Ragam Kisah dari Pulau Penawar Rindu

Ragam Kisah dari Pulau Penawar Rindu

Pelabuhan Rakyat Belakang Padang (Foto: Ajang Nurdin)

“SELAMAT Datang di Kec. Belakang Padang Pulau Penawar Rindu – Kota Batam.” Tulisan berwarna biru berlatar kuning itu terpampang jelas saat perahu kami merapat di Pelabuhan Rakyat Belakang Padang yang dikerubuti puluhan motor sangkut –motor boat untuk mengangkut penumpang.

Pulau ini menjadi pusat perhatian media massa di Kepulauan Kepri selama hampir dua pekan pertama Februari 2017. Ini disebabkan penangkapan sejumlah kapal yang diduga mamasok sembako selundupan dari Malaysia. Aparat menangkap para penyelundup itu tentu saja disebabkan melanggar hukum, namun sebaliknya masyarakat di sana menjadi merana karena kesulitan sembako.

Selain itu, pulau ini kini laksana menjadi anak tiri di negeri sendiri. Dulu masyarakat di sana menggunakan dolar Singapura sebagai alat transaksi jual beli mereka. Pemerintah Singapura juga tak mempersoalkan warga di sana keluar masuk negaranya. Masyarakat menyeberang ke Singapura dengan membawa arang dari pohon bakau.

Bukan hanya itu saja, di sini juga ada legenda yang menarik tentang “batu berantai”, juga tentang kuburan keramat Syech Syarief Bin Maulana Ishak. Ulama ini diperacaya berasal dari Pasai, Aceh, dan wafat di Belakang Padang.

Bahkan Batam pun semula adanya di Belakang Padang, menjadi bagian dari Belakang Padang kemudian dipindahkan ke Pulau Batang yang sekarang ini namanya menjadi Pulau Batam. Belakangan, pada 1983, Batam menjadi kotamadya di Provinsi Riau, dan Belakang Padang menjadi salah satu kecamatan dibawah Kota Batam.

Cerita-cerita itulah yang membuat saya sampai berlabuh di Pelabuhan Rakyat. Klik tautan di bawah ini untuk mengikuti kisah yang terekam dari Belakang Padang:

  1. Mengarungi Punggung Laut Penawar Rindu
  2. Menyesap Kopi Ameng dan Singapura
  3. Legenda Bocah Dihukum Mati di Batu Berantai
  4. Berkeliling Pulau Penawar Rindu

 


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews