Inilah Penyebab Gempa Mentawai Magnitudo 6,9

Inilah Penyebab Gempa Mentawai Magnitudo 6,9

Warga Kota Padang yang berada dekat pantai mengungsi ke tempat lebih tinggi, takut tsunami (ist)

Batam, Batamnews - Pada Selasa (25/4/2023) pukul 03.00 WIB, terjadi gempa bumi dengan magnitudo 7,3 -kemudian dikoreksi BMKG menjadi magnitudo 6,9- di Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat. Guncangan gempa yang berpusat di 0,93 LS dan 98,39 BT dengan kedalaman 84 kilometer dirasakan di tujuh wilayah kabupaten/kota.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sempat mengeluarkan peringatan dini tsunami sebagai dampak dari gempa tersebut, namun beberapa jam kemudian peringatan dini sudah dicabut.

Baca juga: Pasca Gempa Mentawai M 6,9 Guncang Sumatera Barat, Terjadi Tujuh Kali Gempa Susulan

Kepala Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono, melalui akun Twitter @DaryonoBMKG mengatakan bahwa gempa tersebut termasuk dalam kategori gempa megathrust atau bidang gempa yang sangat besar yang terletak pada pertemuan lempeng samudera (Indo-Australia) dan lempeng benua (Eurasia).

"Karakteristik Gempa Megathrust dengan mekanisme naik (thrust fault) di bidang kontak antar lempeng di kedalaman 23 km," tulisnya, Selasa (25/4/2023).

Baca juga: 9 Hidden Gems Batam yang Jarang Diketahui Wisatawan

Sumber gempa megathrust biasanya terletak di bawah laut, sehingga sulit untuk melakukan pengamatan terperinci berdasarkan pengukuran seismik, geodesi, dan geologis.

Disebutkan, di dalam laut, terdapat zona megathrust yakni lapisan batas tipis antara lempeng tektonik yang tenggelam ke dalam mantel bumi dan lempeng utama. 

Gempa bumi megathrust juga berpotensi menghasilkan tsunami dahsyat karena pergerakan vertikal dasar laut besar yang terjadi selama gempa.

Baca juga: Gelombang Kedua PHK di Walt Disney, 4 Ribu Pekerja Diberhentikan

Dunia mencatat, guncangan terbesar yang terjadi di bumi diakibatkan oleh gempa bumi megathrust.

Beberapa gempa bumi megathrust dengan magnitudo tinggi pernah terjadi di dunia, di antaranya adalah Aceh, Indonesia pada tahun 2004, Chili pada tahun 2010, dan Jepang pada tahun 2011. Teknologi Global Positioning System (GPS) digunakan untuk merekam gempa-gempa tersebut.


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews