Wawancara Ekslusif Hakim dan Translator Tahanan Vietnam

Illegal Fishing Kembali Menggila di Laut Natuna

Illegal Fishing Kembali Menggila di Laut Natuna

Para nelayan Vietnam tahanan non yustisi sedang didata di Pelabuhan Selat Lampa sebelum diberangkatkan ke Batam untuk dideportasi, Juni 2017. (Foto: Bafamnews)

BATAMNEWS.CO.ID, Natuna - Aksi Illegal Fishing oleh nelayan asing kian marak di Laut Natuna. Statistik menunjukkan peningkatan jumlah penanganan kasus di Pengadilan Negeri Ranai semakin bertambah. 

Tahun 2015, sebanyak 37 berkas yang diselesaikan oleh PN, tahun 2016 ada 64 berkas dan di tahun 2017 hingga Juni sudah mencapai 39 berkas yang masuk ke pengadilan.

"Kita ini (PN Natuna) terbesar jumlah penanganan kasus perikanan. Hal itu bisa dilihat dari pelimpahan berkas pelaku Illegal fishing yang tertangkap oleh aparat di laut. Sepertinya dari tahun ke tahun malah makin meningkat," ujar Humas PN Ranai, Nanang Dwi Kristanto SH. M.Hum, Jumat (9/6/2017).

Upaya penenggelaman kapal nelayan Illegal Fishing oleh pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) seperti tidak berefek. 

Justru hal ini seperti menghabiskan biaya yang tidak sedikit dan malah menjadi bumerang.

Kapal milik nelayan Thailand ditangkap KRISutedi Senoputra beberapa waktu lalu karena melakukan Illegal Fishing di perairan Natuna

Ekspektasi awal peledakkan serta penenggelaman kapal ini sebenarnya untuk menjadikan bangkai kapal-kapal nelayan asing tersebut sebagai rumpon dan tempat berkembang biak ikan. Selain itu untuk memberikan shock teraphy bagi nelayan asing

Namun fakta berbicara lain, nelayan Vietnam yang tertangkap saat melaut secara illegal di Perairan Natuna tidak habis-habis.

Sementara itu, beberapa nelayan lokal melaporkan jika alur pelayaran mereka terganggu akibat adanya bangkai-bangkai kapal yang diledakkan ini

Mesin-mesin kapal asing yang diledakkan itu malah banyak yang dicuri setelah itu oleh oknum masyarakat, sehingga puing-puing yang ada menjadi sampah di laut.

Para nelayan Vietnam tahanan non yustisi harus dipulangkan ke negaranya di Pelabuhan Selat Lampa Natuna. Aturan Unclos tidak membolehkan hukuman badan kepada mereka

Bulan Juni ini, pihak TNI AL memulangkan sebanyak 350 orang nelayan Vietnam berstatus tahanan non yustisi. Mereka merupakan para ABK kapal Vietnam yang tertangkap baik oleh TNI atau kapal pengawas PSDKP.

Sesuai aturan United Nation Convention on the Law of The Sea (Unclos) mereka yang tertangkap di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) tidak bisa dilakukan kurungan badan.

"Nah itu dia yang bikin kita nggak bisa berbuat apa-apa. Kalau nelayan lokal ditangkap karena ilegal fishing, biasanya seperti pakai potasium untuk menangkap 10 atau 20 ekor ikan bisa dihukum sesuai aturan kita karena mereka di dalam teritori," ujar Nanang.

Namun mirisnya, di saat nelayan-nelayan asing mengeruk ikan berton-ton hasil laut Indonesia menggunakan jaring trawl (pukat harimau) yang merusak terumbu karang dan mengancam populasi ikan, mereka hanya bisa dikenakan hukuman denda. Alasannya karena ditangkap di wilayah ZEEI dan aturan Unclos berlaku.

Tahanan non yustisi kasus illegal fishing asal Vietnam di Mako Lanal Ranai sebelum dipulangkan ke negaranya

"Sederhananya, mereka itu cuma kenda denda. Tapi ya, selama ini mana ada nelayan asing itu yang bisa bisa bayar denda sebesar itu. Karena mereka cuma pekerja, bukan tokenya. Sementara aturan Unclos yang sudah diratifikasi pemerintah itu jelas-jelas kita tidak bisa melakukan hukuman badan kepada terdakwanya," sebut Nanang lagi.

Solusinya, pengadilan hanya memberikan hukuman pengganti denda sesuai aturan undang-undang. Yakni hukuman subsider kurungan enam bulan. Habis itu nakhoda kapal dipulangkan ke negaranya.

Lantas kemana barang bukti hasil ikan berton-ton yang ditangkap nelayan Vietnam ini saat diamankan aparat di laut selama ini?

"Kalau laporan berkas ke kami saat sidang di pengadilan, ya ikannya biasa dilaporkan rusak dan ada keterangan kesehatan tidak layak dikonsumsi. Di sini kan cuma sampel foto ikannya saja. Mau nggak mau, kita proses sesuai berkas. Selebihnya itu ranah petugas di laut," kata Nanang.

Dari pengalamannya menyidangkan para terdakwa Illegal Fishing ini, dikatakan Nanang, nelayan ini mengakui biasa berangkat puluhan kapal ketika sekali melaut.

"Mayoritas dari Vitenam, walau ada juga Thailand, Malaysia dan China. Kalau Vietnam mereka sekali berangkat melaut itu, sesuai pengakuannya bisa 50 kapal. Bayangkan berapa ton ikan yang mereka tangkap," sebutnya.

"Mereka menggunakan peralatan canggih berupa sonar dan gps. Jadinya mereka tahu lokasi ikan yang banyak. Bahkan mereka menceritakan di sidang, permukaan laut itu bisa bergemercik airnya di lokasi yang ikannya ribuan ekor. Tinggal mereka turunkan pukat harimau," ujar Nanang lagi.

Bisa dibayangkan keuntungan korporasi yang menukangi aksi ilegal fishing nelayan-nelayan vietnam ini. 

"Kalau puluhan kapal itu, ditangkap aparat kita dua atau tiga kapal. Habis itu kita tenggelamkan, mereka masih punya banyak stok kapal. Bisa jadi besok mereka bikin lagi kapal baru. Memang sepertinya kita harus mengubah sistem penanganan ini," terang dia.

Rata-rata nelayan Vietnam yang tertangkap di perairan Indonesia memasang aksi tidak tahu apa-apa jika sudah disidang oleh pengadilan. Bahkan mereka sering mengaku hanya sekedar pekerja dan tidak tahu siapa rekan di kapal lainnya.

***

​Empat orang Nakhoda kapal illegal fishing Vietnam melantai sambil menunggu giliran sidang di Kantor Pengadilan Negeri Ranai

Eki alias Anwar, pria keturunan Vietnam asal Dumai yang mengaku sudah sekitar 7 tahun menjadi translator dalam persidangan nelayan Vietnam punya cerita tersendiri.

Menurutnya, para orang Vietnam ini mengaku rancu antara melaut di wilayahnya dan wilayah Indonesia.

"Mereka cuma mengatakan nggak tahu ini lokasi Vietnam atau Indonesia. Kalau dari peta yang dikeluarkan negaranya ini masih masuk wilayah tangkapannya," kata Eki yang punya ayah keturunan Vietnam ini.

Pria yang sejak 2006 lalu merantau ke Natuna menjadi pedagang elektronik itu mengakui, memperdalam bahasa Vietnam di pelabuhan Penagi Ranai.

"Saya banyak bergaul sama orang Vietnam tangkapan di Pelabuhan Penagi dulu. Disitu aja sampai puluhan mereka. Jadinya karena punya hubungan emosional, saya memperdalam bahasa Vietnam sama mereka," sebutnya.

Sejak 2009 ia mulai dipakai sebagai translator bahasa Vietnam dalam sidang yang terdakwanya nakhoda nelayan Vietnam di PN Ranai.

 

​

Aktifitas nelayan Vietnam tahanan kasus Illegal fishing di shelter penampungan Lanal Ranai, biaya makanan mereka ditanggung pihak TNI  AL selama ini

"Kalau nelayan ini, keluhan mereka hanya ingin pulang. Ada yang mengaku nggak salah karena merasa masih di wilayahnya," kata Eki.

Selama 7 tahun menjadi translattor acap kali ia melihat wajah-wajah yang sama datang kembali sebagai tangkapan Illegal Fishing.

"Ada beberapa yang sudah ketangkap dan dipulangkan usai disidang. Tak lama ketangkap lagi. Saya jumpa orangnya," cerita dia.

Danlanal Ranai, Kolonel Laut (P) Tony Herdijanto mengatakan, ada alasan kecenderungan nelayan Vietnam untuk nekat mengeruk ikan di ZEEI

Menurut Tony, tangkapan ikan nelayan mereka sudah tidak banyak. Hal ini akibat kebiasaan menangkap dengan jaring trawl dan kerusakan terumbu karang.

"Makanya mereka sering masuk ke wilayah ZEEI indonesia, karena tangkapan ikan sangat banyak di sini," ujarnya.***


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews