Jaksa Nilai Tudingan Dakwaan Rizieq Imajiner Tak Berdasar

Jaksa Nilai Tudingan Dakwaan Rizieq Imajiner Tak Berdasar

Sidang Habib Rizieq. (ist)

Jakarta - Jaksa Penuntut Umum (JPU) kembali menanggapi nota keberatan terdakwa dan penasihat hukum eks pimpinan Front Pembela Islam (FPI), Muhammad Rizieq Syihab. Sidang kali ini berkenaan dengan dugaan pelanggaran protokol kesehatan di Megamendung, Kabupaten Bogor digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Selasa (30/3/2021).

Nota keberatan yang disampaikan penasihat dan terdakwa secara garis besar berisikan penolakan terhadap dakwaan jaksa dan menilai dakwaan mengandung unsur fitnah.

Jaksa menegaskan, dakwaan dan fitnah dua hal yang berbeda. Jaksa memaparkan dakwaan adalah akta otetintik yang berisikan tentang tuduhan atas perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa dan dianggap telah memenuhi unsur delik dan diajukan serta dibacakan penuntut umum di pengadilan.

Jaksa memaparkan dakwaan dibuat oleh berwenang. Menurut undang-undang yang memiliki kewenangan adalah Penuntut Umum (PU). Selain itu, dakwaan disusun berdasarkan pada bukti-bukti yang diperoleh dari proses penyidikan, diajukan dan dibacakan di pengadilan yang selanjutnya diperiksa dan diputus oleh majelis hakim pada tingkat pertama atau tingkat kasasi.

Sedangkan fitnah, Jaksa mengatakan, perkataan atau tulisan yang bermaksud menjelekkan orang atau kelompok seperti menodai nama baik.

"Dari dua pengertian tersebut di atas terlihat jelas menunjukkan perbedaaan prinsip yang mampu menjawab kekeliruan atau kekesatan berpikir terdakwa yang secara berlebihan dan tidak berdasar menjustifikasi dakwaan kami sebagai suatu fitnah. Padahal jelas antara dakwaan dan fitnah suatu hal berbeda," ucap dia.

Sehingga, Jaksa menilai nota keberatan yang disampaikan oleh terdakwa dan penasihat hukum harus ditolak

"Semua bantahan dan sanggahan terdakwa terhadap dakwaan kami tersebut harus ditolak," ujar dia.

Tak cuma itu, Rizieq Syihab dan penasihat hukum juga menilai dakwaan tidak cermat dan beberapa pasal yang dipersangkakan dituding imajiner. Jaksa menilai tuduhan itu keliru dan tidak berdasar secara yuridis.

Jaksa menyebut penerpaan pasal didasarkan bukti yang diperboleh dari hasil penyelidikan dan secara cermat dengan penuh ketelitian telah dinyatakan lengkap baik secara formil maupun materil.

"Sehingga apa dikatakan penasihat hukum terhadap pasal imajiner, tidak tepat. Mengingat sangkaan yang didakwaan elemen unsur yang sesuai konstruksi vitens atas perbuatan terdakwa bukan pasal imajiner," ujar dia.

Selebihnya, Jaksa menolak menanggapi nota keberatan yang disampikan oleh penasihat hukum dan terdakwa.

Jaksa beralasan itu bukan bagian dari materi nota keberatan melainkan telah masuk ke dalam ruang lingkup pembuktian pokok perkara.

"Sehingga tidak perlu kami tanggapi karena sudah termasuk ruang lingkup pokok perkara. Dan sudah sepatutnya keberatan terdakwa tersebut dikesampingkan," ujar dia.

 

Dakwaan Disebut Kuasa Hukum Rizieq Imajiner

Tim kuasa hukum terdakwa kasus pelanggaran protokol kesehatan Muhammad Rizieq Syihab membacakan eksepsi atau nota keberatan dalam persidangan kasus pelanggaran protokol kesehatan Covid-19 dan kekarantinaan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur.

Di hadapan majelis hakim, tim kuasa hukum mengatakan bahwa Jaksa Penuntut Umum (JPU) menunjukkan ketidakyakinan dalam keseluruhan dakwaan yang ditujukan kepada Rizieq Syihab.

"Uraian mengenai cara melakukan perbuatan yang didakwakan merupakan pengulangan dan semata-mata meng-copy paste dari dakwaan pertama. Padahal dari lima dakwaan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum dalam surat dakwaan, kualitas dari masing-masing tindak pidana dan unsur-unsur dari tindak pidana yang didakwakan memiliki perbedaan antara satu dengan yang lainnya," kata tim pengacara Rizieq Syihab di PN Jakarta Timur, Kamis (26/3).

"Hal ini menunjukkan bahwa Jaksa Penuntut Umum dalam melakukan dakwaan terhadap perkara ini sama sekali tidak yakin atau mungkin bingung, apa sesungguhnya perbuatan yang telah dilakukan dalam perkara ini sehingga dakwaan yang dibuat bukan atas dasar hasil investigasi namun lebih banyak didasarkan atas imajinasi, spekulasi, dan duplikasi, serta kental akan muatan politik dan rekayasa semata," sambungnya.

Menurut tim kuasa hukum, proses hukum terhadap kliennya sangat dipaksakan. Dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 amandemen ketiga, menyebutkan bahwa Indonesia adalah negara hukum sehingga wajib memastikan tidak ada proses yang menyimpang.

"Bila kita kongkritkan dalam perkara a quo, maka banyak sekali pelanggaran terhadap due process of law dan ketidakadilan dalam perkara a quo. Maka sudah sepatutnya majelis hakim dalam perkara a quo membatalkan perkara ini atau setidaknya membatalkan penerapan pasal-pasal akrobatik, aneh dan di luar nalar hukum dalam perkara ini," ujar dia.

Atas dasar itu, tim pengacara Rizieq Syihab meminta majelis hakim agar persidangan benar-benar menjadi proses pengadilan, bukan sekedar proses vonis dan hukuman.

"Habib Rizieq Syihab yang merupakan seorang tokoh agama dan tokoh nasional tidak dibenarkan menjadi target dari kepentingan-kepentingan non yuridis dan kepentigan rezim zalim, dungu, dan pandir yang dengan kekuasannya melakukan penjinakan dengan instrumen hukum," tim pengacara menandaskan.


Komentar Via Facebook :

Berita Terkait

close

Aplikasi Android Batamnews