Ini Sejarah Raja H Ali Kelana Membangun Pulau Batam

Ini Sejarah Raja H Ali Kelana Membangun Pulau Batam

Jalan Raja H Ali Kelana yang sempat ditukar namanya menjadi Jalan Orchard Boulevard. (foto: Batamnews)

BATAMNEWS.CO.ID, Batam - Nama Jalan Raja H Ali Kelana di Batam Centre ditukar secara sepihak menjadi Jalan Orchard Boulevard. Warga Batam yang mengetahui mengenai siapa Raja H Ali Kelana menjadi geram. Sebab, Raja H Ali Kelana adalah orang yang sangat berjasa membangun Batam hingga menjadi kota industri terkenal. Pergantian nama jalan itu disinyalir untuk kepentingan promosi kawasan Orchard Park yang berada di pertengahan jalan tersebut.

Siapakah Raja H Ali Kelana? Dari berbagai sumber dan literatur, diketahui nama kecilnya adalah Ali. Karena keturunan bangsawan Kerajaan Riau-Lingga, di depan nama kecilnya itu melekat gelar keturunan Raja sehingga menjadi Raja Ali. Beliau juga dikenal dengan nama-nama alias yang lain yaitu Raja Ali Ahmadi, Raja Ali Riau, Raja Ali Bukit, dan Engku Ali Riau. Penambahan "Kelana" di belakang namanya sehingga menjadi Raja Ali Kelana merupakan jabatan yang disandangnya yaitu menjadi Kelana di dalam Kerajaan Riau-Lingga.

Raja Ali Haji atau Engku Kelana merupakan Yang dipertuan Muda Kerajaan Riau Lingga. Gelar Kelana yang disandangnya merupakan jabatan di kerajaan Riau Lingga yang bertugas memeriksa seluruh ceruk, suak atau teluk rantau kerajaan sebelum menjabat yang dipertuan muda.

Pada akhir abad ke-19 (sekitar 1882-1883), Pulau Batam dan kawasan sekitarnya adalah kawasan masa depan dalam kerajaan Riau-Lingga. Paling tidak, kecenderungan ke arah ini telah mulai terlihat sejak pertengahan abad ke-19.

Dalam kasus penanaman gambir umpamanya, konsentrasi izin kebun gambir yang sebelumnya terfokus di Pulau Bintan sejak abad ke-18, mulai beralih ke Pulau Batam karena semakin menipisnya cadangan bahan kayu bakar pendukung pengolahan gambir di pulau Bintan.

Konsekuensinya Batam dan pulau-pulau di sekitarnya menjadi tumpuan dan pusat untuk perluasan kebun gambir yang baru. Pulau Batam menjadi kawasan yang diperebutkan. Bahkan pada tanggal 1 April 1856, bentrok bersenjata diantara dua kelompok peladang gambir dari Singapura dan Batam memperebutkan lahan-ladang gambir di kawasan Sungai Terung dan Sungai Panas.

Sebagai pulau masa depan, Yang Dipertuan Muda Riau Raja Muhammad Yusuf juga mempersiapkan dan menyerahkan sejumlah kawasan tertentu di pulau Batam dan kawasan sekitarnya kepada kaum kerabat dan anak-anaknya.

Dalam sepucuk surat bertarikh Selasa 8 Rabiul Awal Hijrah bersamaan 26 Juli 1898 Miladiah, Raja Muhammad Yusuf atas nama kerajaan Riau-Lingga telah mengurniakan sebagian tanah Pulau Batam kepada puteranya yang bernama Raja Abdullah (Tengku Besar), Raja Ali Kelana dan kepada saudaranya yang bernama Raja Muhammad Thahir.

Secara historis, fondasi pengembangan industri di pulau Batam telah dipancangkan oleh Raja Ali Kelana dan rekan bisnisnya, seorang pengusaha kaya dari Singapura bernama Ong Sam Leong, dengan membuka sebuah pabrik batu bata modern menggunakan mesin-mesin yang diberi nama Batam Brickworks.

Usaha patungan ala itu tak berjalan mulus setelah beroperasi selama beberapa tahun. Semua mulai berubah, sejak Raja Ali Kelana membeli dan menjadi pemilik tunggal Batam Brickworks pada tahun 1896. Keputusan itu disokong pula dengan pemberian sejumlah tanah di Pulau Batam, termasuk lokasi pabrik Batam Brickworks oleh Yang Dipertuan Muda Riau kepada Raja Ali Kelana pada 1898.

Oleh Raja Ali Kelana, pembelian Batam Brickworks itu terus dipublikasikan hingga beberapa tahun kemudian pada sejumlah surat kabar yang terbit di Singapura.  

Di tangan Raja Ali Kelana, Batam Brickworks bersinar. Ketika diambil alih pada tahun 1896, Batam Brickworks telah mampu memproduksi 30.000 batu bata bakar yang keras (Hard-Burnt Brick) per-hari. Semua batu bata yang produksi Batam Brickworks menggunakan merek dagang BATAM yang ditulis dengan huruf kapital pada bagian atas atau sampingnya.

Keberhasilan Raja Ali Kelana dalam mengembangkan Batam Brickwoks tak terlepas dari manajemen modern yang dikendalikan dari kantor pusat serta depot di Singapura dan didukung oleh pabrik dengan mesin dengan mesin-mesin modern pada zamannya di pulau Batam.

Sebagai sebuah perusahaan yang diperhitungkan dalam dunia bisnis di kawasan Selat Melaka ketika itu, nama Batam Brickworks beserta personalia kantor pusat di Singapura dan pabrik di Pulau Batam, dicantumkan dalam direktori bisnis bergengsi di Singapura, The Singapore and Straits Directory, sejak 1901 hingga 1910.

Pada tahun 1906 Raja Ali Kelana selesai membangun dan menampah fasiltas baru pabrik Batam Brickworks di Batu Haji (kini dikenal dengan nama Batuaji) dengan mesin-mesin uap yang didatangkan dari Jerman.

Dengan mesin baru itu, dan didukung bahan baku tanah Batam yang bermutu, Batam Brickworks mampu menghasilkan batu bata dengan kualitas yang terbaik di belahan Timur, dan mampu menyaingi batu bata dari Skotlandia yang juga meramaikan pasar Singapura. Usaha ini berkembang dengan pesatnya sehingga memungkinkan Raja Ali Kelana membeli dua buah kapal uap yang diberi nama Laurah dan Karang.

Karena mutunya, batu bata produksi Batam Brickworks selalu memenangkan sejumlah pertandingan kualitas dan mutu batu bata di Singapura, Semenanjung Melayu, dan kawasan Timur Jauh. Mutunya, mampu menyaingi batu bata produksi Thailand.

Dikarenakan mutunya, batu bata Batam Brickworks pernah mendapatkan award (penghargaan) pada Pinang Agricultural Show di Pulau Pinang pada tahun 1901, dan Hanoi Exposition di Vietnam pada tahun 1902-1903.

Selain dipergunakan di kawasan Riau-Lingga, seperti untuk membangun gedung Mahkamah Besar dan Istana Laut di Penyengat, batu bata produksi Batam Brickworks juga dipergunakan untuk membangun gedung-gedung pemerintah, sarana perkereta-apian di Singapura dan negeri-negeri selat di Semananjung.

Raja H Ali Kelana. (foto: istimewa)

Selain pengusaha, Raja Ali Kelana juga dikenal sebagai budayawan dan penulis. Raja Ali Kelana adalah salah seorang pendiri dan pengurus inti Rusydiah Kelab. Rusydiah Kelab merupakan organisasi cendekiawan Kerajaan Riau-Lingga yang didirikan pada 1885. Perhimpunan ini telah menunjukkan kerja berlandaskan budaya modern dengan mengutamakan penggalakan kemajuan pendidikan dan kebudayaan serta ekonomi. Mereka sangat menyadari bahwa untuk eksis di dunia modern, ilmu dan ekonomi menjadi pilar utama. Di organisasi inilah Raja Ali Kelana menjadi salah seorang pemikir dan penggeraknya.

Sebagai cendekiawan, pada 1896 Raja Ali Kelana ikut mendirikan penerbit Al-Imam, yang kemudian pada 1906-1908 menerbitkan Majalah Al-Imam, yang terbit di Singapura. Raja Ali Kelana yang menjadi donator penerbitan majalah itu.

Pada 1896, Raja Ali Kelana menyelesaikan buku Pohon Perhimpunan pada Menyatakan Peri Perjalanan. Buku dengan gaya jurnalistik itu ditulis berdasarkan hasil perjalanan ke Pulau Tujuh (sekarang Kabupaten Natuna dan Anambas) sebagai bagian tugasnya sebagai Kelana. Bisa dibilang, Raja Ali Kelana merupakan tokoh jurnalistik pertama dari Kerajaan Riau-Lingga.  

(ind/berbagai sumber)

 


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews