Kinerja Tak Jelas, Badan Pengusahaan Tanjungpinang Didesak Bubar

Kinerja Tak Jelas, Badan Pengusahaan Tanjungpinang Didesak Bubar

Ketua BP Tanjungpinang Den Yealta (Foto: Batamnews)

BATAMNEWS.CO.ID, Tanjungpinang - Riau Corruption Watch (RCW) menyatakan Badan Pengusahaan Tanjungpinang sebaiknya dibuburkan jika pemerintah pusat tidak memperkuat legalitas lembaga tersebut.

Ketua RCW Tanjungpinang Mulkansyah, mengatakan, banyak pihak meragukan legalitas BP Tanjungpinang, karena dibentuk berdasarkan Peraturan Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, sedangkan BP Batam, Bintan dan Karimun berdasarkan peraturan pemerintah.

"Kalau dibiarkan beroperasi tanpa legalitas yang jelas dan tegas, dikhawatirkan dapat menimbulkan permasalahan hukum. Jangan sampai orang-orang yang memiliki niat yang baik, bekerja keras untuk mendatangkan investasi menjadi korban," ujarnya, Sabtu (1/4/2017).

Mulkan mengemukakan Peraturan Pemerintah Nomor 47 tahun 2007 yang mengatur tentang BP Bintan sudah cukup jelas. Makna dan implementasi peraturan itu menjadi tidak jelas karena Dewan Kawasan Free Trade Zone (FTZ) yang saat itu dipimpin Ismeth Abdullah menganggap Bintan adalah Pulau Bintan (Kabupaten Bintan dan Kota Tanjungpinang).

Dari penafsiran itu, Dewan Kawasan akhirnya mengeluarkan peraturan untuk membentuk BP Tanjungpinang, yang hingga sekarang tidak dapat berjalan maksimal karena legalitasnya diragukan pemerintah pusat. Implementasi dari Peraturan Pemerintah Pembentukan BP Bintan itu terjadi lantaran Dewan Kawasan dan sejumlah pihak beranggapan pengelolaan FTZ dipengaruhi wilayah administratif pemerintahan otonom.

Padahal BP Bintan, Batam maupun Karimun tidak mempertanggungjawabkan kinerjanya kepada pemerintah daerah, melainkan pemerintah pusat dan Dewan Kawasan.

Sementara FTZ merupakan fasilitas yang diberikan negara untuk meningkatkan investasi sehingga BP Bintan dapat melaksanakan kegiatan perekonomian hingga di Tanjungpinang.

"Apakah Dewan Kawasan diberi amanah atau memiliki hak untuk membentuk BP Tanjungpinang? Ini perlu dikaji dievaluasi," katanya.  

Permasalahan yang terjadi sejak tahun 2007 itu, kata dia seharusnya diselesaikan, bukan dibiarkan sehingga BP Tanjungpinang menjadi lembaga yang dianggap sebagian pihak "antara ada dan tiada". Jika keberadaan lembaga ini tidak diakui, sebaiknya dibubarkan.

Sebaliknya, bila keberadaannya diakui, maka harus diperkuat legalitasnya sehingga pihak BP Tanjungpinang dapat melaksanakan tugas secara maksimal.

"Apa yang terjadi sekarang? Anggaran negara dikelola dan dipergunakan BP Tanjungpinang," ujarnya.

Menanggapi permasalahan itu, Ketua BP Tanjungpinang Den Yealta mengatakan sejak 2-3 tahun yang lalu keberadaan BP Tanjungpinang semakin diakui pemerintah pusat.

Saat ini, kata dia ada empat kementerian yang berhubungan dengan BP Tanungpinang, yakni Kementerian Perdagangan, Badan Koordinasi Penanaman Modal, Kementerian Agraria dan Sekretaris Negara.

"Kami sudah berupaya mengingatkan pemerintah pusat untuk meningkatkan legalitas BP Tanjungpinang sehingga dapat lebih berkembang," katanya.   

Den Yealta mengemukakan dirinya selalu memberi dua pilihan atau pertanyaan kepada pemerintah pusat untuk melihat kondisi BP Tanjungpinang secara utuh yakni apakah sebaiknya BP Tanjungpinang dileburkan dengan BP Bintan atau pemerintah pusat menetapkan peraturan pembentukan BP Tanjungpinang.

"Mungkin pilihan yang kedua agak berat, karena pasti ditanya apakah selama ini BP Tanjungpinang sudah berhasil menarik investasi atau tidak. Bagaimana kami mau menarik investasi kalau legalitas BP Tanjungpinang belum diperkuat?" katanya.

Den Yealta mengatakan selama ini kegiatan di institusi yang dipimpinnya dianggarkan Kementerian Keuangan. Anggaran tidak langsung disalurkan kepada BP Tanjungpinang, melainkan melalui BP Batam.

"Dewan Kawasan juga seperti itu," ucapnya.***


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews