Polemik Kapal Tanker MV Seniha, Pengacara BRN dan FT Surati Kajagung dan Kapolri

Polemik Kapal Tanker MV Seniha, Pengacara BRN dan FT Surati Kajagung dan Kapolri

Kuasa hukum BRN dan FT, Indra Raharja dan Effendi Sekendang mempertanyakan terbitnya Surat Pemberitahuan Dimulainya Perkara (SPDP) dari Bareskrim Polri ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kepri. (Foto: Juna/Batamnews)

Batam - Persoalan kepemilikan kapal MV Seniha yang bergulir sejak 2016 di Batam, Kepulauan Riau, hingga kini masih terus berlanjut.

Permasalahan kapal tanker itu kembali bergulir setelah kuasa hukum BRN dan FT, Indra Raharja dan Effendi Sekendang mempertanyakan terbitnya Surat Pemberitahuan Dimulainya Perkara (SPDP) dari Bareskrim Polri ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kepri.

Indra Raharja menjelaskan, sebelumnya kliennya terbukti tidak memiliki kesalahan dalam kasus itu, karena dalam masa proses penyidikan dan penahanan selama 60 hari oleh Penyidik, Jaksa Peneliti dari Kejaksaan Agung (Kejagung) yang menangani perkara telah mengembalikan berkas SPDP ke Penyidik Bareskrim dikarenakan hingga batas waktu yg ditentukan undang-undang, penyidik tidak selesai melengkapi petunjuk-petunjuk yg telah disampaikan oleh Jaksa Peniliti.

"Atas hal itu, Jaksa pada Kejaksaan Agung mengembalikan berkas SPDP ke Penyidik Bareskrim Polri dikarenakan hingga batas waktu yg ditentukan undang-undang Penyidik tidak selesai melengkapi petunjuk-petunjuk yg dimintakan Jaksa Peniliti pada Kejaksaan Agung harus dilengkapi" kata Indra, Sabtu (9/7/2022).

Permasalahan ini kembali bergulir ketika pihaknya mendapati surat perihal SPDP yang diterbitkan Dittipidum Bareskrim Polri dan ditujukan ke Kejaksaan Tinggi Kepulauan, Nomor spdp B/53.5a/VI/2022/Dittipidum pada 28 Juni 2022 lalu.

Dalam penerbitan SPDP oleh Bareskrim Polri ke Kejati Kepri ini, pihaknya menemukan beberapa kejanggalan yang terjadi, di mana menurut mereka SPDP tersebut diserahkan Bareskrim Polri ke Kejagung, bukan ke Kejati Kepri.

"Mengacu Surat Edaran(SE) Kejagung Nomor 9 Tahun 2022, ketika kami pelajari ternyata dalam SE itu disampaikan bahwa terdapat kriteria yang dapat dilimpahkan ke Kejati dan kriteria perkara yang harus dilimpahkan ke Kejagung dan berdasarkan SE Nomor 9 Tahun 2022, poin ke-5 huruf B bagian 2,4 dan 6 idealnya SPDP klien kami diserahkan ke Kejagung," jelasnya.

 

Lalu, pihaknya juga menemui kejanggalan ketika Kejagung mengembalikan berkas perkara ke Bareskrim Polri dan memberikan beberapa petunjuk untuk melengkapi berkas perkara. Namun Bareskrim Polri menerbitkan SPDP ke Kejati Kepri.

"Menurut pengamatan kami, berkas ini sudah dikembalikan dengan petunjuk-petunjuk dari Jaksa Peneliti di Kejagung, tapi entah mengapa penyidik Bareskrim Polri terbitkan surat SPDP ke Kejati Kepri. Tidak hanya itu, perkara ini secara perdata juga sudah 2 kali inkracht dan sudah berkekuatan hukum tetap, tetapi entah mengapa ini terus bergulir dan membuat klien kami merasa dirugikan," ujar dia.

Atas berbagai hal yang menurut mereka janggal itu, pihaknya mengambil langkah untuk menyurati Jaksa Agung RI, Burhanuddin dan juga Kapolri Listyo Sigit Prabowo.

"Kepada Kajagung RI, Jaksa Agung Pak Burhanuddin, kami berharap adanya objektifitas dan netralitas yang dapat diberikan kedalam perkara ini dan diharapkan atensinya. Karena ini sangat tanda tanya besar untuk kami dan karena sebelumnya Kejagung kembalikan berkas karena kurangnya bukti-bukti. Jikalapun Penyidik hendak bersurat SPDP lagi ya seyogyanya ke Kejagung. Sedangkan untuk Pak Kapolri Listyo Sigit Prabowo, kami berharap agar ada objektifitas dan netralitas dalam penanganan perkara ini karena jika sesuatu yang tidak bisa memenuhi unsur pidananya, Penyidik harus legowo, karena hal demikian membuat klien kami merasa tidak adanya kepastian hukum hingga saat ini," tutupnya.

Di waktu yang sama, BRN meminta kepastian hukum terkait permasalahan yang tengah berlangsung ini dan berharap adanya kepastian hukum terkait permasalahan ini

"Kami itu sudah dipenjara, mau berapa kali lagi dipenjara, ada apa ini. Harapan saya ini cepat selesai biar ada kepastian hukumnya," kata dia. 

Sebelumnya, kasus perebutan satu unit kapal tanker dengan nama lambung kapal Seniha kembali mencuat ke permukaan akhir tahun 2021 lalu. Kapal Tanker Seniha berbendera Panama itu pernah diperebutkan oleh dua pihak yang saling klaim kepemilikan. 

Kasus ini kembali heboh setelah setelah dua orang yang diduga memalsukan dokumen kapal tersebut ditangkap Bareskrim Mabes Polri. Kedua orang itu adalah BRN dan FT yang sempat masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak Agustus 2019 sebelum akhirnya ditangkap pada Desember tahun lalu.

Kapal MV Seniha-S IMO 8701519 berbendera Panama dikabarkan telah diubah nama menjadi kapal MV Neha IMO 8701519 berbendera Djibouti masih dalam status sebagai objek Sita Jaminan dalam perkara keperdataan di Pengadilan Negeri Batam.

 

Dilansir Batamnews dari Gatra, Kasus ini sempat melibatkan tiga orang oknum pegawai Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) khusus Batam yang diduga turut memalsukan dokumen kapal tersebut. Namun dalam persidangan hanya satu orang oknum KSOP yang terbukti bersalah dan divonis penjara.

Kuasa hukum BRN dan FT menyesalkan penangkapan tersebut sebelumnya. Dalam sebuah konferensi pers sebelumnya yang digelar pemilik perusahaan pengelola kapal Seniha, Togu terungkap, ternyata pelapor atas nama Raef Sharaf El Din warga negara Lebanon (Bulk BlackSea pemilik MV Seniha) masuk daftar pencarian orang Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Mabes Polri.  

Raef, warga Lebanon, tersebut bertindak sebagai orang yang menyuruh membuat surat persetujuan berlayar palsu atas nama kapal Seniha yang saat ini bertuliskan "MV Neha". 

“Dia (Raef) juga menjadi tersangka atas tuduhan pemalsuan surat izin berlayar. Sementara di sisi lain, polisi menangkap klien saya atas tuduhan pemalsuan dokumen kapal, ini  yang harus kita  clearkan dulu,  jangan semua dicampur adukan,” kata salah satu kuasa hukum BRN dan FT, Irwan Tanjung kala itu.

Sementara itu, Togu pemilik perusahan yang berhak mengelola dan memelihara kapal Seniha yang turut diseret kasus tersebut merasa terusik. Menurutnya, tudingan yang dialamatkan Antonio Francis selaku pihak dari Raef Sharaf kepadanya tidaklah benar. 

"Apa yang dikatakan mereka sudah sangat merugikan saya. Mana buktinya kalau itu semua benar," kata Togu.

Togu juga menjelaskan kapal tersebut bukan milik mereka lagi (Bulk BlackSea). “Itu yang saya tegaskan, kalau kapal itu bukan milik mereka lagi," katanya. 

Togu mengungkapkan pihaknya telah melakukan aktivitas pemeliharaan  terhadap kapal Seniha sesuai dengan surat kuasa per tanggal 21 Maret 2021. 

“Kami saat ini terus melakukan penjagaan dan pemeliharaan  kapal NV Neha, kemarin sempat mengalami posisi kemiringan, tapi kami sudah perbaiki lagi agar  tidak rusak,” kata Togu.  

Kapal Seniha kini dikabarkan masih berstatus sita jaminan. Dari laman direktori putusan Mahkamah Agung RI disebutkan Neha IMO 870159 berbendera Djibouti gagal karena adanya pihak yang keberatan. 

Kapal “MV Sineha-S IMO 8701519 berbendera Panama yang telah diubah nama menjadi kapal MV Neha IMO 8701519 berbendera Djibouti masih dalam status sebagai objek Sita Jaminan dalam perkara keperdataan di Pengadilan Negeri Batam dan perkara perdata tersebut belum proses upaya hukum. Halaman 23 dari 124 Putusan Nomor 113/Pid.B/2020/PN.Btm2,” demikian salah satu  petikannya.

Petikan itu juga mengungkapkan kapal Seniha IMO 8701519 ke Galangan Kapal PT DDW Pertama untuk diperbaiki pada 10 April 2010.  PT DDW Pertama merupakan bagian dari perusahaan PT DDW Paxocean. Adapun Jasa Maritim Wawasan Nusantara untuk pengurusan segala dokumen dari kapal laut MV Seniha IMO 8701519 berbendera Panama.  

Sekitar Agustus 2011, tergugat meminta kepada penggugat secara lisan untuk melakukan pekerjaan servis kapal itu yang berada di PT. Drydock Tanjung Uncang, Kota Batam.

Pada Oktober 2016 terdapat transaksi jual beli kapal laut MV Seniha IMO 8701519 berbendera Panama di Batam dengan dihadiri dari calon pembeli. Namun pihak lain mengetahui adanya pergantian nama kapal hingga terjadi perseteruan. 

Maka saat itu majelis hakim berpendapat, hal berikutnya yang harus dibuktikan oleh penggugat adalah apakah tergugat ada melakukan perbuatan cedera janji (wanprestasi) terhadap penggugat dalam hubungan hukum perjanjian pekerjaan perbaikan engine utama kapal MV Seniha-S. 


Komentar Via Facebook :

Berita Terkait

close

Aplikasi Android Batamnews