Memudarnya Rasa Malu di Era Globalisasi

Memudarnya Rasa Malu di Era Globalisasi

Syafriadi, S.Pd. Guru SMP Negeri 20 Batam (foto : Dok.pribadi)

’Malu’ adalah suatu kata yang singkat tapi mempunyai pengaruh yang kuat. Dalam  KBBI malu diartikan merasa sangat tidak enak hati (hina, rendah) karena berbuat sesuatu yang kurang baik (kurang benar, berbeda dengan kebiasaan, mempunyai cacat atau kekurangan) atau segan melakukan sesuatu karena ada rasa hormat, agak takut. Sedangkan globalisasi dalam KBBI dikata bahwa globalisasi adalah suatu proses masuknya ke ruang lingkup dunia yang mana siaran televisi kita tidak dapat diindari lagi. Dalam dunia globalisasi, zaman sekarang ini kalau kita melihat jauh ke dalam rasa malu inilah yang mulai hilang dan pudar di era globalisasi.

Di era globalisasi di mana batas-batas teritorial bukan masalah lagi. Dalam hitungan detik semua yang terjadi diujung bumi ini dapat diketahui orang banyak. Lautan luas tak bertepi tiada menjadi halangan lagi. Langit yang berbeda terangnya bukan rintangan lagi. Budaya asing begitu mudahnya membuka pintu budaya nusantara yang terkenal dengan budayanya di mata dunia. Anak-anak bangsa yang begitu polos. Beribu harapan, kemajuan bangsa ini terletak ditangan dan pundak mereka menjadi sasaran empuk globalisasi. Tidak jarang betapa banyaknya anak bangsa ini yang dapat kita lihat telah dimakan oleh globalisasi tersebut.

Kita semua tahu bangsa yang kita cintai ini dalam status darurat moral. Moral yang tenggelam dan terkikis oleh globalisasi. Nusantara yang dulu terkenal berbudaya, ramah tamah seolah hanya tinggal catatan. Catatan dalam buku-buku cerita dalam dongeng-dongeng para ibu-ibu yang mendongengkan anaknya. Betapa hebatnya bangsa ini sekarang. Memiliki kekayaan budaya yang belum tentu semua negera memilikinya. Rasa malu diantara globalisasi semakin pudar dalam terang benderangnya cahaya raja asing berdatangan. Hilang dalam perjalanan kemajuan bangsa. Betapa banyaknya anak bangsa ini yang malu untuk mengucapkan maaf jika terjadi kekhilafan dan kesalahan. Pada hal kata maaf ini memiliki arti yang sangat kuat. Arti yang sangat dalam hanya dengan kata maaf konflik yang telah berada diujung pedang  akan menghilang di seberang lautan yang tak bertepi. Hilang pergi tak tahu rimbanya. Hanya dengan kata maaf lidah terasa sangat berat mengucapkan. Maaf yang begitu sangat mahal harganya. Padahal kata maaf bukan berarti kalah. Namun, menunjukkan kemenangan dalam mengalahkan ego.

Malu untuk berkata jujur. Malu untuk berkata yang benar. Mulutmu adalah harimaumu. Betapa banyak konflik perpecahan yang pecah karena tidak adanya kejujuran. Konflik  yang sangat jauh di negeri seberang akan menjadi dekat diujung pedang.  Betapa banyaknya kebenaran yang tenggelam diantara dusta. Hilang bersama gelapnya cahaya malam.  Penyebabnya tidak lain dan tidak bukan adalah tidak adanya kejujuran. Tidak adanya kepercayaan. Jujur yang begitu sangat mahal harganya. Mengalahkan mahalnya intan berlian. Jika semuanya jujur di muka bumi ini, tidak akan ada lagi pertikaian, keresahan, dan pencurian di bangsa kita. Bangsa yang beradab dan berbudaya.

Malu untuk tidak korupsi, malu untuk tidak telat. Negeri ini adalah negeri yang sedang di jajah oleh negeri itu sendiri. Betapa banyaknya kita lihat para elit-elit bangsa ini tertangkap tangan oleh KPK. Menteri, DPR, gubernur, walikota, bupati seolah semua berlomba-lomba dalam yang namanya korupsi. Berlomba-lomba mengilangkan rasa malu. Padahal semua pihak menjadi anutan bagi anak bangsa. Menjadikan sang motivator di tengah-tengah peradaban bangsa. Wahai bangsa yang sedang menangis ini dimana rasa malu mu? Malu untuk tidak korupsi. Malu untuk tidak korupsi yang begitu mahal harganya.

Malu untuk menggunakan bahasa sendiri di negeri yang membesarkan bahasa itu. Kita lihat dikalangan anak-anak muda harapan generasi penerus bangsa dan para tokoh-tokoh bangsa lebih pasif dan begitu ringannya menggunakan bahasa asing. Padahal orang asing sendiri begitu inginnya belajar bahasa Indonesia. Kemana akan kita bawa bahasa dan bangsa ini kalau pendukung bahasa itu sendiri memudarkan bahasa itu. Malu untuk menggunakan bahasa sendiri di rumah sendiri begitu mahalnya hargamu. Padahal di masa sekarang lagi maraknya Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing yang dikenal dengan BIPA. Bahkan pemerintah dan semua kalangan pun pegiat bahasa pun ikut menyemarakkannya. Semua sivitas akamedisi berupaya untuk memajukan dan mengembangkannya.  Namun, kenapa kita sebagai bangsa yang  berbahasa sampai malu menggunakan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dan sebagai bahasa persatuan kita.

Budaya malu yang hilang diera globalisasi. Malu untuk berbuat jujur, malu untuk mengakui kesalahan, malu untuk berkata maaf, malu untuk tidak korupsi, malu untuk tidak telat, malu untuk beribadah tepat waktu. Bahkan malu menggunakan bahasa sendiri (bahasa Indonesia) di rumah sendiri. Lebih bangga menggunakan bahasa asing. Bahkan bahasa daerah sendiri sudah malu untuk melestarikannya. Semuanya merupakan perwujudan yang berbanding terbalik dari mahalnya rasa malu di negeri ini di era globalisasi. Sebaiknya budaya malu itu hendaknya dilenyapkan dari bangsa ini.

Padahal, jika dicermati secara mendalam dengan adanya globalisasi bukan berarti kita harus mengikis rasa malu. Globalisasi kita jadikan sebagai tampuk untuk terus mengembangkan diri. Sebagai ajang dalam meningkatkan kualitas diri hingga bersaing secara sehat dari segala aspek. Mari kita dukung peran pemerintah dan semua elit negeri ini untuk mewujudkan globalisasi yang madani. Memberikan pencerahan dan membawa syafaat bagi kita semua sebagai bangsa yang memiliki jati diri. Kita terus memperkukuh rasa persatuan tanpa mengabaikan Bhinneka tunggal Ika. Globalisasi terus memberikan keelokkan perkembangan teknologi dan pengetahuan yang dapat dirasakan oleh bangsa kita. Hingga pada akhirnya teknologi menjadikan bangsa kita menjadi bangsa yang mandiri tanpa mengandalkan pihak luar dalam mengelola segala bidang di negara kita. Kita pasti bisa! Bisa untuk berkata malu terhadap hal yang negatif dan tidak beretika.

Syafriadi, S.Pd.

Guru SMP Negeri 20 Batam

 

 

 


Komentar Via Facebook :

Berita Terkait

close

Aplikasi Android Batamnews