Catat! Pelihara Tuyul dan Pesugihan Tetap Kena Pajak

Catat! Pelihara Tuyul dan Pesugihan Tetap Kena Pajak

Ilustrasi pelihara tuyul. (foto: istimewa)

BATAMNEWS.CO.ID - Kicauan seorang warganet dengan nama @alvianoszta di akun twitter resmi Direktorat Jenderal Pajak mendadak viral. Ia menanyakan soal pengenaan pajak atas penghasilan dari hasil pesugihan dan memelihara tuyul.

Warganet dengan nama @alvianoszta bertanya ke akun twitter resmi Ditjen Pajak: “@DitjenPajakRI Min, jika ada seorang pengangguran tetapi dia melakukan pesugihan/miara tuyul sehingga uangnya banyak, apakah dia kena pajak?” kicau @alvianoszta, Jumat (25/8/2017).

Pertanyaan itu tak ditanggapi serius pengelola akun."Pagi mas, pertanyaannya enggak ada yang lain?" kata dia.

Di tengah polemik pertanyaan tersebut, seorang netter lainnya bernama @ari_pratomos juga mengajukan pertanyaan yang hampir sama dengan @alvianoszta. Bedanya, pertanyaan ini diajukan melalui akun resmi milik Ditjen Pajak lainnya, yakni @kring_pajak.

Jawaban pun langsung datang dari @kring_pajak.

Pengamat Pajak Yustinus Prastowo lalu menjawab keingintahuan warganet.

Ia menjelaskan, Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) menganut konsep penghasilan dalam arti luas dan pendekatan accretion dimana ukurannya adalah tambahan kemampuan ekonomis. Adapun tambahan kemampuan ekonomis dibagi dua, yaitu bisa dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan. Artinya, UU PPh tidak mempersoalkan asal-usul atau sumber penghasilan.
 
“Penghasilan dari pesugihan termasuk tuyul adalah obyek pajak, karena bisa diukur dengan bisa dipakai konsumsi dan menambah kekayaan. Jadi jelas, mereka yang memperoleh penghasilan dari miara tuyul terutang pajak,” kata Prastowo melalui akun twitternya @prastow.

Atas dasar itu, masyarakat yang memperoleh penghasilan dari hasil memelihara tuyul harus mendaftarkan diri agar memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), membayar pajak, dan melaporkannya ke Ditjen Pajak. “Soal eksistensi dan aspek akuntansi pajak tuyul ini yang bisa panjang. Tapi ini soal lain, apakah ia dicatat sebagai aset? Intangible? (tidak bisa diraba),” kata dia.

Prastowo pun menjelaskan, jawabannya mengenai pajak atas hasil pesugihan turut menjawab keraguan atau alibi sejumlah orang yang merasa bahwa penghasilan dari sumber-sumber tertentu bebas pajak, misalnya judi, prostitusi, bahkan korupsi. “Semua terutang pajak sejauh bukan obyek yang dikecualikan menurut UU. Nemu duit atau emas di jalan pun penghasilan,” kata dia.

Meski begitu, Prastowo mengatakan, dalam pasal 4 UU PPh memang diberikan contoh penghasilan yang dimaksud. Seperti peredaran bruto (omzet penjualan) sebuah usaha; bunga baik dari deposito, surat utang (obligasi) dan lainnya; hadiah berupa lotere atau undian; transaksi di sektor keuangan ataupun atas pengalihan aset.

Nah, sudah tahu kan jawabannya.

(ind)


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews