Pengusaha Menjerit, Yusril Ihza Mahendra: Bagaimana Kalau Kita Bubarkan BP Batam?

Pengusaha Menjerit, Yusril Ihza Mahendra: Bagaimana Kalau Kita Bubarkan BP Batam?

Ketua Kadin Kepri Maruf Maulana saat berdiskusi bersama pakar hukum tata negara Prof Yusril Ihza Mahendra di Jakarta (Foto: Batamnews)

BATAMNEWS.CO.ID, Batam - Pakar hukum tata negara Prof. Yusril Izha Mahendra menyarankan pihak pengusaha atau masyarakat yang dirugikan mengajukan uji materil mengenai pembentukan Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (BP Batam).

Hal itu diungkapkan Yusril saat menemui rombongan pengusaha dari Kadin Kepulauan Riau di kantor hukumnya Ihza & Ihza Law Firm di Kota Kasablanka, Tebet, Jakarta Pusat, Rabu (12/4/2017).

Kendati demikian, Yusril mengatakan, belum mengkaji secara matang, kemungkinan gugatan uji materil pembentukan BP Batam itu untuk diajukan ke Mahkamah Agung. 

“Dari diskusi itu berkembang tadi, bagaimana kalau kita bubarkan saja BP Batam? Saya masih mengkaji semua peraturan perundang-undangan terkait hal itu,” ujar mantan Menteri Kehakiman dan HAM ini kepada batamnews.co.id usai pertemuan tersebut.

Baca juga:

Kadin Kepri Gandeng Yusril Gugat BP Batam, Ini Respons Kepala BP Batam

 

Yusril menilai, memang saat ini terdapat Perpu Nomor 1 tahun 2000 yang masih berlaku yang disahkan oleh UU nomor 36 tahun 2000, dan sudah diubah tahun 2007, tapi Undang-Undang itu masih berlaku, walaupun dikatakan, dicabut apabila kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas habis masa pembentukannya.

“Batam dibentuk selama 70 tahun, atau kawasan itu diubah menjadi Kawasan Ekonomi Khusus, Batam masih 60 tahun lagi, jadi UU itu masih berlaku,” ujar dia.

Sementara pengaturan tentang pembentukan kawasan khusus di Pasal 360 dari UU Pemerintah Daerah, kata dia, juga terdapat hal yang sama. 

“Kami masih pelajari hal itu. Kemungkinan-kemungkinan juga untuk membatalkan badan kawasan itu,” ujar dia.

Kendati demikian, kata Yusril, ia terlebih dahulu akan fokus kepada gugatan uji materil ke Mahkamah Agung terkait PP 46 tahun 2007 tentang Pembentukan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, terutama soal  kewenangan badan pengelola memiliki hak pengelolaan lahan.

Menurut dia, pada pasal 4 di PP tersebut, hak BP Batam dalam mengelola lahan meliputi seluruh kawasan Pelabuhan Bebas dan Kawasan bebas. Kemudian, di pasal 47, disebutkan, Pemerintah Kota Batam harus menyerahkan hak pengelolaannya kepada BP Batam.

“Kami menganggap itu bertentangan dengan UU. Itu menyebabkan bahwa kewenangan yang ada pada Pemerintah Kota Batam yang diberikan, baik oleh UU Pemerintah Daerah maupun UU Pembentukan Kota Batam, kewenangan pertanahan itu adalah kewenangan Pemerintah Kota Batam,” ujar dia.

Ia menjelaskan, apabila di suatu daerah itu ada sebagian lahan atau kawasan yang diserahkan kepada suatau lembaga pemerintah atau  BUMN itu wajar saja, seperti halnya di DKI Jakarta, namun tidak seperti di Batam. 

“Kemayoran atau Senayan itu dikelola Sekretariat Negara, itu biasa saja. Ada di Pulo Gadung kawasan industrinya atau kawasan berikat nusantara, boleh,” ucapnya.

Tapi kendati demikian, kata dia, tidak seluruh wilayah DKI dikelola Sekretariat Negara. “Bisa lumpuh kewenangan gubernur DKI di bidang pertanahan,” ujar mantan Menteri Sekretaris Negara itu.

Yusril menganalisa, dari permasalahan itu, terdapat pertentangan antara PP 46 tahun 2007 dengan UU Pemerintah Daerah maupun UU Pembentukan Kota Batam.

“Dan itu kalau diajukan ke Mahkamah Agung, Insya Allah itu bisa dibatalkan itu, bisa dicopot kewenangan tumpang tindih. Siapa yang memohon? Yang memohon masyarakat yang merasa dirugikan sejak berlakunya peraturan pemerintah itu sejak tahun 2007, sampai sekarang. Terutama (pemohon) mereka yang dirugikan karena tarif yang ditetapkan sepihak BP Batam,” ujar dia.

Menurut Yusril, saat ini, masyarakat harus membayar PNBP dan Biaya Perolehan Hak Atas Tanah (BPHTB). “Ternyata harus bayar lagi biaya ke pengelola (UWTO), jadi cukup alasan (menggugat),” ujar dia.

Keluhan pengusaha

Dalam pertemuannya dengan Yusril Ihza Mahendra, para pengusaha dari Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Kepulauan Riau mengungkapkan sejumlah kekesalan mengenai kepastian hukum dan tumpang tindihnya kewenangan antara BP Batam dan Pemko Batam.

"Salah satu contoh, kita bingung mau ikut yang mana? Kata Pemko kalau bangun cukup IMB, sedangkan BP Batam kalau kita mau bangun diminta fatwa planologinya juga," ujar Heri Supriyadi, pengurus Kadin Kepri.

Selain itu pengusaha pelayanan juga mengungkapkan kekesalan setelah sejumlah aturan yang memberatkan. Terutama soal Perka BP Batam mengenai tarif pelabuhan dan lainnya yang dinilai memberatkan.

Namun BP Batam kala itu beralasan kenaikan itu cukup wajar setelah sekian puluh tahun tidak ada kenaikan UWTO dan sejumlah sektor lainnya.

Hadir dalam kesempatan tersebut Ketua Kadin Kepri Maruf Maulana, Ketua FORRPI Batam Marthen, pengusaha pelayaran Osman Hasyim, serta sejumlah pengusaha lainnya.***

 

 


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews