Uba Sigalingging Gugat Penetapan AKD DPRD Kepri ke PTUN

Uba Sigalingging Gugat Penetapan AKD DPRD Kepri ke PTUN

Ilustrasi.

Batam - Anggota DPRD Kepri Uba Ingan Sigalingging mengajukan gugatan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Tanjungpinang terhadap putusan Ketua DPRD Provinsi Kepri Jumaga Nadeak atas penetapan susunan pimpinan dan alat kelengkapan dewan (AKD) DPRD Kepri periode 2019-2024.

Adapun dasar gugatan bermula pada tanggal 14 Oktober 2019 dimana tergugat melaksanakan rapat paripurna dengan agenda permintaan persetujuan fraksi terkait penggunaan tata tertib (Tatib) DPRD tahun 2014. 

Agenda rapat paripurna ini juga dilanjutkan dengan pembentukan alat kelengkapan tetap DPRD Provinsi Kepri masa jabatan 2019-2024. Dua hal ini yang menjadi dasar gugatan penggugat.

Pada saat rapat pembahasan agenda rapat pertama terkait persetujuan fraksi, penggugat melalui Fraksi Harapan menyampaikan sikap, disertai dengan aksi keluar dari ruang sidang atau aksi walk out tanda penolakan.

Namun dengan aksi walk out tersebut, tergugat tetap memaksakan dan melanjutkan rapat paripurna dengan agenda pembentukan alat kelengkapan dewan tetap DPRD Provinsi Kepri masa jabatan 2019-2024. 

Penolakan ini dilakukan oleh dua fraksi yang ada di DPRD Provinsi Kepri yakni Fraksi Harapan yakni partai Hanura dan PAN dan dari Fraksi Gerindra.

Selain itu pada tanggal 16 Oktober 2019 penggugat mengetahui, bahwa tergugat telah mengeluarkan surat keputusan (SK) DPRD Provinsi Kepri No 13 tahun 2019 tentang susunan pimpinan dan anggota alat kelengkapan DPRD Kepri masa jabatan 2019-2024.

Bukan itu saja penggugat juga telah menyampikan surat keberatan atas keputusan DPRD Provinsi Kepri Nomor 13 Tahun 2019 tertanggal 23 Oktober 2019 melalui Fraksi Harapan.

"Berdasarkan alasan-alasan dan fakta hukum di atas maka penggugat memohon kepada majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara a quo, berkenan memutuskan, pertama mengabulkan pemohonan penundaan objek sengketa," kata Richard Rando Sidabutar, kuasa hukum Uba Ingan Sigalingging kepada Batamnews, pekan lalu. 

Dua memerintahkan tergugat untuk menunda pelaksanaan keputusan tata usaha negara yang diterbitkan tergugat berupa SK DPRD Kepri Nomor 13 tahun 2019, tentang susunan pimpinan dan anggota alat kelengkapan DPRD Kepri masa jabatan 2019-2024 tertanggal 14 Oktober 2019.

Sebagimana diberitakan sebelumnya, dua fraksi DPRD Provinsi Kepri walk out saat rapat paripurna dengan agenda pengesahan tata tertib DPRD dan kelengkapan alat kelengkapan dewan (AKD) DPRD Provinsi Kepri. 

Dua fraksi yang walk out tersebut yakni fraksi Gerindra dan fraksi Harapan (Hanura dan PAN). Kedua fraksi ini menganggap pengesahan AKD tidak sah dan melanggar aturan juga hukum, karena tatib DPRD Kepri yang telah dibuat belum disahkan oleh Kemendagri.

"Bagimana mau mengesahkan AKD, sementara tatibnya saja belum disahkan Kemendagri," kata Ketua Fraksi Gerindra Onward Siahaan di Dompak, Tamjungpinang, Senin (14/10/2019) lalu.

Bila pengesahan AKD ini tetap dilakukan tegasnya, maka ini jelas melanggar aturan dan hukum, sebab atas dasar apa penetapan mitra-mitranya tersebut.

Onward menjelaskan, bahwa apa yang disampaikan Ketua DPRD Kepri yang menyebutkan bahwa hal itu sudah dibahas dan atas dasar hasil rapat yang digalar pada 10 Oktober lalu.

"Rapat pada saat itu kita bawa dalam paripurna dan saya yang mengusulkan. Namun tidak bisa ditetapkan di situ dan mayoritas fraksi meminta agar dibentuk. Saya katakan itu tidak boleh sebelum ada dasar hukumnya," ujarnya.

Aksi walk out ini nantinya akan ditindaklanjuti dan akan dibahas bersama, apakah nantinya pihaknya akan membawa ke PTUN-kan atau bagaimana akan ditentukan setelah rapat bersama.

"Sebenarnya tatib itu sudah dikirim, tinggal menunggu waktu disahkan saja. Pengiriman sudah seminggu lalu, kenapa tidak bersabar. Apa yang dikejar dalam pengesahan AKD ini hingga terkesan tergesa-gesa," bebernya.

Hal senada disampaikan Uba yang menyebutkan, bahwa apabila penetapan AKD ini dipaksa diteruskan, maka sudah jelas ini melanggar hukum dan aturan.

"Kami menilai bila terus dipaksakan, maka penetapan AKD ini ilegal, karena tidak ada tatib yang mendasari. Saya selaku anggota DPRD Kepri yang baru harus menggunakan tatib 2014. Ini logikanya dimana," katanya.

Seharusnya tatib 2014-2019 itu berlaku kepada anggota yang lalu, dan itu sudah diberhentikan. Sementara tatib dengan anggota periode 2019-2024 harusnya tatib baru. 

Tatib baru ini tegasnya, masih dalam kajian di Kemendagri dan belum disahkan. Dia mempertanyakan atas dasar apa Ketua DPRD Kepri dalam paripuna ini menetapkan dan mengesahkan AKD tersebut.

"Bila tetap dipaksakan, maka kami akan mempraperadilkannya ke PTUN. Jangan sampai membuat kesalahan dan membuat contoh kepada daerah di bawahnya yang tidak baik. Kita harus mengacu pada aturan dan landasan yang benar jangan menabrak aturan," bebernya.


Komentar Via Facebook :

Berita Terkait

close

Aplikasi Android Batamnews