Jokowi Diminta Tegur Jaksa Agung Atas Pernyataan Tragedi Semanggi I dan II

 Jokowi Diminta Tegur Jaksa Agung Atas Pernyataan Tragedi Semanggi I dan II

Komisi III Panggil Jaksa Agung Terkait Jiwasraya. (Foto: Lipuaten6.com)

Jakarta - Jaksa Agung ST Burhanuddin dinyatakan melakukan pelanggaran hukum atas pernyataannya terkait peristiwa Semanggi I dan II dalam rapat dengan Komisi III DPR pada 16 Januari 2020. Atas putusan tersebut tim kuasa hukum pihak penggugat, korban, meminta Presiden Joko Widodo turut menegur Burhanuddin atas sikapnya.

 

Anggota tim kuasa hukum, M Isnur mengatakan pernyataan Burhanuddin terkait Semanggi I dan II di rapat Komisi III DPR saat itu merupakan pelanggaran konstitusi dan contoh tidak baik. Terlebih lagi, Jaksa Agung Burhanuddin merupakan aparat penegak hukum.

"Kami meminta presiden turun tangan, tegur Jaksa Agung agar tidak ulangi kesalahan sama. Ini kesalahan cukup berat di mana kejaksaan melakukan tindakan dan diputus melanggar hukum. Bagi kami bukan hanya melanggar putusan, ini bagian pelanggaran konstitusi, ini sebuah contoh yang sangat tidak baik," ujar Isnur dalam konferensi pers virtual, Rabu (4/11/2020).

Isnur juga berharap putusan dari Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) tidak membuat Burhanuddin mengambil langkah banding. "Kami berharap Jaksa Agung tidak banding dan kami berharap ia menindaklanjuti seperti perintah hakim," tandasnya.

Diketahui, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) DKI Jakarta memutuskan Jaksa Agung ST Burhanuddin melawan hukum atas pernyataannya terkait tragedi Semanggi I dan II. Pernyataan tersebut disampaikan Burhanuddin dalam rapat dengan Komisi I DPR pada 16 Januari 2020.

Mengutip dari situs resmi direktori putusan Mahkamah Agung, kalimat Burhanuddin yang dianggap melawan hukum yakni peristiwa Semanggi I dan II bukan pelanggaran HAM berat.

 

"Menyatakan tindakan pemerintah berupa penyampaian tergugat dalam rapat kerja antara Komisi III DPR dan Jaksa Agung pada tanggal 16 Januari yang menyampaikan '..peristiwa Semanggi I dan II yang sudah ada hasil rapat paripurna DPR RI yang menyatakan bahwa peristiwa tersebut bukan merupakan pelanggaran HAM berat, seharusnya Komnas HAM tidak menindaklanjuti karena tidak ada alasan untuk dibentuknya pengadilan ad hoc berdasarkan hasil rekomendasi DPR RI kepada presiden untuk menerbitkan Keppres pembentukan pengadilan HAM ad hoc sesuai Pasal 43 ayat (2) UU no.26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM' adalah perbuatan hukum oleh badan dan/pejabat pemerintahan," demikian diktum putusan yang dikutip pada Rabu (4/11).

Putusan yang diketuai oleh Hakim Andi Muh.Ali Rahman itu juga mewajibkan Burhanuddin atau lembaga sebagai tergugat, untuk membuat pernyataan terkait penanganan dugaan pelanggaran HAM berat Semanggi I dan II sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR RI berikutnya, sepanjang belum ada keputusan yang menyatakan sebaliknya. Hakim juga menghukum tergugat membayar biaya perkara Rp285.000.


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews