Ratusan Pria Bersenjata Tewaskan 41 Orang di Mali

Ratusan Pria Bersenjata Tewaskan 41 Orang di Mali

Ilustrasi

Mali - Sejumlah pria bersenjata yang mengendarai sepeda motor menyerang dua desa di Mali Tengah. Sedikitnya 41 orang tewas di bagian negara tempat serangan antaretnis meningkat beberapa bulan terakhir. 

Serangan pada Senin (17/6/2019) malam di Desa Yoro dan Gangafani 2 membuat situasi keamanan makin mengerikan di Mali Tengah, di mana milisi etnis membantai warga sipil dari kelompok dan gerilyawan yang menjadi saingannya. 

Wali Kota Yoro, Issiaka Ganame, mengatakan para korban serangan sebagian besar adalah etnik Dogon, di mana 24 orang tewas. Sementara 17 lainnya meninggal di Gangafani 2. 

"Sekitar 100 pria bersenjata tak dikenal yang berkeliling dengan sepeda motor tiba-tiba menyerbu Yoro dan menembaki penduduk. Kemudian mereka turun ke desa Gangafani 2, yang berjarak sekitar 15 km (9 mil) jauhnya," kata Ganame kepada Reuters, Rabu (19/6/2019).

Aksi kekerasan dibalas kekerasan terjadi dalam beberapa bulan terakhir antara etnis Dogon dengan etnis Fulani. Penyerang yang diyakini dari Fulani menggerebek sebuah Desa Dogon pekan lalu hingga menewaskan sedikitnya 35 orang. 

Pada Maret lalu, tersangka anggota milisi Dogon membunuh lebih dari 150 warga Fulani di dua desa di Mali Tengah, salah satu tindakan pertumpahan darah terburuk dalam sejarah negara itu. 

Presiden Ibrahim Boubacar Keita telah berjanji untuk melucuti senjata milisi. Namun kelompok-kelompok tersebut mencari perlindungan kepada komunitas lokal yang tidak percaya pemerintah. 

Pada Selasa lalu, dua serikat buruh yang mewakili para pegawai negeri menyerukan para administrator negara di wilayah Mopti, tempat sebagian besar serangan terjadi, untuk meninggalkan pos mereka dan turun ke ibu kota regional karena ancaman pembunuhan. 

"Presiden Keita mengatakan dia akan melucuti semua milisi. Kami mencatat dan menunggu pelucutan senjata milisi dan implementasi langkah-langkah perlindungan," kata Sekretaris Jenderal Sindikat Nasional Administrasi Sipil, Ousmane Christian Diarra. 

Pasukan Prancis melakukan intervensi di Mali, yang merupakan bekas koloni Perancis, pada 2013 untuk mendorong mundur gerakan jihadis dari utara.

Namun, militan sejak itu berkumpul kembali dan menggunakan Mali Utara dan Tengah sebagai tempat peluncuran untuk melancarkan serangan di seluruh wilayah dan memicu ketegangan di antara berbagai komunitas.

(*)


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews