Fenomena Ritel Modern yang Mulai Ditinggalkan, Ini Penyebabnya

Fenomena Ritel Modern yang Mulai Ditinggalkan, Ini Penyebabnya

Ilustrasi. (foto: ist/net)

BATAMNEWS.CO.ID, Jakarta - Ritel modern seperti Hypermarket merupakan tujuan favorit banyak keluarga untuk menghabiskan waktu luang ketika libur akhir pekan tiba. Tapi itu dulu, sekarang mulai ditinggalkan karena terjadi perubahan pola hidup masyarakat.

Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan, masyarakat saat ini lebih memilih berlibur ke tempat pariwisata daripada sekadar ke hypermarket. Adanya peningkatan taraf hidup menjadi sebab terjadinya perubahan.

"Kalian weekend dulu ke hypermarket bisa makan, belanja, jalan. Nah, tapi kemudian dengan perbaikan income masyarakat yang masuk kelas menengah, mereka mulai mengalihkan makanan sehari-hari jadi yang sifatnya leisure (pariwisata)," ujarnya di Jakarta, Senin (13/11/2017).

Tanda-tanda hypermarket sudah menjadi kenangan juga terlihat dari arah kendaraan yang kini ramai menuju fasilitas transportasi seperti bandara. Tidak hanya perjalanan jauh dengan pesawat, sebagian masyarakat tetap ada yang memilih tempat pariwisata terdekat.

"Kemacetan di transportasi darat sampai ke bandara ketika long weekend, dia konsumsi leisure. Dulu ke hypermarket, sekarang ke yang beneran (pariwisata) ke Taman Safari, misalnya yang sifatnya wisata, enggak belanja, uangnya ke hotel, transportasi dan yang terkait leisure," terang Bambang.

Sementara, pertumbuhan pengeluaran rumah tangga pada kuartal III/2017 yang terbesar yakni konsumsi transportasi dan komunikasi sebesar 0,52%, lalu pengeluran lain 0,12%. Sementara, yang mengalami penurunan terbesar yaitu konsumsi pakaian, alas kaki dan jasa perawatan 1,47%.

Ritel Australia Anjlok

Tak hanya di Indonesia, anjloknya ritel juga terjadi di Australia. Hal ini turut membuat Perdana Menteri (PM) Australia Malcolm Turnbull angkat bicara. 

Untuk diketahui, Badan Pusat Statistik Australia (ABS) baru saja merilis data mutakhir terkait kondisi ritel Australia. Hasil publikasi menunjukkan, telah terjadi penurunan penjualan ritel selama dua bulan berturut-turut yaitu pada Juli dan Agustus.

Penurunan sebesar 0,6 persen pada Agustus lalu merupakan angka terburuk selama kurun waktu empat tahun terakhir.  Pada bulan sebelumnya, juga telah terjadi penurunan sebesar 0,2 persen. Akumulasi penurunan 0,8 persen tersebut menjadi penurunan back to back terbesar sejak 2010 silam.

Kondisi terseoknya ritel tentu membuat publik negeri kanguru tercengang. Tak terkecuali, PM Malcolm Turnbull.

Turnbull menganggap rendahnya pertumbuhan pendapatan masyarakat sebagai biang keladi goyahnya ritel Australia.

"Sementara kita merasakan pertumbuhan yang baik dalam penciptaan lapangan kerja, kita juga mesti mendorong pertumbuhan upah yang lebih kuat," ujar Turnbull seperti dilansir The New Daily, awal Oktober lalu. 

Menurut dia, pendapatan masyarakat akan meningkat secara alami tatkala tingkat pengangguran turun. "Itulah mengapa pertumbuhan ekonomi begitu penting,” cetusnya.

Ia menambahkan, tingginya tagihan energi turut menjadi penyebab lesunya penjualan ritel di negeri federal tersebut.
Sementara itu, sejumlah ekonom memandang anjloknya sektor ritel tak lepas dari faktor kenaikan hutang rumah tangga dan juga harga rumah yang mereda.

Jika ditilik lebih lanjut berdasarkan data ABS, perdagangan ritel Agustus merosot paling banyak pada konsumsi media massa dan buku sebesar 2,3 persen. Selain itu, ada pula faktor konsumsi makanan yang melorot 1,8 persen dan ritel barang elektronik dengan penurunan sebesar 1,6 persen.

Tidak ada negara bagian Australia yang berhasil selamat dari tren penurunan ritel tersebut. 

(ind)


Komentar Via Facebook :

Berita Terkait

close

Aplikasi Android Batamnews