KEK) bisa segera direalisasikan oleh Kementerian Perekonomian, sebagaimana janji pak Menko saat berbicara dalam forum ekonomi di Batam beberapa waktu lalu.

Amanah itu juga yang diberikan Kemenko Perekonomian saat mengutus pimpinan baru BP Batam agar mengawal proses transformasi dalam dua tahun masa jabatan.

Saya tidak berpretensi memihak salah satu kubu. Perdebatan dan saling serang pernyataan di media massa dan sosial malah terkesan sumir dan memperjelas ketidakjelasan.

Apalagi berita terbaru soal rapat terakhir pengusaha dengan Menko Darmin di Jakarta pekan lalu, juga sumir karena tidak ada sepenggal pernyataan dari pemerintah soal kepastian status ini.

Kubu penyuka FTZ terus menerus menebar retorika seakan jika KEK terlaksana akan mematikan daya saing kota dan meluluhlantakkan usaha di luar kawasan. Sementara disisi lain, sampai hari ini pimpinan BP Batam yang menjadi penanggungjawab tranformasi KEK belum juga memberikan penjelasan mengenai seperti apa konsep KEK Batam, prospek dan tantangannya.

Batam ini mau dibawa kemana? Pertanyaan ini saya tujukan untuk pemerintah pusat selaku regulator, dan untuk Pemkot dan BP Batam selaku penguasa kawasan.

Hampir 50 tahun sudah pulau ini terombang ambing dalam retorika regulasi, mimpi Habibie menjadikan Batam sebagai gerbang modernisasi dan liberalisasi ekonomi mengimbangi Singapura juga tak kunjung terjadi.

Lagu lama yang terus diulang ulang sebagai pusat industri, perdagangan, pariwisata dan alih kapal juga tak lagi merdu. Batam hari ini seperti cerita misteri, tak jelas lagi apa visi misi. Dualisme kewenangan seperti kentut yang tak nampak tapi sama-sama merasakan bau.

Saya tidak pesimis apalagi sarkastis. Ini realita yang harus diakui bersama, Batam butuh reorientasi strategi pembangunan untuk menghadapi tantangan masa depan yang makin berat. Batam butuh gebrakan, penyegaran model pembangunan, dan gambaran masa depan!

Tidak cukup hanya bermodal status FTZ dan KEK jika problem regulasi, model kelembagaan/institusi, perencanaan, dan visi misi tidak segera diatasi. Jika pemerintah pusat masih saja setengah hati dengan regulasi liberalisasi ekonomi di Batam maka jangan harap kita bisa terbang tinggi.

Jika model kelembagaan seperti saat ini tidak segera direformasi dan dilebur maka selamanya kedua institusi ini tidak akan pernah akur. Terakhir, tanpa kejelasan roadmap dan model pembangunan, maka siap-siap 50 tahun lagi kita bertemu dalam suasana yang masih gini-gini aja.

Sudah banyak contoh kawasan FTZ dan KEK yang gagal menjadi motor pembangunan ekonomi di banyak negara. Batam akan masuk daftar panjang kawasan gagal jika tidak segera berbenah.

Lalu, apa solusi yang pas buat Batam? Tetap FTZ (plus-plus), ganti menjadi KEK, atau Otonomi Khusus Ekonomi?

Hari ini saya tidak tertarik menawarkan solusi. Saya hanya bisa mengusulkan rekonsiliasi seluruh stakeholder di pulau ini, BP Batam, Pemkot Batam, dan pelaku industri. Pastikan dulu kita mau apa, kemana, dan jadi apa?

Mari akhiri ketegangan soal status ekonomi ini dengan duduk bersama merumuskan strategi pembangunan. Semakin tegang tentu efeknya tidak baik bagi iklim berusaha di kawasan ini.

Apalagi, selama ini Lukita-Rudi belum pernah duduk ngopi satu meja bicara serius soal skenario dan strategi pembangunan Batam 5-10-20 tahun ke depan.

Didepan pintu mobil yang akan membawanya ke Kawasan Ekonomi Khusus Zhuhai, Deng sempat berkata kepada Li Hao, Sekretaris Komite Partai Kota Shenzen, ..Slow growth equals stagnation and even retrogression. We must grasp opportunities; the present offers an excellent one. The only thing I worry about is that we may lose opportunities. If we don't seize them, they will slip through our fingers as time speeds by..

Penulis adalah akademisi Universitas Internasional Batam dan Staf Ahli Bidang Ekonomi Kadin Provinsi Kepri, berdomisili di Batam

 


Komentar Via Facebook :

Berita Terkait

close

Aplikasi Android Batamnews