Batam dan Tanjungpinang Alami Inflasi 0,21 Persen

Batam dan Tanjungpinang Alami Inflasi 0,21 Persen

BATAMNEWS.CO.ID, Batam - Pada bulan Maret, Batam dan Tanjungpinang, mengalami inflasi gabungan sebesar 0,21 persen. Kenaikan sejumlah makanan pokok menjadi pemicu inflasi di Batam. 

Untuk kota Batam mengalami inflasi sebesar 0,27 persen sedangkan Kota Tanjungpinang mengalami deflasi sebesar 0,18.

Berdasarkan data dari BPS Kepri, diketahui bayam, cabai merah dan kangkung menjadi 3 besar penyumbang utama inflasi Kota Batam. Masing-masing andilnya adalah 0,13, 0,11 dan 0,04. Disusul Beras, Kacang Panjang dan Sawi Hijau.

“Praktis 5 besar inflasi Batam disumbang oleh bahan makanan. Total inflasi bahan makanan 1,23 persen, dengan andil sekitar 0,27 persen,” ujar kepala BPS Kepri Panusunan Siregar, Selasa (3/4/2018).

Panusunan mengatakan Inflasi tahunan dari kelompok bahan makanan di Batam juga mencatat angka tertinggi yanki 2,19 persen. Disusul oleh kelompok Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar yang mencatat indlasi tahun kalender sebesar 2,03 persen.

Dari 339 komoditas yang menyusun inflasi Kota Batam, 61 komoditas mengalami kenaikan harga dan 45 komoditas mengalami penurunan harga. 

Sedangkan untuk Kota Tanjungpinang, dari 341 komoditas yang menyusun inflasi, sebanyak 36 komoditas mengalami kenaikan harga dan 31 komoditas mengalami penurunan harga.

Dari tujuh kelompok pengeluaran barang dan jasa yang menyusun Indeks Harga Konsumen (IHK) gabungan 2 kota di Kepulauan Riau, Inflasi gabungan dua kota IHK di Kepulauan Riau disebabkan oleh kenaikan indeks lima kelompok penyusun inflasi. 

Rinciannya kelompok bahan makanan sebesar 0,94 persen, kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau sebesar 0,19 persen, kelompok sandang sebesar 0,15 persen, kelompok kesehatan sebesar 0,29 persen, kelompok pendidikan, rekreasi, dan olah raga sebesar 0,03 persen. 

”Sebaliknya dua kelompok justru mengalami penurunan indeks yaitu: kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar sebesar 0,11 persen serta kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan sebesar 0,10 persen,” jelasnya.

Kelompok bahan makanan memang kerap kali jadi faktor Inflasi di Kepri. Khususnya Batam dan Tanjungpinang yang bukan daerah penghasil, sehingga kebutuhan pangan bergantung terhadap distribusi dari daerah penghasil.

Akibatnya berharap ke daerah penghasil membuat suplai bahan makan sangat bergantung kepada sejumlah faktor. 

Terutama kondisi panen di daerah penghasil dan kelancaran transportasi logistik. Jika salah satu faktor tak menunjukan indikator positif, maka suplai kebutuhan pokok ke provinsi kepulauan ini terhambat. 

Tak jarang terjadi kelangkaan sejumlah komoditas, seperti cabai, sayuran hingga beras. Hal ini tentu memicu kenaikan harga.

Menanggapi hal ini, Perwakilan Bank Indonesia (BI) di Kepri menginisiasi sejumlah kegiatan. Salah satunya adalah Urban Farming di sekolah untuk menekan inflasi Volatile food. Cabai dan sayuran jadi target utama, karena kerap memicu inflasi Volatile food di provinsi kepulauan ini.

“Urban Farming cocok untuk pertanian di daerah perkotaan yang punya lahan terbatas,” ujar kepala Kantor Perwakilan BI Kepri Gusti Raizal Eka Putra.

BI Mendorong kegiatan ini menjadi salah satu ekstrakulikuler di sekolah. Untuk membantu realisasinya, BI akan mengirim tenaga khusus untuk membina keterampilan siswa melaksanakan urban farming.

BI akan coba mencoba membagi komoditas yang akan ditanam. Sehingga jumlah produk yang dihasilkan lebih seimbang. Dengan demikian dipastikan tak ada over usplai yang mengakibatkan kerugian bagi produsen.

“Jangan semua nanam cabai. Begitu panen, harganya jadi turun. Nanti bisa jadi kerugian sehingga dampaknya tak berlanjut,” jelasnya. 

(ret)

 

Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews