Galangan Kapal di Batam Kalah Saing, Ini Penyebabnya

Galangan Kapal di Batam Kalah Saing, Ini Penyebabnya

Ilustrasi galangan kapal.

Batam - Kebijakan pemerintah pengenaan bea masuk antidumping (BAMD) terhadap impor baja dari Tiongkok, Singapura dan Ukraina membuat pengusaha galangan kapal Batam tidak dapat bersaing dengan produk serupa. Hal itu membuat mereka mengalami kerugian besar dalam waktu cukup panjang. 

Ketua Batam Shipyard Offshore Association (BSOA), Sarwo Eddy mengatakan kapal buatan Batam akan lebih mahal karena penerapan BAMD tersebut. 

"Ini menjadi beban tambahan perusahaan shipyard dari Batam," ujar Eddy di Gedung BP Batam saat acara dialog investasi bersama BP Batam, Jumat (15/2/2019).

Eddy menyebutkan untuk kapal berukuran 300 feet dengan harga rata-rata Rp 16 miliar akan dikenakan BMAD senilai Rp 2,5 hingga Rp 3 miliar yang ditanggung oleh si pembuat kapal. Sedangkan pemilik kapal sebagai pengorder tidak dikenakan biaya apapun karena sudah mendapat fasilitas bebas pajak impor.

"Ini berbanding terbalik dengan kapal yang diproduksi di luar negeri kemudian masuk Batam sehingga bebas pajak. Selisih harganya akan jauh sekali," katanya. 

Ia menjelaskan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 50/2016 tentang pengenaan BMAD terhadap terhadap impor produk hot rolled plate (HRP) dari Tiongkok, Singapura dan Ukraina. PMK tersebut muncul karena ada audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di Kantor Kementerian Keuangan. 

"Mereka (BPK) menemukan ada praktek dumping atas impor pelat baja sehingga menerapkan peraturan ini," jelasnya.

Tidak hanya itu, pengenaan BMAD juga berlaku bagi negara yang melewati tiga negara yang dietapkan seperti Tiongkok, Singapura, dan Ukraina. Sehingga pelat baja yang masuk negara tersebut juga otomatis dikenakan BMAD. 

Contohnya plat baja yang diproduksi oleh Krakatau Steel dari Cilegon yang masuk lewat Singapura. Perusahaan tersebut menjual pelat bajanya lebih murah ke Singapura dibanding ke dalam negeri. 

"Selisih harganya jauh dan ini menjadi konsen kami. Dalam hal ini kita lihat Singapura melakukan dumping, tapi Indonesia juga melakukan dumping," kata dia.

Untuk itu pihaknya berharap agar pemerintah dapat mencabut peraturan tersebut, karena dari 50 kapal yang sudah siap untuk mengirim, tetapi pemilik kapalnya tidak tahu mengenai pengenaan BMAD tersebut. 

"Si pembuat kapal tak bisa menaikkan harga untuk menanggung beban BMAD, karena sudah terikat kontrak jual beli dengan si pemilik kapal," katanya. 

Sementara itu, Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam, Eddy Putra Irawadi mengakui bahwa penerapan BMAD ini agak memberatkan bagi Batam sehingga pihaknya sudah mengirimkan surat ke Kemenkeu.

"Ini bahan baku masuk ke Batam. Jadi mau barang haram apa pun masuk ke Batam, kalau HS-codenya berubah, kemudian dijual keluar. Lalu apa salahnya Batam," ujarnya pada kesempatan yang sama. 

(ret)
 


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews