Overlap Kewenangan di Batam

Apakah Hatanto Menuding Pemko Batam Atau Siapa?

Apakah Hatanto Menuding Pemko Batam Atau Siapa?

Ketua BP Batam, Hatanto Reksodipoetro. (Foto: mediaindonesia.com)

KEPALA BP Batam Hatanto Reksodipoetro menuding ada yang membuat berbagai cerita jenis cerita di Batam. "Menurut saya tidak bisa dibuktikan sama sekali," kata Hatanto. Telunjuk Hatanto ini mengarah kepada siapa?

Hatanto menyampaikannya kepada The Straits Times yang ditayangkan di media online berbasis di Singapura itu kemarin. Ia juga mengatakan BP Batam –selama ia memimpin-- telah menciptakan banyak masalah bagi orang-orang yang belum pernah mematuhi undang-undang di masa lalu.

Pernyataan itu disampaikan untuk menjawab pembahasan The Straits Times tentang dualisme yang terjadi di Batam.  Media itu menyebutkan, dualisme itu telah membuat kekisruhan dan kemacetan. Akibatnya ekonomi di Batam menjadi terpuruk.

Jika menelaah kalimat Hatanto, maka tak perlu repot menganalisa ke sana ke mari, jelas secara tersirat di sini telah menyebutkan bahwa BP Batam di masa lalu –sebelum dia memimpin-- telah banyak membuat masalah dan mengakomodir orang-orang yang tak mematuhi undang-undang saat itu.

Pertanyaannya, apakah benar BP Batam di masa lalu itu pembuat masalah? Misalnya, apakah benar seorang BJ Habibie yang pernah memimpin BP Batam juga pembuat masalah? JIka Habibie membuat masalah mengapa ia justru sangat dihormati di Batam? Bahkan ia sangat diagungkang sehingga disebut sebagai Bapak Pembangunan Batam?

Jika pernyataan Hatanto bukan untuk Habibie, lalu untuk siapa? Pemimpin BP Batam yang mana yang membuat  kelonggaran sehingga membuat orang-orang tak patuh undang-undang bisa membangun Batam di masa lalu itu?

Hatanto di sini terlalu berlebihan membuat pernyataan, apalagi itu disampaikannya kepada media asing. 

Adalah di masa kepemimpinan Habibie yang membuat Batam maju yang kemudian diikuti pemimpin BP Batam penerus Habibie.  Justru dimasa kepemimpinan Hatanto yang melahirkan banyak keluhan mulai dari pengusaha hingga ke kalangan Pemerintah Kota Batam bahkan sampai ke Pemerintah Provinsi Kepri.

Pertanyaannya berikutnya, siapakah yang mengarang cerita dan pihak mana yang tak mematuhi undang-undang di masa lalu?  Apakah tudingannya itu ditujukan untuk Pemerintah Kota Batam yang saat ini dipimpin Walikota Batam Muhhamad Rudi, atau untuk Pemerintah Kepulauan Riau yang dipimpin Gubernur Kepri Nurdin Basirun?

Berdasarkan data dan fakta, maka soal dualisme kepemimpinan itu bukanlah cerita yang dibuat oleh orang-orang yang tak bisa membuktikannya.  Itu jelas tertera dalam buku resmi terbitan Pemerintah Kota Batam yang berjudul  "Batam dalam Data".

Jika itu berada dalam sebuah buku resmi tentu jelas pula data dan fakta. Mana mungkin Pemerintah Kota Batam menerbitkan buku berdasarkan cerita tanpa dasar.

Pada halaman 9 buku itu dituliskan, isu adanya dualism pengelolaan wilayah dan tumpang tindih kewenangan antara Pemerintah Kota Batam dan Badan Pengusahaan Batam (BP Batam) telah menimbulkan persepsi negative terhadap kepastian hokum bagi investor, perizinan, ketenagakerjaan, birokrasi, pengelolaan tanah dan asset, serta penyediaan fasilitas umum dan sosial.

Lalu pada halaman 10, soal dualisme ini kembali ditulis, bahwa isu dualisme kepemimpinan di Batam menjadi salah satu hal yang harus dicarikan solusinya, dalam upaya meningkatkan daya saing kawasan.  "Untuk saat ini sedang dilakukan langkah-langkah lanjutan bagi penataan dan harmonisasi antara Pemerintah Kota Batam dan BP Batam, " begitu kutipan dari buku Batam dalam Data.

Nah, jika Pemerintah Kota Batam telah secara resmi menyebutkan adanya dualism atau overlap kewenangan di Batam, apakah itu masih bisa disebut hanya sekedar membuat berbagai jenis cerita? Jika tudingan itu benar, maka jika Pemerintah Kota Batam saja sudah tak dipercaya lagi, lalu penduduk Batam harus percaya pada siapa lagi?

Bahkan Gubernur Kepri Nurdin Basirun juga secara terbuka menyatakan bahwa Hatanto tak pernah datang setiap kali diundang untuk membahas berbagai pokok masalah di Batam.

Tak hanya dari Pemerintah Kota Batam, bahkan dari kalangan pengusaha juga menyebutkan dualism di Batam. Bahkan pengusaha yang bernaung di bawah Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kepulauan Riau sudah mengajukan protes secara resmi soal BP Batam. Bahkan mereka secara gambling menyebutkan BP Batam telah menyusahkan mereka sebagai pengusaha, sehingga bisnis di Batam menjadi macet.

Jika Hatanto menyebut dirinya sebagai perwakilan Pemerintah Pusat di Batam, dan jika memang memegang mandat Pemerintah Pusat, mengapa tak mengajak berbagai pihak yang berkaitan untuk duduk bersama, mencari solusi untuk menyelesaikan masalah.

Mengapa tak sedikitpun menghargai pemerintah daerah dan pengusaha lokal? Apakah sebab menyandang predikat sebagai wakil  Pemerintah Pusat di Batam lantas semena-mena dengan para pemangku kekuasaan resmi di Kepulauan Riau? Bukankah pemerintah daerah itu juga adalah perpanjangan tangan dari pemerintah pusat di daerah?***


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews