Rakyat Ukraina Pilih Pelawak Jadi Presiden

Rakyat Ukraina Pilih Pelawak Jadi Presiden

Kandidat presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, tampak di markas tim kampanyenya di Kiev (21/5/2019). Hasil exit poll menunjukkan pelawak tersebut mendapat suara terbanyak. (Stepan Franko /EPA-EFE)

Kiev - Para pemimpin, dengarlah keluhan kekecewaan rakyat. Korupsi yang parah mengakibatkan rakyat Ukraina mengambil langkah drastis dalam pemilihan presiden. Mereka mengangkat seorang pelawak tanpa pengalaman politik untuk jadi pemimpin baru di negara tersebut.

Volodymyr Zelensky, seorang komedian, memenangi putaran kedua Pemilihan Presiden Ukraina yang berlangsung Minggu (21/4/2019). Tak tanggung-tanggung, berdasarkan penghitungan Komisi Pemilihan Pusat, dari 94,86 persen suara yang telah masuk pada Senin (22/4/2019), Zelensky meraup 73 persen suara, jauh meninggalkan Petro Poroshenko.

Hasil exit poll beberapa lembaga survei di negara itu juga menunjukkan keunggulan Zelensky atas Poroshenko, yang menjabat presiden sejak 2014. Poroshenko sempat mengingatkan rakyat Ukraina bahwa memilih komedian sebagai pemimpin "tidaklah lucu" dan bisa "berkonsekuensi buruk".

Sebagian besar rakyat Ukraina rupanya memilih untuk tak menghiraukan seruan Poroshenko (53).

Zelensky telah unggul sejak putaran pertama yang diikuti oleh 39 kandidat presiden pada 31 Maret 2019--ia mendapatkan 30,24 persen suara, Poroshenko 15,95 persen. Namun tak ada yang menyangka ia akan mendapat suara rakyat Ukraina sebanyak itu pada pemilihan kedua yang hanya diikuti dua kandidat.

Pasalnya, lelaki berusia 41 tahun tersebut sama sekali tidak berpengalaman dalam politik. Kedekatannya dengan politik hanya saat berperan sebagai presiden dalam serial komedi televisi berjudul Servant of the People (Pelayan Rakyat).

Zelensky, yang menjadikan judul serial TV itu sebagai nama partainya, kini akan memimpin negara berpenduduk 45 juta jiwa tersebut.

"Walau saya belum resmi jadi presiden, sebagai warga Ukraina saya bisa berkata kepada seluruh negara pasca-Soviet: Lihatlah Kami! Segalanya mungkin terjadi!" tegas Zelensky, menanggapi hasil sementara itu, dikutip Aljazeera.

Dalam serial TV yang amat populer dan kerap mempermalukan politisi itu, Zelensky berperan sebagai Vasyl Petrovych Holoborodko, guru yang memerangi korupsi dan kemudian tak sengaja terpilih sebagai presiden. Tema perang terhadap korupsi itu pula yang menjadi jualan utama dalam kampanyenya sebagai calon presiden di dunia nyata.

Para pengamat politik di Ukraina sempat mengingatkan para pemilih bahwa visi dan misi lain Zelensky tak pernah ia ungkapkan secara jelas. Akan tetapi rakyat tak peduli karena korupsi memang masalah terbesar di negara itu. Mereka juga, menurut CNBC, sudah muak dengan tingkah para politisi dan oligarki.

Rakyat Ukraina sudah tidak terlalu menghiraukan konflik dengan kelompok proksi-Rusia yang menguasai Donestk dan Luhansk, serta Crimea yang dianeksasi Rusia sejak 2014. Konflik tersebut menjadi tema utama kampanye Poroshenko yang bertajuk "Tentara, bahasa, kepercayaan".

Perekonomian yang lambat tumbuh sejak jatuhnya Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita pada 2013 membuat Ukraina dinyatakan Dana Moneter Internasional (IMF) sebagai negara paling miskin di Eropa.

Pada 2018, PDB per kapita mereka hanya mencapai 2.964 dolar AS, terendah di Benua Biru, di bawah Moldova (3.226 dolar), Belarusia (6.020 dolar) and Rusia (10.950 dolar).

Masyarakat melihat ketertinggalan Ukraina dibandingkan negara Eropa lainnya tersebut diakibatkan oleh tingginya angka korupsi dan penguasaan bisnis oleh para oligarki. Poroshenko adalah miliuner pengusaha permen yang dipandang sebagai bagian dari oligarki tersebut.

Indeks Persepsi Korupsi 2018 yang dirilis oleh Transparency International (h/t Trading Economics) mengonfirmasi keburukan ini. Ukraina mendapat skor rendah, 32, walau terjadi peningkatan dalam 10 tahun terakhir.

Sebagai perbandingan, angka Indeks Persepsi Korupsi Indonesia tahun lalu adalah 38, di atas Ukraina.

Rakyat Ukraina tampaknya merasa negara mereka tak mengalami kemajuan berarti, terutama dalam bidang ekonomi, setelah merdeka dari kekuasaan Uni Soviet pada 1991. Oleh karena itu mereka bertaruh dengan memilih muka baru untuk memimpin negara.

"Janji-janjinya memang utopia, tetapi berbeda," kata Natalia Melnykova (42), yang menyatakan kepada The New York Times bahwa ia tak menyukai kedua kandidat tetapi akhirnya memilih sang pelawak. "Saya ingin ada perubahan. Biarlah orang muda mencoba."

Tak sedikit pemilih yang menyatakan bahwa mereka mencoblos Zelensky bukan karena terpikat oleh program-programnya, melainkan untuk menghukum Poroshenko dan kroninya.

Marta Semenyuk (26) kepada France24 menyatakan bahwa ia memilih Zelensky karena "sudah muak dengan kebohongan-kebohongan."

Para pendukung Poroshenko menyatakan bahwa sebagian besar warga sudah gila dengan memilih sang pelawak. Mereka meragukan Zelensky bisa bernegosiasi dengan politisi sekaliber Kanselir Jerman, Angela Merkel, atau berdiri tegak saat berhadapan dengan Presiden Rusia, Vladimir Putin.

"Sinema dan realitas adalah dua hal berbeda," tegas Viktoriya Olomutska (39), pendukung Poroshenko.

Zelensky memang harus berusaha keras meyakinkan rakyat Ukraina bahwa ia juga bisa menjadi presiden yang baik di dunia nyata. Untuk itu, ia butuh dukungan parlemen, yang saat ini didominasi oleh para pendukung Poroshenko.

(*)


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews