Kisah Perang Narkoba di Filipina: Rakyat Mulai Melawan (2)

Kisah Perang Narkoba di Filipina: Rakyat Mulai Melawan (2)

Presiden Filipina, Rodrigo Duterte. (foto: ist/net)

BATAMNEWS.CO.ID - Presiden Rodrigo Duterte kini mendapat julukan The Punisher. Sejak masa kampanye sampai resmi dilantik, mantan Wali Kota Davao itu selalu fokus pada janji menghabisi pengedar. Ia pun tidak peduli akan kecaman kelompok HAM atau PBB.

"Persetan PBB, kalian bahkan tak bisa menyelesaikan pembantaian di Timur Tengah... bahkan tak bisa berupaya sedikitpun di Afrika... tutup mulut kalian semua!" ujar Duterte.

Presiden Filipina Rodrigo Duterte mengancam, negaranya mungkin saja akan keluar dari PBB. Dalam sebuah pernyataan, Duterte menyatakan sudah tugas dia sebagai Presiden untuk melindungi warganya, dan bukan para penjahat. Dia menyebut tidak akan segan-segan jika PBB terus mencampuri urusan dalam negeri mereka.

"Saya tidak peduli tentang hak asasi manusia, percayalah," ujarnya.
 
Kepala Polisi Filipina, Jenderal Ronald dela Rosa, secara tersirat mengakui pihaknya bertanggung jawab atas pembunuhan massal pengedar narkoba selama nyaris tiga bulan terakhir. Tidak hanya itu, dia mengajak para pencandu bertobat dengan cara membunuh jaringan pengedar.

Imbauan kontroversial itu disampaikan Ronald saat menggelar jumpa pers disiarkan televisi hari ini, Jumat (26/8/2016). "Sebaiknya anda (para pencandu) datangi rumah-rumah mereka, tuangkan bensin dan bakarlah semuanya untuk melampiaskan kemarahan anda," ujarnya.

"Bandar dan pengedar merampok uang anda, menghancurkan otak kalian. Bukankah kalian ingin membunuh mereka? Silakan. Membunuh mereka diizinkan sebab anda semua adalah korban."

Demi meraih simpati masyarakat, bahwa yang dihabisi bukan cuma penjahat kelas teri, Duterte mengumumkan nama 158 pejabat diduga membekingi bisnis narkoba. Dia memerintahkan polisi menangkap atau sekalian menembak mati mereka jika berani kabur.

Pastur gereja di Cebu turut mengecam kebijakan Duterte. Dia mendukung perang melawan narkoba, tapi bukannya tanpa mengikuti prosedur hukum. "Kenapa pengedar tidak ditangkap tapi langsung dibunuh? Kondisi seperti inilah yang disebut kekacauan hukum."

Albert Gonzales, seorang pekerja serabutan di Manila, punya cara sendiri memprotes kebijakan Duterte. Dia ke kantor polisi melaporkan Duterte atas pembunuhan Omeng Mariano, tetangganya di kampung St. Quiteria Manila, bulan lalu, oleh orang-orang bertopeng. Dia tak peduli polisi akan menganggapnya melindungi pecandu.

"Saya tidak peduli jika dia presiden. Orang punya kesempatan bertobat, sebab mereka semua manusia bukan binatang," kata Gonzales.

Secara keseluruhan sudah hampir 2.000 terduga kasus narkoba dibunuh di Filipina sejak Duterte dilantik pada 30 Juni. Sementara itu, hampir 700 ribu pecandu dan penjaja narkoba kelas teri menyerahkan diri ke polisi. Membuat penjara penuh, melebihi kapasitasnya.

(ind/berbagai sumber)


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews