BERITA FOTO: Duh, Anak-anak Suriah Telantar, Tidur di Hutan dan Jalanan

BERITA FOTO: Duh, Anak-anak Suriah Telantar, Tidur di Hutan dan Jalanan

Anak Suriah yang terpaksa tidur di hutan setelah lari dari perang di negaranya. (foto: ist/metro.co.uk)

BATAMNEWS.CO.ID, Damaskus - Perang sipil sejak tahun 2011 di Suriah tidak tahu kapan akan berakhir. Jutaan pengungsi mencari tempat teraman untuk kelangsungan hidup keluarga mereka.

Tak hanya rumah, mereka juga meninggalkan teman-teman dan kerabat dekat mereka. Negara mereka porak-poranda, rumah mereka rata dengan tanah.

Yang paling menderita akibat perang berkepanjangan ini, adalah anak-anak; bagaimana kondisi kesehatan mereka, bagaimana kejiwaan mereka, bagaimana pendidikan mereka, dan di manakah anak-anak ini tidur saat perang terjadi? Anak-anak itu tidak pernah mengerti kenapa negara yang biasa damai mendadak luluh lantak. Entah siapa berjuang untuk siapa.

Fotografer Magnus Wennan, yang berkeliling Eropa dan Timur Tengah mendokumentasikan anak-anak korban perang dilansir dari tribunnews.

Shehd (7)

Shehd merupakan sosok yang ceria. Ia sangat menyukai menggambar. Dari pemantauan ibunya, ia sangat menyukai menggambar senapan. “Ia melihatnya (senapan) sepanjang waktu,” kata ibunya.

Semenjak mengungsi, kegemaran Shehd melukis mendadak hilang. Menurut ibunya, mengungsi membuat anaknya tumbuh terlalu cepat. Kini mereka tinggal di perbatasan Hungaria. Mereka mengambil makan dari pohon-pohon di sekitarnya. Mereka bilang, jika tahu betapa melaratnya mengungsi, mereka akan tetap tinggal di Suriah.

Ahmed (6)

Ayah Ahmed tewas di kota asal mereka, Deir ez-Zor, Suriah bagian utara. Sekarang ia diurus oleh pamannya dan tengah berusaha keluar dari Hungaria tanpa harus mendaftar pada pihak otoritas.

Ahmed membawa tasnya yang berat sendirian, tak memperdulikan usianya yang masih sangat muda. “Ia adalah anak yang berani, sesekali menangis ketika malam hari,” ujar pamannya.

Ralia (7) dan Rahaf (13)

Dua bersaudara ini hidup dan tinggal di jalanan Beirut bersama ayah mereka. Cara hidup ini telah mereka tempuh hampir satu tahun lamanya. Ketika tidur, mereka saling memeluk satu dengan yang lainnya untuk mencari kehangatan.

Keluarga ini berasal dari Damaskus, dan melarikan diri ke Beirut setelah sebuah granat membunuh ibu dan saudara lelaki mereka.

Abdullah (5)

Abdullah bisa tertidur di sebuah kasur kotor di luar stasiun kereta api di Belgrade, Serbia.

Ia terlihat masih shock jika mengingat pembunuh saudara perempuannya, Daraa. Kondisi Abdullah kini tidak dalam kondisi baik, tapi ibunya tak punya uang untuk pengobatannya.

Amir (20 bulan)

Amir, sekarang berusia 20 bulan, belum berbicara sepatah kata pun. Ibunya percaya bahwa ia mungkin telah mengalami trauma sejak dalam kandungan.

Mereka kini tinggal di sebuah tenda plastik di sebuah kamp pengungsian di Zehle, Lebanon. Meskipun tak berbicara, ibunya mengaku, Amir banyak tertawa.

Mereka, anak-anak itu adalah sedikit saja dari jutaan anak-anak korban perang, yang jangankan memikirkan masa depan, mencari tempat tidur saja sulit. ***


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews