Ke Sekolah, Bocah Kepri Melewati Hutan dan Jalanan Becek

Ke Sekolah, Bocah Kepri Melewati Hutan dan Jalanan Becek

Ia harus berangkat ke sekolah pagi-pagi sekitar pukul 06.30. Ia harus berjalan kaki dari Kampung Sambau menuju SDN 011 Lingga di Kampung Senempek. (Foto: Ruzi/batamnews.co.id)

HARI itu, Riyan menyambut pagi dengan riang. Matahari pun menyapa alam dengan cerah menerangi jejak-jejak hujan lebat yang membekas di jalanan berbecek dan berlumpur. 

Riyan yang adalah siswa SDN 011 Lingga Utara bergegas mandi. Ia berangkat ke sekolah pagi-pagi sekitar pukul 06.30. Maklum, ia harus berjalan kaki dari Kampung Sambau menuju SDN 011 Lingga di Kampung Senempek.

Semilir angin meniup dedauan hingga melambai-lambai mengiringi langkah Riyan dan teman-temannya bersekolah. Jalanan kecil, sempit, berlumpur dan berlubang, serta berpagar semak belukar.

Kemudian melintasi jembatan beton melengkung, lalu di sambut jalan tanah hitam berlumpur dengan papan yang tak beraturan menutupi lubang-lubang.

Setelah melewati jalan tanah hitam sepanjang 150 meter bertemu lagi jalan tanah merah yang lebih cocok untuk lintasan off road. Jalan yang becek dan berbebatuan kecil.

Namun kondisi jalanan seperti itu yang dilalui  Riyan dan teman-temannya untuk menimba ilmu setiap hari. Hampir dua kilometer jarak yang ditempuh penuh rintangan untuk bersekolah.

Sesampai di sekolah, seragamnya yang berwarna ungu juga sudah berpeluh. "Biasa sampai ke sekolah sekitar pukul 07.00 lewat. Ada juga yang pakai motor di antar orang tua," katanya sambil tersenyum malu kepada wartawan batamnews.co.id, Senin (05/06/2017).

Mengapa Riyan masih mau berjalan kaki untuk bersekolah? Riyan tak langsung menjawab. Ia melirik teman-temannya, lalu tersenyum. "Aku tak tau, kau lah kaba dengan abang tu," kata  Riyan disambut senyum lima temannya.

Mereka memang bocah-bocah tangguh. Tak cengeng walau harus berjalan kaki ke sekolah. "Kalau hujan lebat, kami tak sekolah bang," katanya. Maklum, pastilah ia akan basah kuyub, dan tak bisa belajar.

Pagi ini mereka bisa bersekolah lantaran cuaca cerah. Beberapa hari lalu, hujan turun dengan lebatnya. Riyan hanya bisa duduk memeluk lutut di rumahnya.

Mereka juga tak tahu mau menyampaikan kepada siapa agar mereka bisa stabil sekolah, seperti teman-temannya di perkotaan.

Itulah sebabnya, wajah polos Riyan langsung langsung sumringah jika ditanya pendapatnya yang polos tentang jalanan yang bagus dan angkutan umum mini bus untuk ke sekolah.

Jam belajar sudah tiba, Riyan yang berbaju kurung melayu ungu itu masuk ke ruang kelas. Selepas sekolah, siang nanti, ia kembali menembuh perjalanan pulang dengan teriknya matahari yang menghujam ke ubun-ubunya.

Tapi ia sudah terbiasa menjalaninya. Riyan dan warga kampung itu sudah terbiasa susah dengan kondisi yang tak terperhatikan. Sebab, jarak pandang mata Pemerintah Provinsi Kepri ternyata belum sampai ke sini.

Jangkauan pendengaran para pejabat yang duduk di ruangan berpendingin udara pun belum menangkap suara-suara bocah yang menjalani susah dengan riang. Mungkin sinyal pengirim kabar dari kampung ini belum begitu baik.

Semoga saja para pejabat dari kabupaten dan provinsi masih ingat bahwa kampung itu adalah bagian dari wilayah mereka, bagian dari NKRI.

Bocah-bocah itu juga belajar tentang Pancasila dan berharap keadilan seperti yang tertera di dalam silanya.*** (ruzi)


Komentar Via Facebook :

Berita Terkait

close

Aplikasi Android Batamnews