Pengusaha FORPPI Desak Walikota Rudi Tutup Alfamart dan Indomaret

Pengusaha FORPPI Desak Walikota Rudi Tutup Alfamart dan Indomaret

Ketua DPC FORPPI Kota Batam, Marthen Tandi Rura (dua dari kiri) saat hearing di DPR RI beberapa waktu lalu (Foto: Batamnews)

BATAMNEWS.CO.ID, Batam - Toko ritel Alfamart dan Indomaret di Batam terus menggurita. Ratusan toko modern itu berdiri hampir di setiap sudut kota Batam.

Semakin hari, Indomaret dan Alfamart pun terus menguasai pasar ritel. Sejumlah pedagang kecil dan minimarket lain pun terancam gulung tikar.

Forum Pengusaha Pribumi (FORPPI) Kota Batam angkat bicara. FORPPI menilai, Alfamart dan Indomaret telah mematikan ekonomi kerakyatan.

“Walikota agar mencabut  izin bagi Alfamart dan Indomaret,” ujar Ketua DPC FORPPI Kota Batam, Marthen Tandi Rura, Sabtu (17/6/ 201).

Marthen mengatakan, saat ini belum diketahui pasti berapa izin yang dikeluarkan Pemko Batam. Namun beberapa waktu lalu, izin Alfamart diperkirakan mencapai ratusan gerai.

“Selama ini setiap ada yang protes, selalu mendengar jawaban bahwa itu adalah izin lama,” tutur Marthen.

Seharusnya, kata Marthen, keberadaan Alfamart dan Indomaret tersebut bisa merusak ekonomi warga Batam yang hidup dari berdagang.

“Di Sumatera Barat tidak diberikan izin Alfamart dan Indomaret karena dianggap bakal merusak ekonomi daerah, untuk menghidupkan pedagang lokal,” ujar dia. Hal yang sama juga dilakukan pemerintah Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan.

Marthen juga melihat anomali yang terjadi di Batam. Pedagang kecil digusur, sementara Alfamart dan Indomaret masih terus diberi izin.

“Bahkan pedagang kaki lima digusur tanpa ganti tempat,” ujar dia. Padahal kata Marthen, pedagang kaki lima merupakan salah satu bentuk ekonomi kerakyatan. 

Secara sosial politis, fungsi sektor usaha informal sangat diperlukan dalam hal penyerapan tenaga kerja yang dapat mendukung usaha pengentasan 
kemiskinan.

“Kita bisa melihat berbagai titik yang sudah dilakukan penggusuran, tidak ada tempat yang disediakan pemerintah untuk mereka berjualan, otomatis mereka bisa jatuh miskin,” ujar Marthen.

Menurut Marthen, saat ini Pemko tak ada memikirkan nasib pada pedagang kecil yang digusur tersebut. Tak seperti di negara-negara maju, para pedagang kaki lima mendapat perhatian lebih. Mereka diberi tempat. 

“Amerika Serikat di era 1930-an mempunyai banyak pedagang kaki lima yang dikenal dengan street food, tapi tiba-tiba para pedagang tersebut digusur. Tidak berlangsung lama, Amerika menyadari kekeliruan mereka, sehingga dihidupkan kembali,” kata dia.

Street food di Amerika Serikat muncul kembali dalam bentuk food truck atau truk makanan. Truk makanan, pada awalnya, hanya terdapat di daerah-daerah industri kemudian dikembangkan di berbagai wilayah. 

Begitu juga di Singapura. Pedagang kecil diberi ruang. Bentuknya menjadi foodcourt. Meskipun dulu Lee Kuan Yew dikenal sebagai pemimpin tangan besi, tetapi dia tidak rela mematikan dua ratus ribu warga Singapura yang saat itu hidup dengan berdagang kaki lima.

Pemerintah Singapura misalnya memberikan solusi bahwa parkir yang luas di dekat  perkantoran sebagian disulap jadi tempat pedagang kaki lima yang sekarang dikenal nama foodcourt.

“Singapura saja tidak menggusur, tetapi menata dengan baik, semua sarana disiapkan, dari tempat cuci tangan, tempat pembuangan sampah, pokoknya semua harus besih,” kata Marthen.

Pemerintah Kota Batam menurut Marthen sebaiknya melihat trend pengelolaan PKL di dunia. Banyak Negara saat ini mengakui PKL sebagai salah satu kekuatan ekonomi sekaligus daya tarik wisata. Maka saat ini setiap tahun ada agenda World Street Food Congress misalnya tahun 2016 diadakan di Manila dan 2017 baru saja diadakan di Singapura.

“Banyak masakan tradisional yang naik kelas menjadi makanan dunia dari kongres seperti itu,” kata Marthen.***

(snw/ret/jim)

 

Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews