Suka Duka Yetti, Penjual Nasi Padang Beromset Puluhan Juta

Suka Duka Yetti, Penjual Nasi Padang Beromset Puluhan Juta

Sejumlah pembeli mengerumuni mobil kuliner milik Yetti yang menjajakan nasi Padang di kawasan Sungai Panas. (Foto: Yogi/batamnews)

Batam - Suara lantunan ayat suci Alquran keluar dari hanphone Yetti. Sambil bersila, perempuan itu menunggui dagangannya berupa kuliner nasi khas Padang yang dijual menggunakan mobil pick-up yang dimodifikasi.

Di bagian kiri terdapat etalase yang di dalamnya berjejer masakan Padang seperti rendang, asam pedas, gulai, dan lainnya. Di sekeliling mobil berjejeran kursi plastik tempat pengunjung duduk. 

Terkadang mobilnya penuh dikelilingi pembeli, terutama saat memasuki waktu makan siang. Yetti dengan siap menyajikan masakan buatannya sendiri untuk pembeli. 

"Yang mana, nak," katanya dengan ramah menyapa pembeli yang akan memesan.

Yetti bercerita bagaimana usaha masakan Padang di mobil  miliknya itu bisa tumbuh. Usaha itu juga menjadi mata pencarian satu-satunya bagi wanita asal Payakumbuh, Sumatera Barat itu.

Usaha ini sudah ia rintis sejak 6 tahun lalu. Dia membuka lapak kulinernya di tepi jalan, kawasan Sungai Panas, Kota Batam. 

Awalnya mulanya 6 tahun lalu. Yetti mendapat musibah, suaminya Ujang Asran mengalami tangan patah ketika bekerja sebagai tukang di Kota Batam.

Terpaksa penghasilan suaminya tersebut tidak berlanjut. Sehingga membuat ekonomi keluarga Yetti menurun. Padahal saat itu anakanya harus masuk SMK.

Namun wanita satu ini tidak putus asa. Ia mencoba memikirkan sesuatu yang bisa menghasilkan duit.

Setelah musibah itu terjadi satu minggu lamanya. Yetti berpikir untuk menjual makanan masakan Padang. Pasalnya ia sudah mempunyai dasar bisa memasak di kampung halaman dahulu. 

Tidak lama-lama, Yetti menjual barang-barang di rumahnya dan meminjam uang kebeberapa orang untuk modal jualan. Pertama ia membeli mobil Daihatsu Espass. 

"Memang idenya bukan jual di ruko, tetapi mencari pembeli langsung, jualannya di mobil," katanya sambil menyediakan pesanan pelanggannya.

Pada tahun 2012 itu Yetti mulai menjual nasi Padang. Namun tidak langsung membuahkan hasil bagus.

"Menangis-nangis dulu, satu tahun pertama," ujar wanita dua anak ini.

Ia harus menghadapi penggusuran ketika berjualan di tepi jalan. Selain itu beberapa kali tempat ia jajaki mencari pembeli. Mulai dari kawasan pemerintahan Batam Center, kawasan PT Tunas, kawasan pusat perbelanjaan pasar Jodoh, dan lainnya.

"Saat itu sempat drop, penghasilan hanya bisa bayar utang saja," katanya.

Kemudian Yetti mencoba menjual nasi Padang ketika hari Jumat di sekitar Masjid Raya Batam -sekarang Masjid Agung. Di saat itu semangatnya kembali, setiap dagangannya habis terjual. 

"Di situ semangat lagi, jualan saya selalu habis," katanya. 

Setelah satu tahun berjalan akhirnya ia menemukan satu tempat yang cocok yaitu di Depan Vihara Sungai Panas, Batam. Tempat ini memang menjajakan puluhan masakan mulai masakan ringan maupun masakan Padang. Sampai sekarang Yetti tetap berjualan di situ.

Setelah berjualan 4 tahun lamanya Yetti akhirnya bisa membeli mobil baru pick up. Mobil Espass-nya ia pensiunkan karena sudah sering rusak. 

Terlihat terutama pada siang hari pembeli terus silih berganti baik orang kantoran hingga juru parkir. Satu piring nasi Padang hanya dibanderol Rp 10.000 untuk semua jenis lauk. 

Yetti menyediakan hampir semua lauk yang ada di rumah makan masakan Padang. Namun, uniknya ia tidak menjual daging hanya ada ikan dan ayam.

Ada rendang, ikan goreng, ikan gulai, ayam goreng, ayam gulai, sayur lobak, jengkol, tahu dan lainnya. Sedangkan untuk minum satu gelas teh obeng atau teh es hanya Rp3000. 

Yetti mengatakan, ia sangat bersyukur bisa menemukan jalan keluar ekonominya melalui jualan nasi padang di atas mobil tersebut.

Satu hari, ia menghabiskan 9 kilogram beras dengan omset lebih kurang Rp1.000.000 per hari. "Kita libur ketika tanggal merah," katanya.

Sekarang dari penghasilan tersebut anaknya bisa kuliah di Politeknik Kota Batam dan anak paling kecil duduk di bangku SDN 003 Kota Batam. 

Prinsip Yetti dalam berbisnis tidak berorientasi kepada untung. Namun bagaimana dagangannya bisa berputar setiap hari. Akhirnya Yetti saat ini sudah bisa pulang kampung kapan saja setelah sejak belasan tahun lamanya merantau.

(Yogi Eka Sahputra) 
 


Komentar Via Facebook :

Berita Terkait

close

Aplikasi Android Batamnews