Aksi Sindikat Internasional Penguras ATM di Indonesia, Begini Modusnya

Aksi Sindikat Internasional Penguras ATM di Indonesia, Begini Modusnya

Alat skimmer (linkaran merah) yang dipasang di mesin ATM untuk mencuri data nasabah. (foto: ist/net)

BATAMNEWS.CO.ID, Jakarta - Bareskrim Mabes Polri menangkap dua orang anggota sindikat pembobol ATM jaringan internasional, belum lama ini. Pelakunya adalah Ion Iabanji (40), yang berpaspor Moldova dan Iurie Vrabie (37).

Polisi menduga, keduanya adalah anggota sindikat kejahatan internasional, yang menjadikan Indonesia sebagai salah satu sasaran operasi mereka.

Kejahatan ini terbongkar berkat laporan yang diterima Bareskrim Polri soal ada penarikan gelap dari rekening 56 nasabah di dua bank di Indonesia. Anehnya, penarikan uang tak berlangsung di dalam negeri, tapi di Amerika Serikat, Bulgaria, Meksiko, dan sejumlah negara lain.
 
Para nasabah yang jadi korban ramai-ramai melapor ke bank. Mereka tidak merasa menarik uang simpanan, apalagi dari luar Indonesia.

"Transaksi tersebut disanggah nasabah pemilik rekening," kata Ipda Bambang Meiriawan, penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, yang terlibat dalam penyelidikan kasus ini.

Saat penyelidikan dimulai, Ipda Bambang mengungkapkan, ada sebuah surat kaleng dikirimkan kepada Kapolri Jenderal Tito Karnavian.

Surat tanpa identitas itu menginformasikan, ada kelompok jaringan kejahatan finansial siber asal Bulgaria sedang beroperasi di Bali. Juga disebutkan, mereka datang ke Indonesia dengan menggunakan identitas palsu dan menyamar sebagai turis. Kapolri langsung mendisposisikan surat itu ke Direktorat Siber Bareskrim Polri.

Penulis surat kaleng mencantumkan dua nomor telepon seluler. Dari situ, polisi mendapat petunjuk. Aktivitas dua nomor tersebut langsung ditelisik.

"Kami menduga, pengirim surat adalah barisan sakit hati," kata Kasubdit Siber Kombes Irwan Anwar. 

Aparat menduga, penulisnya adalah anak salah satu anggota sindikat yang sudah ditangkap polisi.

Berbekal hasil pelacakan nomor telepon di surat kaleng itu, penyidik menemukan jejak para pelaku, yang tak sadar ponsel mereka sudah disadap.

Polisi menguntit kawanan itu yang akan beraksi Kamis tengah malam, 3 Agustus 2017. Kali itu, lokasinya bukan di Bali, tapi di Surabaya.

Ion Iabanji dan Iurie Vrabie tak sadar, gerak-gerik mereka terus dikeker petugas. Kombes Irwan bersama tim buru sergapnya, termasuk Ipda Bambang, sudah bersiaga.

Dengan tenang, para kriminal itu masuk ke sebuah ruangan kaca di mana terdapat dua mesin ATM, di Varna Culture Hotel, Surabaya. Iabanji yang berkaos merah dan topi hitam masuk ke dalam bilik ATM. Vrabie mengawasi di luar.

Iabanji berdiri cukup lama di depan mesin ATM. Dari luar, ia seperti sedang melakukan transaksi. Namun, jari-jarinya memegangi lubang tempat kartu ATM biasa dimasukkan. Rupanya, ia sedang menempelkan skimmer atau alat pencuri data.

"Di TKP, kami menemukan alat bukti skimmer," kata Ipda Bambang Meiriawan.

Selesai kedua kriminal itu beraksi, petugas langsung datang mengepung. Mereka tak berkutik, dan langsung diborgol di area parkir hotel. 

"Kami juga menemukan kartu yang masih kosong. Nantinya kartu itu akan diisi data," kata Ipda Bambang.

Skimming atau pencurian informasi kartu kredit atau debit dengan cara menyalin informasi yang terdapat pada strip magnetik kartu, sudah merebak sejak 2009.

Selang sebulan setelah penangkapan Ion Iabanji dan Iurie Vrabie, polisi membekuk lima tersangka lain yang juga melakukan kejahatan finansial siber. Penangkapan dilakukan di Buleleng, Bali, dan Gili Trawangan, Nusa Tenggara Barat, pada 16 September 2017.

Lagi-lagi, pelakunya adalah warga negara asing. Di Buleleng, polisi menangkap Boris Georgiev dan Marian Bogidarof Serafinoff. Sementara di Gili Trawangan, polisi memborgol Velev Vladimir, Stanep Stanco, dan Horisop Mitko Venalinovo.

Kelimanya merupakan warga negara Bulgaria.
 
Skimming atau pencurian informasi kartu kredit atau debit dengan cara menyalin informasi yang terdapat pada strip magnetik kartu, sudah merebak sejak 2009. Dan kejahatan tersebut terus mengintai para nasabah, hingga kini.

Di tahun 2015, Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri sudah mencatat ada 1.549 kasus. Ini artinya sepertiga kasus skimming di dunia terjadi di Indonesia.

Laju pertumbuhan kejahatan finansial siber di Indonesia, diakui Bambang, terus meningkat. Kasus yang paling banyak terjadi adalah skimming. "Dari 2011 sampai 2017 ini, kejahatan skimming yang saya tangani terus meningkat."
 
Belum ada data yang jelas, berapa total nilai kerugian yang telah digondol para skimmer ini. Tapi silakan dicatat, bahwa satu kelompok pelaku bisa menggondol duit nasabah hingga Rp 100 juta per hari, dengan gampang.

(ind)


Komentar Via Facebook :

Berita Terkait

close

Aplikasi Android Batamnews