Kisah Perang Narkoba di Filipina: Tahanan Tidur Sambil Berdiri (3)

 Kisah Perang Narkoba di Filipina: Tahanan Tidur Sambil Berdiri (3)

Kondisi salah satu penjara di Filipina yang dipenuhi pecandu narkoba. (foto: ist/afp)

BATAMNEWS.CO.ID, Manila - Perang yang dikobarkan Presiden Rodrigo Duterte memberantas peredaran narkoba di Filipina telah membuat ribuan orang berjejal dalam penjara sempit di Kota Quezon. Penjara yang dibangun pada 1950 itu seharusnya hanya digunakan untuk menahan 800 narapidana, tetapi kini jumlahnya membeludak hingga 4.024 orang.

Kebanyakan dari mereka terpaksa menyerahkan diri ke penjara setelah The Punisher - julukan bagi Duterte - memperbolehkan warga Filipina dan polisi untuk menembak mati pengedar narkoba di jalan. Kebijakan ini menuai kritik keras dari dalam negeri maupun komunitas internasional.

Faktanya, tetap saja ratusan orang tewas bersimbah darah di jalan. Pekan lalu, sedikitnya ada 70 orang dalam sehari yang dibui karena terlibat peredara narkotika. Hingga akhirnya, hampir 700 ribu pengguna barang haram tersebut menyerahkan diri dan tinggal di penjara.

Salah satu kisah pilu datang dari seorang tahanan bernama Rolly. Usianya baru 22 tahun. Dia ditahan sejak pekan lalu karena kedapatan membawa sabu. Persidangannya dijadwalkan September, tetapi bisa jadi lebih lama dari itu. Namun, untuk menghirup udara bebas tenggatnya masih berbulan-bulan atau hitungan tahun.
 
Hal itu juga dirasakan oleh Erwin Escalante (37). Dia ditangkap 15 tahun yang lalu dan proses hukumnya belum selesai hingga saat ini. Kepada ITV, Rabu (24/8/2016), dia mengaku sangat merindukan keluarganya. Ia sadar tak bisa seperti orangtua lain yang dapat menyaksikan anak mereka tumbuh besar.

“Mereka (keluarga) mengunjungi saya di penjara. Saya selalu memasang senyum, tetapi ketika saya kembali kemari (ke kamarnya), melihat tempat tidur ini, saya menangis. Sulit, rasanya sungguh sulit,” ungkapnya.

Erwin juga menuturkan kondisi di penjara kini lebih menyedihkan. Perubahan itu sangat terasa dalam dua bulan terakhir.

“Kondisinya sudah tak manusiawi lagi. Sekarang ada 160 narapidana di sini, tetapi selnya hanya ada enam. Dengan luas penjara 55 meter persegi. Menurut buku hak asasi manusia yang saya baca, setiap narapidana selayaknya mendapat ruang empat meter persegi,” ujarnya.

Sementara di Manila, penjara mereka sudah jauh melebihi kapasitas. Di Quezon, satu ruangan yang hanya cukup untuk 20 orang sekarang ditempati oleh 200 narapidana. Penyakit mewabah akibat kejadian tersebut. Makanan yang diperoleh pun menjadi sangat terbatas. Setiap orang hanya mendapat jatah makan tiga kali dalam sehari seharga satu poundsterling atau Rp 17.472,27.

Begitu padatnya ruangan, ada tahanan yang terpaksa tidur sambil berdiri. Kini pihak penjara memberikan sedikit keringanan dengan membiarkan pintu penjara terbuka, sehingga mereka bisa tidur di luar jeruji besi. Kebijakan tersebut membuat tahanan untuk berjongkok atau tidur di lantai yang dingin.
 
Bahkan, sejumlah warga mengomentari bahwa kandang ayam lebih bagus ketimbang kondisi penjara di Filipina. Saking penuhnya, para tahanan harus tidur sembari berdiri.

Foto-foto yang diunggah situs AFP menunjukkan, bagiamana kondisi penjara di kota Quezon, Manila sangat buruk dan tak manusiawi. AFP melaporkan, di penjara tersebut, 3.800 tahanan berjejal bagaikan pindang.

"Banyak yang menjadi gila. Mereka tak bisa lagi berpikir waras. Sungguh penuh sesak. Bergerak sedikit saja, Anda akan bertabrakan satu sama lainnya," kata salah seorang tahanan, Mario Dimaculangan.

Selain penuh sesak, penjara di Quezon juga sangat kotor. Satu toilet harus digunakan oleh 130 narapidana.

Tampaknya Duterte harus siap menerima "ledakan" yang suatu saat akan terjadi di Filipina. Tempatnya bisa saja bermula dari penjara atau jalanan.

(ind/berbagai sumber)


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews