Nurhayati Menangis saat Mendengar Kasusnya akan Dihentikan

Nurhayati Menangis saat Mendengar Kasusnya akan Dihentikan

Aksi dukungan untuk Nurhayati. (Foto: Antara)

Jakarta, Batamnews - Nurhayati, mantan Kepala Urusan (Kaur) Keuangan Desa Citemu, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon menangis saat mendengar penanganan kasusnya akan dihentikan polisi. Sebelumnya Nurhayati ditetapkan sebagai tersangka usai melaporkan dugaan tindak pidana korupsi mantan Kades Citemu, Supriyadi.

"Setelah mendengar kasusnya akan dihentikan, Nur menangis, karena perjuangannya ada titik terang," tutur kakak Nurhayati, Junaedi (41) di Cirebon, Jawa Barat, Minggu (27/2/2022). Dikutip dari Antara.

Baca juga: Nurhayati Tersangka Usai Lapor Korupsi Bikin Bareskrim-KPK Turun Tangan

Suasana di rumah Nurhayati pada Minggu kemarin ramai dikunjungi tetangga untuk memberikan dukungan dan ucapan selamat, atas dihentikannya perkara yang menjerat Nurhayati.

Junaedi mengaku merasa lega, setelah mendengar dan membaca berita terkait status tersangka adiknya yang segerakan dihentikan.

Bahkan saat memberi tahu bahwa kasus yang menimpanya akan dihentikan, Nurhayati langsung menangis terharu, karena apa yang diperjuangkan beberapa bulan terakhir ini berhasil.

Nurhayati saat ini masih menjalani isolasi mandiri di rumah, setelah sebelumnya dinyatakan positif Covid-19 dan keadaannya terus membaik, hanya saja belum bisa berinteraksi secara langsung.

"Nur masih isolasi, jadi belum bisa bertemu secara langsung, tapi dia sangat senang ketika mengetahui kasusnya akan diberhentikan," tuturnya.

Nurhayati merupakan bendahara desa atau Kepala Urusan (Kaur) Keuangan Desa Citemu, yang menyandang status tersangka korupsi sejak akhir November 2021 lalu.

Kasus yang menjeratnya itu sontak menjadi sorotan publik, saat tersebar video pengakuan Nurhayati yang dijadikan tersangka setelah melaporkan kasus korupsi mantan kepala desanya.

Setelah video tersebut viral, Polres Cirebon Kota yang menangani kasusnya segera menggelar jumpa pers terkait penetapan tersangka Nurhayati.

Nurhayati diduga melanggar Pasal 66 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa. Karena dia memberikan uang dana desa langsung ke Kepala Desa Supriyadi, bukan ke kaur dan kepala seksi pelaksana kegiatan, sehingga menimbulkan kerugian negara.

Atas dasar aturan tersebut, Nurhayati ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi, meskipun dirinya sama sekali tidak memakan uang haram itu.

"Penetapan saudari Nurhayati sebagai tersangka juga sudah sesuai kaidah hukum. Berdasarkan petunjuk yang diberikan jaksa penuntut umum," kata Kapolres Cirebon Kota AKBP Fahri Siregar saat jumpa pers beberapa waktu lalu.

Kasus korupsi yang menjerat Supriyadi terbongkar setelah Nurhayati melaporkan tindakan atasannya ke Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Citemu Lukman Nurhakim, melalui sebuah surat yang ditulis tangan dan bermaterai.

Isi surat tersebut menceritakan keluh kesah Nurhayati, selama menjadi kaur desa setempat, di mana ada beberapa program desa tidak dijalankan, dan uang yang telah dicairkan untuk program itu justru masuk ke kantong pribadi sang kepala desa.

Tindakan kepala desa bukan hanya sekali, namun berlangsung beberapa kali, dengan total uang desa yang masuk kantong pribadi mencapai Rp818 juta.

Laporan Nurhayati melalui surat ke Ketua BPD Citemu, menjadi titik balik terbongkarnya kasus korupsi dana desa yang merugikan negara.

"Kalau tidak ada Nurhayati, maka kasus korupsi yang dilakukan Supriyadi tidak akan terbongkar," kata Ketua BPD Citemu, Kabupaten Cirebon Lukman Nurhakim.

Setelah mendapat atensi dari berbagai pihak, kemudian Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri kembali melakukan gelar perkara kasus Nurhayati yang berlangsung, Jumat (25/2/2022) di Biro Pengawas Penyidik (Wassidik).

Di mana hasilnya menyatakan bahwa penyidik Polres Cirebon Kota tidak memiliki cukup bukti menetapkan Nurhayati sebagai tersangka dugaan korupsi dana desa.

Baca juga: Nestapa Nurhayati, Lapor Kades Korupsi Berbalik Dijadikan Tersangka

"Hasil gelarnya tidak cukup bukti sehingga tahap II-nya (ke kejaksaan) tidak dilakukan," kata Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri Komjen Pol Agus Andrianto.

Agus menambahkan, Polri juga telah meminta Kapolres Cirebon berkoordinasi dengan Kepala Kejaksaan Negeri. Kemudian untuk Dirkrimsus Polda Jawa Barat berkomunikasi dengan Aspidsus Kepala Kejaksaan Tinggi.

"Koordinasilah mereka, artinya bahwa kan kasihan kalau orang tidak cukup bukti begitu kan kasihan. Nanti koordinasi mereka kemungkinan P21-nya kita minta dikembalikan," tegas Agus.


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews